Chapter 9

98K 8.5K 619
                                    

Selamat membaca 😁

Setelah selesai memeriksa kaki Bintang ke dokter, Pandu berniat untuk mengantar Bintang pulang. Tetapi sebelum itu, dia menghentikan mobilnya ke sebuah minimarket terdekat.

Pandu keluar begitu saja dari mobil tanpa mengatakan apa pun kepada Bintang yang sedari tadi hanya diam membisu sembari memandang ke arah luar jendela.

Tidak lama kemudian, Pandu keluar dari minimarket dan melangkah masuk ke dalam mobil. Pandu melirik ke arah Bintang yang masih memunggunginya sejak pulang dari rumah sakit.

"Nih, saya beliin es krim buat kamu," ujar Pandu ringan sembari memberikan kantong plastik putih kepada Bintang yang berisi beberapa es krim besar dan mini dengan berbagai rasa.

Tetapi Bintang hanya diam dengan raut wajah tanpa ekspresi dan tidak menggubris Pandu.

Pandu menghela napas pelan. "Maaf," tuturnya dengan nada suara rendah.

"Seharusnya saya bisa lebih sabar dan tidak kasar dengan kamu. Saya benar-benar menyesal," lirihnya begitu dalam.

"Bintang," panggil Pandu dengan nada suara halus ketika Bintang masih menutup mulutnya rapat-rapat dan tidak ingin berbicara dengannya.

Pandu mengulurkan tangan berniat untuk menyentuh tangan Bintang, tetapi Bintang dengan cepat langsung menghindar.

"Mau sampai kapan kamu akan terus diam seperti ini? Tolong katakan sesuatu," tutur Pandu pelan sembari menatap Bintang sayu.

"Saya tidak ingin bicara dengan Bapak," pungkas Bintang ketus tanpa menoleh ke arah Pandu.

"Saya sudah mengakui kesalahan saya, jadi tolong maafkan saya," sahut Pandu dengan raut wajah memelas.

Bintang seketika menoleh ke arah Pandu dan menatapnya tidak suka. "Bapak sudah bikin saya kesakitan, dan sekarang Bapak ingin saya memaafkan Bapak semudah itu, hah? Enak saja!" cetus Bintang sinis.

"Saya akan melakukan apa pun supaya kamu mau memaafkan saya," ujar Pandu dengan raut wajah serius.

"Ah, sudahlah. Males saya itu sebenarnya sama Bapak," pungkas Bintang jengah.

"Oke, kamu boleh marah dengan saya. Tapi makan dulu es krimnya keburu cair," tutur Pandu mengalah.

Bintang melirik ke arah kantong plastik putih tersebut sebelum akhirnya mengambilnya dari tangan Pandu dengan raut wajah datar.

"Saya menerima ini bukan karena memaafkan Bapak, tapi karena sayang kalau tidak dimakan," pungkas Bintang ketus.

"Iya-iya, terserah kamu saja," balas Pandu pasrah karena tidak ingin berdebat dengan Bintang.

"Terus sekarang gimana? Mau pulang?" tanyanya ringan sembari memakai sabuk pengaman dan mulai melajukan mobil menuju jalanan.

"Tapi kalau pulang sekarang, saya jadi sendirian di rumah. Soalnya jam segini tante masih di toko," gumam Bintang bingung.

"Mau saya temenin?"

"Ah, kalau sama Bapak saya malah jadi ngeri," celetuk Bintang polos tanpa dosa.

"Ngeri gimana maksud kamu? Justru kalau ada saya kamu malah aman, karena ada yang jaga."

"Tidak yakin saya, Pak," ujar Bintang ragu.

"Kenapa? Apa alasannya? Memangnya tampang saya seperti penjahat?" tanya Pandu dengan raut wajah tenang.

Bintang hanya menaikkan kedua bahunya ke atas.

"Ya sudah, kalau kamu memang tidak ingin sendiri di rumah dan tidak ingin saya temani. Gimana kalau kita pergi jalan-jalan saja?" ajak Pandu.

"Jalan-jalan?" Bintang menaikkan alisnya sebelah ke atas.

My Beloved Husband ✓ [ TERSEDIA VERSI PDF ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang