4.Gadis Pemalas

119 19 0
                                        

Mendengar namanya saja sudah membuat Gian ingin menyarah saat itu juga. Jangankan memikirkan cara untuk meluluhkan hatinya, untuk berbicara saja Gian bingung harus bagaimana karena setiap hari kerjaan Ana hanya tidur. Jangankan 20 persen, satu persen pun Gian tidak yakin bisa meluluhkan hati seorang Ileana Kamala.

"Makin hari isi otak lo makin gila, ya," jengah Gian tak habis pikir. Pantas saja Miko berani mempertaruhkan barang mahalnya, karena laki-laki itu juga tau pasti tidak mudah mendekati Ana.

"Yang gila itu yang menantang," kata Miko dengan menaik turunkan kedua alisnya.

"Selain Ana deh gue terima."

Kali ini Gian tidak ingin mencoba hal yang memang sudah di prediksinya akan gagal. Gian tahu betul perempuan seperti Ana jauh lebih menyeramkan dibanding dengan Mikaila yang sangat terlihat jelas menyeramkan. Seperti laut yang tenang dan indah namun menyimpan begitu banyak hal berbahaya, seperti itulah Ana di mata Gian.

"Nggak ada yang lebih menantang dari Ana bro! Ketua osis udah, cewek populer udah, cewek spek preman juga udah. Tinggal cewek pemalas kek Ana aja yang belum."

"Cewek males selain Ana di sekolah ini emang nggak ada, ya?"

"Banyak. Tapi yang kayak Ana itu cuma Ana. Ngerti gak sih lo maksud gue?" Miko membenarkan posisi duduknya menghadap Gian. "Ana itu bukan tipe cewek misterius tapi misterius. Paham kan maksud gue?"

"Ya gimana gak misterius orang kerjaannya tidur mulu," ujar Gian.

"Iya kan? Si Ana itu spesies langka, bro. Mana ada manusia yang gak suka apa-apa kecuali tidur."

Gian mendesah pelan. Belum apa-apa saja sudah membuat Gian pusing. Ana memang manusia yang diamnya itu membuat orang pusing tujuh keliling. Gian merasa memang tidak sanggup menerima tantangan Miko kali ini.

"Udahlah gak usah bahas Ana. Ana tuh sama dengan pertanyaan yang gak ada jawabannya," kata Gian mulai beranjak menenteng tasnya. Ia berjalan keluar kelas di ikuti oleh Miko.

"Emang lo gak penasaran?"

"Kenapa gak lo aja yang deketin kalau cuma penasaran," kata Gian sangat acuh, lalu tiba-tiba Gian menghentikan langkahnya.

"Kenapa?" tanya Miko bingung.

Gian tak menjawab, ia hanya menunjuk kearah tangga. Terlihat seorang gadis tengah meringkuk, menutupi wajahnya di tumpukan tangannya. Perlahan Gian dan Miko mendekati sosok yang pasti adalah Ana.

"Na? Lo nggak apa-apa?" tanya Gian perlahan menyentuh bahu Ana yang bergetar.

Ana mengangkat kepalanya mengejutkan Gian dan Miko dengan wajahnya yang di banjiri air mata. Gian dan Miko saling pandang satu sama lain, merasa bingung dengan apa yang dilihat mereka sekarang.

"Gue capek kayak gini terus rasanya kayak mau mati," rengeknya dengan air mata yang terus mengalir.

"Lo ada masalah apa, Na? Cerita sama gue sini," ujar Miko berjongkok di samping Ana sembari berusaha menenangkan gadis itu.

"ANA!!" Seorang laki-laki dengan seragam yang tidak asing berlari menaiki tangga menghampiri Ana. Dengan napasnya yang masih terengah-engah laki-laki itu berjongkok di depan Ana menghapus air mata gadis itu.

"Gue udah di sini."

"Lama banget sih lo nyampenya! Gak tau apa gue hampir mati karena jalan kaki dari kelas ke sini!" omel Ana kepada Elzi. Ya laki-laki itu adalah Elziro Kemalio, kembaran Ana. Laki-laki itu segara datang setelah mendapat panggilan dari Ana untuk segera menjemputnya karena sudah tidak kuat untuk berjalan lagi.

"Iya maaf. Lo juga ngelarang gue buat jemput tadi pagi."

"Itu kan tadi pagi. Sekarang udah sore!"

"Yauda iya maaf." Elzi mengubah posisinya memunggungi Ana membiarkan gadis itu naik ke punggungnya. Sedangkan Gian dan Miko ternganga mendengar dan melihat kejadian di depan mata kepala mereka saat ini.

"G-gue gak salah dengar kan?" tanya Gian berusaha sadar dari kejadian yang baru saja dilihatnya. "Dia nangis sesenggukan sampai merasa pengen mati karena jalan kaki dari kelas ke sini? Ana benar-benar buat gue speechless."

Miko terkekeh sembari menepuk-nepuk punggung Gian beberapa kali.

"Unik kan si Ana? Masak lo gak penasaran sih?"

"Itu mah aneh bukan unik!"

Gian kembali melanjutkan langkahnya menuruni tangga. Tidak menyerah, Miko masih berusaha untuk membujuk Gian menerima tantangannya.

"Kalau lo berhasil luluhin hati Ana, bukan cuma PS 5 tapi lu juga bisa angkut motor sport gue."

Mendengar tawaran Miko kembali menghentikan langkah Gian. Laki-laki itu menarik napasnya perlahan lalu menghadap sahabatnya yang tengah menyengir menatapnya.

"Lo kasih tawaran yang super gila itu karena lo tau kan gue nggak akan bisa luluhin hati Ana?" tanya Gian curiga.

Miko mengangkat kedua bahunya, "nggak ada yang tahu isi hati manusia bro."

"Tapi gue tau isi otak lo. Sampai kapan pun gue nggak akan serahin Ajeng ke lo," kekuh Gian masih tidak ingin menerima tantangan gila dari Miko. Gian sangat tahu jika Miko sangat menginginkan Ajeng menjadi miliknya, namun tak akan Gian serahkan dengan semudah itu.

"Kalau lo bisa luluhin hati Ana, gue akan minta tolong ke bokap gue buat cari orang yang selama ini lo cari."

*****

Hari jum'at lagi. Dan Ana tidak suka hari itu. Meskipun hari terakhir sebelum weekend, hari jum'at termasuk hari yang melelahkan bagi gadis pemalas seperti Ana. Pasalnya, hari jum'at adalah hari yang memiliki pelajaran olahraga di kelasnya. Butuh dua sampai berhari-hari untuk Ana kembali memulihkan tenaganya yang terkuras habis karena melakukan kegiatan fisik seperti olahraga.

"Oke. Kita mulai pemanasan dulu." Guru olahraga mulai memberi interuksi namun sebelum memulai pemanasannya, Ana mengangkat tangannya di belakang.

"Pak, saya gak enak badan. Boleh izin ke uks gak?"

Pak Dimas, guru olahraga yang sudah sangat hafal dengan kebiasaan Ana pun menghela napas panjang. Setiap praktek olahraga Ana akan menggunakan alasan kesehatannya untuk tidur di uks.

"Ana, nilai kamu di mata pelajaran saya di bawah kkm. Kamu bisa saja tidak lulus jika terus-terusan tidak mengikuti praktek," ujar Pak Dimas. Kali ini tidak akan Pak Dimas biarkan Ana untuk bolos lagi. Nilai gadis itu benar-benar anjlok di mata pelajarannya.

"Saya beneran gak enak badan Pak. Kalau terjadi sesuatu sama saya Bapak mau tanggung jawab?"

"Iya, saya akan tanggung jawab." Pak Dimas berani mengatakan hal itu karena yakin sebenarnya Ana hanya malas saja mengikuti praktek olahraga. Tidak ada yang tidak tahu di seluruh penjuru sekolah jika Ana adalah siswa termalas di Golden High School yang aktifitasnya hanya tidur.

Kali ini Ana benar-benar tidak bisa menghindari mata pelajaran yang sangat dibenci oleh dirinya. Terpaksa ia mengikuti praktek olahraga yang di awali pemasan dan dilanjutkan lari mengitari lapangan sebanyak tiga putaran.

Di putaran terakhir Gian melihat wajah Ana dibanjiri keringat serta wajah gadis itu terlihat memerah. Laju lari Ana juga melambambat dari yang lain membuat Gian sedikit merasa khawatir mengingat kemarin gadis itu menangis sesenggukan hanya karena berjalan dari kelas sampai tangga. Gian melambatkan langkahnya menunggu sampai sejajar dengan Ana.

"Lo nggak apa-apa?" tanya Gian.

Ana tidak menjawabnya karena sibuk mengatur napasnya yang terengah-engah.

"GIAN, ANA! APA YANG KALIAN LAKUKAN!" Teriak Pak Dimas saat melihat hanya Gian dan Ana yang belum menyelesaikan putaran terakhir.

Tepat setelah teriakan Pak Dimas, Ana ambruk di tengah lapangan tak sadarkan diri. Seketika semua siswa berteriak histeris terutama Mega dan Kristal.

"ANA!!"

HEARTLESSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang