8. Amarah Ana

42.5K 3.7K 84
                                    

"Hidup untuk dimatikan secara perlahan, terlebih lagi itu dilakukan oleh orang-orang terdekatku"
-Kanaya Belva Anastasya

"Hidup untuk dimatikan secara perlahan, terlebih lagi itu dilakukan oleh orang-orang terdekatku"-Kanaya Belva Anastasya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Naya tiba dirumah saat hari sudah mulai gelap. Karena tadi di perjalanan terjebak macet terpaksa Naya harus menunggu lebih lama.

"Dav, makasih, ya, udah nganterin aku pulang."

David tertawa kecil. "Santai aja, Nay. Kalau lo butuh gue, kapanpun itu gue siap."

"Iya, sekali lagi terimakasih, Dav," balas Naya.

"Iya, mending sekalian lo mandi, terus istirahat. Pasti capek banget, kan seharian udah dari luar," tutur David penuh perhatian.

Naya mengangguk kikuk. Ia tidak tahu harus menjawab apa.

Senyum David mengembang penuh melihat respon Naya. Tidak apa seperti ini dulu, David akan berusaha lebih giat lagi meluluhkan hati gadis itu.

Tidak perduli status Naya saat ini. David sudah bertekad mendapatkan Naya. Karena ia lebih dulu mengenal Naya daripada Alvin.

"Gue pulang dulu." David menepuk kecil kepala Naya lalu berjalan memutari mobilnya. Menjalankan kendaraan beroda empat itu keluar dari perumahan.

Naya memandang tidak mengerti pada David yang sudah menjauh. Mengapa ia merasa ada sesuatu yang berbeda pada David?

Cara David menatapnya seperti ada sesuatu.

Naya tidak terlalu memikirkan hal itu. Dia segera membuka gerbang rumah lalu menutupnya kembali.

"Assalamualaikum, Naya pulang." Naya mengucapkan salam dan bergegas ke dapur untuk meletakkan bahan-bahan yang sudah ia beli ke dalam kulkas. Setelah ini Naya juga harus memasak makan malam.

Tidak ada waktu baginya untuk bersantai-santai. Naya harus cepat menyelesaikan pekerjaannya agar segera bisa beristirahat.

Ia lelah seharian berbelanja dan juga menghabiskan waktu bersama David.

Setelah semua bahan-bahan tersusun rapi di dalam kulkas. Naya menuang segelas air lalu meneguknya hingga tandas. Naya kemudian melangkahkan kakinya menuju kamar. Dia akan mandi dulu baru setelah itu memasak.

"NAYAA!" teriak Ana yang baru saja turun dari kamarnya. Ana pikir Naya sudah memasak, tapi belum ada makanan apapun di meja makan.

Hal itu membuat emosi Ana memuncak. Sudah seharian keluar rumah, dan sekarang malah bermalas-malasan di dalam kamar.

"NAYAAA!" Ana benar-benar murka pada Naya. Bisa-bisanya anak itu keluyuran hingga tidak ingat waktu. Pulang malam hari, pekerjaan rumah menumpuk, dan makan juga malam belum siap.

Sebenarnya apa saja yang di lakukan Naya seharian ini. Karena Naya juga Raina harus kelaparan dan sekarang gadis itu jatuh demam.

Naya yang sudah selesai mandi pun langsung buru-buru memakai pakaiannya, dan turun menemui Bundanya.

Naya berdiri di depan Ana yang berdecak pinggang, menatapnya penuh amarah.

"Maaf Bunda, Aku ladi lagi di kamar mandi, makanya gak denger kalau Bunda panggil aku," ujar Naya menundukkan kepalanya.

Plakkk

Wajah Naya langsung tertoleh ke samping saat Ana berhasil menamparnya. Seketika sudut bibirnya mengeluarkan darah. Naya merasakan kebas di bagian pipi kanannya rasanya benar-benar perih.

"Anak gak tau diri! Main sampai lupa waktu! dari pagi keluar dan baru pulang malem hari!"

"Aku belanja, Bunda, bukan main," sela Naya masih menunduk.

"Belanja gak sampai seharian! Ngapain aja kamu di luar? Gara-gara kamu Raina harus menahan lapar seharian dan sekarang dia jatuh demam!" sarkas Ana menatap Naya berkilat penuh amarah di matanya.

"Maaf Bunda, Naya tadi makan siang dulu di sama temen. Maaf, Bunda."

Plakkk

"Enak banget, ya kamu, makan-makan di luar sana sementara di sini Raina hampir mati kelaparan! Harusnya kamu jagain Raina bukannya malah keluyuran gak jelas! Kamu emang gak pernah perduli sedikitpun sama Raina!"

"Aku peduli, Bunda. Aku sayang banget sama Kakak," jawab Naya.

"Omong kosong! Kalau sampai terjadi sesuatu sama Raina saya tidak akan pernah memaafkan kamu!" bentak Ana dengan napas memburu, kemudian berlalu dari hadapan Naya.

Selepas kepergian Ana, Naya jatuh terduduk di lantai. Air matanya jatuh tanpa di minta. Hatinya sakit melihat perlakuan Ana yang terus-terusan bersikap tidak adil kepadanya.

"Sampai kapan aku harus kayak gini?"

"Sampai kapan aku harus menunggu mereka berubah baik sama aku?" tanya gadis itu parau.

Naya terduduk sembari memeluk kedua lututnya. Membiarkan dinginnya lantai menusuk kulitnya. Naya menangis seorang diri, meratapi nasibnya yang teramat malang.

"Apa aku bukan anak kandung Bunda?" gumam Naya tanpa sadar.

"Kenapa perlakuan Bunda ke aku beda banget sama perlakuan Bunda ke Kak Raina?"

"Kenapa mereka semua nggak suka sama kehadiran aku?"

Naya meringis sakit. Jujur ia sudah lelah secara fisik, karena Ana yang terus-terusan menyiksanya. Tapi Naya tidak ingin menyerah secepat ini.

Naya masih mau terluka sedikit lagi, asalkan Ana bisa berubah baik padanya.

Tapi harus berapa lama ia menunggu?

Satu hari?

Satu bulan?

Satu tahun?

Atau sampai kematian menjemput, Naya tidak bisa mendapatkan keinginannya?

Keinginan sederhana, yaitu, hanya sebuah pelukan hangat dari Ana.

🌻

See you ❤️

NAYANIKA [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang