4. Hangatnya sebuah keluarga

58.8K 4.9K 76
                                    

"Seperti apa rasanya memiliki keluarga yang utuh? Apakah menyenangkan? Aku juga menginginkan, tapi mustahil untuk mendapatkannya"
-Kanaya Belva Anastasya

"Seperti apa rasanya memiliki keluarga yang utuh? Apakah menyenangkan? Aku juga menginginkan, tapi mustahil untuk mendapatkannya"-Kanaya Belva Anastasya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Hari sudah semakin sore, namun sepulang sekolah Naya tidak langsung pulang melainkan mampir kerumah Alvin, tentunya untuk bertemu Retha-mama Alvin.

Naya tidak akan pernah bosan untuk datang ke rumah Alvin hanya karena ingin bertemu dengan Retha. Sosok wanita yang sudah Naya anggap seperti Ibu kandungnya sendiri.

Wanita paruh baya yang telah melahirkan laki-laki baik seperti Alvin. Wanita yang amat sangat Naya hargai karena ketulusan dan kebaikannya.

Seandainya, Bundanya juga sebaik Retha, apakah Naya akan menjadi anak yang paling beruntung di dunia ini?

Saat ini Naya sudah berdiri di depan rumah Alvin dengan wajah gembira nya. Naya sangat merindukan Retha apalagi kue bolu buatannya. Kue ter enak yang selalu menjadi favorit Naya.

"Assalamualaikum, Ma." Tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu, Naya langsung masuk ke dalam rumah. Ya, itu memang sudah menjadi kebiasaannya, karena Retha sendiri yang mengatakan kalau Naya harus menganggap rumah ini seperti rumahnya sendiri.

"Waalaikumsalam, Naya! Mama kangen banget sama kamu. Kemana aja, sih, liburan bukannya main kesini malah gak ada kabar," ujar Retha berlari dari arah dapur dengan antusias.

Naya senang melihat respon Retha yang begitu memperdulikannya. Setidaknya Naya bisa merasakan kasih sayang seorang Ibu, yaitu dari Retha. Walau Ana tidak bisa memberikannya.

"Naya sibuk kemarin, makanya gak bisa kesini. Apalagi waktu Naya libur, Ayah lagi keluar kota Bunda juga ikut. Jadi aku selalu dirumah. Kan gak mungkin aku ninggalin Kak Raina sendirian," jelas Naya.

Retha tersenyum mendengar penuturan gadis itu. baginya Naya sudah seperti Alin, anak keduanya. Retha sangat menyayangi kedua putrinya ini.

"Iya sayang, gak papa Mama ngerti, kok." Retha mengelus sayang rambut Naya. Lalu mengajak gadis itu masuk, tepatnya ke ruang tamu.

"Kamu ke kamar Alvin, aja, ya. Mama ada urusan sebentar sama tetangga. Gak lama, kok," tutur Retha setelah membaca pesan di ponselnya. Ia lupa kalau hari ini ada janji dengan tetangga sebelah rumahnya untuk membicarakan arisan yang akan datang.

Naya mengangguk. "Iya, Ma."

Retha mencium kening gadis itu lalu berjalan keluar rumah. Sedangkan Naya perlahan naik ke lantai dua, ke kamar Alvin.

Naya membuka pintu bercat hitam putih itu dengan hati-hati. Walau ini bukan pertama kalinya Naya memasuki kamar Alvin, tapi tetap saja, Ia masih sungkan.

Kamar Alvin identik dengan warna hitam putih yang menurutnya netral untuk ukuran anak laki-laki. Bersih dan rapi, Naya begitu menyukai kamar Alvin karena kenyamanannya.

Gadis itu mendudukkan dirinya di meja belajar Alvin, menatap deretan buku-buku pelajaran dan juga beberapa buku-buku berukuran tebal lainnya. Naya tidak terlalu mengerti buku apakah itu.

Ada juga beberapa kitab, yang Naya yakini itu adalah kitab yang Alvin bawa untuk beribadah. Naya pernah melihat sekilas kitab itu saat Alvin mengunjungi gereja Minggu lalu.

Memikirkan hal itu, seketika wajah Naya yang tadinya sumringah langsung berubah murung. Setiap kali menyadari perbedaan keyakinan nya dan Alvin, Naya tidak bisa menahan perasaan sesak di dadanya.

Perbedaan Tuhan nya dan Tuhan Alvin. Naya tahu ini semua salah, tapi ia tidak bisa berbuat apa-apa.

Naya membiarkan kesalahan ini terus berjalan.

Ada sesuatu yang menarik perhatian gadis itu, tangannya terulur untuk mengambil sebuah foto yang sepertinya tidak terawat.

Terdapat anak kecil laki-laki dan anak kecil perempuan di dalam foto tersebut. Di mana, sang anak perempuan menggandeng tangan anak laki-laki di sampingnya.

"Ini Alvin? tapi sama siapa?" gumam Naya meneliti baik-baik wajah anak laki-laki itu. Naya yakin jika itu adalah Alvin, tapi siapa anak perempuan di sebelahnya?

Mungkinkah Alin? Tidak mungkin, karena anak perempuan itu terlihat seperti seumuran dengannya.

"Nayaaa! Turun, Mama udah pulang!!"

Naya terlonjak kaget mendengar teriakan Retha. Naya segera meletakkan foto itu ke tempat asalnya lalu buru-buru berlari keluar kamar Alvin.

***

Keduanya larut dalam obrolan mereka hingga tak terasa hari sudah semakin gelap.

Retha mengajak Naya untuk memasak makan malam dan Retha juga mengajak Naya untuk sekalian makan malam di rumahnya.

Retha juga senang jika kue buatannya selalu di sukai Naya. Karena selama ini kedua anaknya tidak terlalu menyukai kue bolu, berbeda dengan Naya yang selalu antusias jika dirinya membuat kue tersebut.

Setelah memasak beberapa menu makanan, Retha dan Naya menata makanan-makanan itu di atas meja makan.

Retha hendak naik ke lantai atas untuk memanggil Alin, tapi niatnya urung karena kedatangan suaminya yang baru saja pulang dari kantor.

"Papa mandi dulu, nanti sekalian ajak Alin," ucap Rama berlalu menaiki tangga.

Meski begitu Retha tetap memanggil Alin.

"Alin waktunya makan malam!" teriak Retha dari bawah, sembari menyiapkan makanan.

Mendengar teriakan sang Ibu, Alin yang baru saja ingin merebahkan dirinya langsung bangkit dan berjalan ke luar kamar.

Alin turun dengan mata mengantuknya. Ia baru saja akan memejamkan mata tidak jadi karena Retha memanggilnya.

"Aku ngantuk, Ma, pengen tidur," ujarnya.

Retha hanya menatap Alin. Anaknya ini memang susah sekali di suruh makan. "Alin makan dulu sebentar, abis itu kamu bisa tidur."

Alin mengangguk. Perintah ibu negara tidak bisa di bantah jadi dia harus menurut supaya cepat selesai dan bisa kembali ke kasur empuknya.

Dari arah tangga terlihat Rama yang baru saja selesai mandi. dia menatap Naya terkejut tapi hanya sesaat. "Ada Naya, udah lama? Kok Papa nggak liat kamu tadi pas pulang?"

"Ah... iya Pa, tadi Naya bantuin Mama masak di dapur jadi mungkin Papa gak liat Naya."

Bagi Naya sudah biasa memanggil orang tua Alvin dengan sebutan Papa Mama, karena itu adalah perintah langsung dari kedua orang tua tersebut.

Mereka tidak keberatan akan hal itu, justru mereka senang karena anggota keluarganya menjadi bertambah dan lebih ramai lagi.

"Naya dari sore di sini, makanya Mama ajak makan malam sekalian," timpal Retha lalu duduk di sebelah suaminya.

"Baiklah, sekarang kita makan, nanti Naya pulangnya ke maleman," ucap Rama.

Satu persatu orang yang ada di ruangan itu mulai menikmati makanannya. Hanya terdengar dentingan suara sendok dan piring yang beradu.

Disela-sela makan malam, Rama menatap pada Naya. "Nay, kamu pulangnya gak bareng Alvin?"

Naya menggeleng. "Nggak, Pa. Tadi Naya naik ojek online. Karena, kan, Alvin harus latihan basket buat turnamen nanti jadi Naya gak mau ganggu."

Rama menganggukkan kepalanya. Dia berfikir Alvin beruntung mendapat kekasih seperti Naya. Sudah baik, pintar, dan pengertian pula.

Rama tidak mau nantinya Naya jatuh ke tangan laki-laki yang salah, pokoknya dia harus menjadikan Naya menantunya.

🌻

See you ❤️

NAYANIKA [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang