"KAMU MAU APA? AKAN SAYA TURUTI, ASAL JANGAN LENYAPKAN NYAWA KAMU SEPERTI INI!" teriak Alan panik.

"Percuma, keinginan aku udah terjawab sama semua fakta itu. Bahkan aku tau betul, kalau kamu gak akan mau melakukannya!"

"APA? AKAN SAYA TURUTI ASAL JANGAN BUNUH DIRI, SAYA MOHON SAMA KAMU, HAZEN." teriak Alan yang semakin mengeratkan pegangan tangannya pada tangan Hazen.

"PERCUMA! PERCUMA! PERCUMA! DAN AKU TAU JAWABAN KAMU, KEHADIRAN ISTRI KAMU TADI, ITU JAWABAN DARI SEMUANYA! KAMU BAHKAN TIDAK BERITAHU SAYA, JIKA KAMU UDAH PUNYA ISTRI!"

Benar-benar tak di sangka, tangan Hazen dan tangan Alan sebentar lagi sepertinya akan saling melepaskan.

"TARIK TANGAN SAYA, HAZEN!"

"SAYA INGIN MATI,"

"HAZEN!"

"SAYA INGIN MATI!"

"BAIKLAH, AYO KITA MENIKAH!"

Hazen tersenyum miris. "Kamu pembohong. Saya bisa lihat dari mata kamu. Dan sepertinya kamu sangat mencintai Istri kamu."

"Saya akan menikahi kamu, sekarang."

Hazen terdiam tak percaya. Lalu menggeleng dan kembali tersenyum miris.

Brak!

Dengan satu sentakan kuat, Alan berhasil menarik gadis itu hingga kini mereka sama-sama terjatuh di lantai.

Hazen terdiam beberapa saat karena syok, lalu dengan cepat ia kembali berdiri dan berjalan menuju tempat berbahaya tadi, namun Alan tak kalah cepat, ia kembali menarik tangan Hazen, kini Hazen langsung terduduk di hadapan Alan.

Tatapan tajam Alan menusuk ke mata Hazen. Namun, Hazen tak akan menunduk, ia malah mengepalkan tangannya, menantang laki-laki ini.

"Lagi-lagi kamu berhasil menggagalkan rencana saya!" ujar Hazen sambil menahan tangis.

Dengan cepat, Alan menarik tangannya berdiri. Lalu, dengan sangat kasar ia menarik lagi gadis itu menuju kembali ke tangga bangunan tua ini.







***








Di perjalanan, Nalla diam dan menatap kosong ke depan. Air matanya tak berhenti mengalir, menahan sakit pada hatinya serta berbagai pikiran-pikiran buruk terus menyerangnya. Bahkan, kata-kata yang di ucapkan oleh suaminya kepada wanita itu tak akan pernah ia lupakan.

Ernon meneteskan air matanya, menahan rasa sedih dan penuh kasihan terhadap orang di sampingnya. Dengan cepat, Ernon meletakan kepala Nalla ke bahunya, membelai pelan rambut sahabatnya itu dan mengelap air matanya yang terus turun.

"Nalla, udah dong..." lirih Ernon sambil memeluk erat tubuh Nalla, lalu tangan kirinya merogoh ke dalam tas, mengambil tissue dan membantu Nalla menghampus air matanya.

"Tenang ya...tenang, gue mohon." lirih Ernon lagi.

Nalla tetap seperti itu. Diam dan air mata terus mengalir.

"Pak, cepetan Pak..." perintah Ernon pada Pak Sopir. Pak Sopir itu kini melajukan mobilnya.

Ernon mengambil ponselnya, lalu menelpon suaminya, Anhar.

"Hallo? Di mana?"

"Hallo, sayang. Lagi di kantor, kenapa?"

"Bisa ke rumah Nalla, sekarang?" pinta Ernon.

"Ada apa?"

"Intinya kamu cepetan dateng ke rumah Nalla, sekarang."

"Oke-oke, aku ke sana sekarang."

NALLAN 2 Donde viven las historias. Descúbrelo ahora