#Delapan | Sudah Berakhir?

176 7 7
                                    

"Aku tau kamu ada di sana, kamu pasti takut, kan?"

Tubuhnya masih bergetar, namun kali ini ia harus bisa menahannya. Mereka berdua kini tengah duduk bersama di sofa apartemen Bianca.

"Iya, aku takut," jawab gadis itu sambil menunduk.

Damar kembali berlutut di hadapan Bianca. Dengan wajah yang penuh harap ia pun kembali memohon.

"Aku harus gimana biar kamu maafin aku, Bi?" kini suara Damar mulai melemah.

Suasana hening sejenak.

"Kamu nggak harus melakukan apa pun. Kamu cukup tinggalin aku..." ucap Bianca setenang mungkin walau hatinya sakit.

"Jangan gitu, Bi. Aku nggak sanggup. Aku nggak bisa hidup tanpa kamu. Dari awal emang aku yang salah..." Damar menatap nanar ke arah kekasihnya itu.

"Aku juga salah, karena mau ikutin permainan ini. Aku harusnya udah lepasin kamu dari dulu..." Bianca beranjak untuk melepaskan kedua tangan Damar yang sedang menggenggamnya. Namun Damar malah balik menarik kedua lengan Bianca kepelukannya.

"Bi, maafin aku buat semuanya, ya. Tolong pikirin dulu baik-baik. Aku tau kemarin kamu cuma emosi aja..."

"Abang, semuanya udah jelas." Bianca melepaskan dirinya dari pelukan Damar.

"Nggak, Bi. Aku tau kamu sayang banget sama aku. Nggak semudah itu kamu bisa lepasin aku kan? Ingat. Aku janji mau nikahin kamu..." Damar kembali berusaha meyakinkan Bianca.

Bianca kehabisan kata. Apa yang dikatakan Damar memang benar. Tidak segampang itu bisa melepaskan perasaan cintanya pada Damar yang sudah bertahun-tahun menemaninya.

Ia menatap Damar yang terlihat sangat putus asa. Wajahnya kusut, lingkaran hitam matanya sangat jelas, kedua matanya kosong menatap langit-langit. Ia juga mencium bau alkohol yang sangat melekat pada pakaian Damar. Kebiasaan buruknya memang selalu begitu bila sedang ada masalah.

***

Pikiran Bianca melayang mengingat awal pertemuannya dengan Damar di sekolah dulu. Damar merupakan legenda di sekolah Bianca. Damar dulunya adalah siswa berprestasi di bidang olahraga basket sekaligus paling tampan di antara teman-teman seangkatannya. Walau berbeda 3 tahun dengan Bianca, seluruh siswa dan siswi angkatan Bianca tahu bahwa kakak kelas mereka ini sangat disegani di sekolah karena pernah mengharumkan nama sekolah di tingkat daerah.

Suatu hari Damar yang sedang libur tengah semester dari perkuliahnya di Jakarta, memutuskan pulang ke kampung halamannya untuk melepas rindu dengan keluarganya. Kebetulan saat itu ada undangan dari sekolahnya untuk menjadi pembicara dalam temu alumni.

Tak hanya itu, Damar dan teman-temannya juga datang untuk melihat pentas seni yang sedang diadakan sekolahnya. Acara tersebut memang tiap tahun diadakan oleh sekolah mereka. Acara pentas seni tersebut diadakan selama sehari penuh dari pagi hingga puncaknya malam hari.

Malam itu, Bianca yang merupakan anggota pemandu sorak sekolahnya menampilkan pertunjukan yang sangat luar biasa sebagai pembuka acara puncak. Damar yang melihatnya dari kejauhan sungguh dibuat terpesona dengan penampilan Bianca yang terlihat menonjol di barisan depan. Ia menatap gadis itu dengan mata berbinar dari awal hingga akhir pertunjukan.

Sudah bisa dipastikan Damar jatuh cinta pada pandangan pertama.

Dan tanpa berpikir panjang, Damar langsung menuju backstage untuk mencari tahu siapa gadis yang baru saja mengusik pikirannya.

Bianca yang sedang beristirahat usai pertunjukkan dengan teman-temannya di sebuah ruangan kelas, tiba-tiba saja dikagetkan dengan suara lantang Damar.

"Hei, kamu yang pakai pita merah dicariin ke mana-mana, sini kamu!"

Double Take | OngoingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang