Bab 2

93 26 13
                                    

🐙🐙🐙

Tak ada hari tenang setelah ujian sekolah selesai. Perceraian tak berjalan mulus. Hak asuh Bintang dan harta gono gini menjadi masalah besar yang diperebutkan.
Butuh waktu berbulanbulan sampai semuanya sedikit tentram. Saat itu lah mereka baru mulai mengurus kepindahan Lyn ke luar kota, tempat di mana sang Nenek berada.

Dibenci adik sendiri, tak diinginkan ibu bapak, Lyn sudah tak memikirkan semua itu. Setidaknya dia masih memiliki Nenek yang sayang padanya.

"Welcome to new school!" ucap Lyn pada diri sendiri begitu melangkah masuk ke sekolah baru. Ini hari pertama dia memakai seragam SMA, rasanya seperti diri melangkah meninggalkan masa remaja ke gerbang transisi menuju dewasa.

Urusan rumah tangga orangtua membuat Lyn telat dua bulan untuk memulai sekolah. Harus jadi murid baru dari yang baru.
Kepala sekolah hanya mengantar Lyn sampai ke depan pintu masuk kelasnya. Begitu masuk, semua orang di kelas langsung terdiam menatap.

"Kau salah masuk kelas? Ini kelas X4!" ucap seorang pria yang duduk paling depan.

"Laluna Lyn?" tanya seorang anak perempuan yang terlihat sangat bersemangat.

Lyn mengangguk.

"Hay, namaku Fika!" ucapnya sambil mengulurkan tangan.

Lyn menyambut huluran tangan perempuan bernama Fika itu.

"Aku ketua kelas X4, wali kelas sudah memberitahuku akan ada murid baru yang masuk. Karena kau sudah ketinggalam pelajaran selama dua bulan, kau akan duduk paling depan tanpa rotasi selama dua bulan," terang Fika.
Tempat duduk akan di rotasi setiap hari agar semua siswa memiliki kesempatan duduk di paling depan. Dan sekarang Lyn mendapat hak istimewa. Entah harus senang atau sedih. Sejujurnya Lyn lebih senang duduk di belakang.

"Hey Ketua Kelas, kenapa kau tak bilang pada kami tentang ini?" pria yang tadi bertanya pada Lyn mulai bersuara lagi.

"Buat apa aku bilang pada kalian? Kubilang pun bukannya kalian akan menggelar upacara penyambutan untuknya," ucap Fika lalu menarik Lyn ke depan kelas. "Semuanya, perhatianperhatian!" Fika mengetuk penghapus ke whiteboard.
Tanpa melakukan itu pun perhatian anakanak sudah ada pada Lyn sedari tadi.

"Guys, kita kedatangan teman baru. Tolong bersikap manis padanya, jangan bully, dan perlakukan dia dengan baik layaknya anak sendiri okay?" ucap Fika setengah becanda. "Sekarang kau perkenalkan dirimu pada mereka!" bisik Fika pada Lyn.

"Hay semua. Namaku Lyn. Karena suatu hal aku baru bisa masuk hari ini. Aku mohon bimbingan kalian," ucap Lyn.

Sesi perkenalan selesai, dan Fika menunjukkan tempat duduk.

Beberapa anak menyapa Lyn. Tak lama mereka pun bubar karena guru datang.

***

Ulang tahun sekolah akan diadakan minggu depan. Setiap kelas harus memberikan persembahan di acara puncak nanti, termasuk para murid baru dari kelas X. Hanya kelas XII saja yang dibebaskan, mereka bisa memilih tampil atau tidak.

Sejak masuk sekolah, sudah sebulan lebih mereka melakukan persiapan untuk persembahan. Setiap jam sekolah berakhir mereka akan sibuk berlatih.

"Lyn tak bisa ikut. Kalau kita memasukkan dia ke dalam komposisi persembahan, maka kita harus berlatih dari awal lagi. Latihan kita selama sebulan lebih ini akan berantakan!" ucap seorang teman sekelas Lyn.

"Tapi Lyn bagian dari kelas kita!" kata Fika. 

"Aku tahu, tapi acara hanya tinggal seminggu lagi. Kita sudah berusaha sejauh ini, apa kau mau usaha kita dikacaukan oleh kehadirannya?"

"Temanteman, tak masalah jika aku tak dilibatkan," sampuk Lyn. "Jika pun aku ikut, belum tentu aku bisa melakukannya semaksimal kalian. Jadi lebih baik aku tak ikut saja. Aku akan pulang duluan, kalian bisa latihan dengan nyaman, aku tak akan mengganggu."

"Kami harus latihan di sini, tapi kau bisa enakenakkan pulang?" celetuk seseorang.

Lyn yang sudah berdiri meremas tali tasnya, 'Aku mau ikut pertunjukkan tapi kalian tak izinkan. Terus aku harus apa? Menjadi penonton mendukung kalian berlatih? Bukankah aku juga sudah bilang gitu tadi, tapi kalian bilang keberadaanku akan merusak konsentrasi. Sebenarnya apa yang kalian inginkan? Labil sekali.'
Dalam hati ngedumel, tapi di luar, Lyn tetap tersenyum manis.

"Yasudah, Lyn bantu kami dulu sisihkan bangku ke pinggir agar bisa latihan. Saat kami berlatih, jika kau bosan kau bisa pergi keluar melihatlihat sekolah, pasti kau belum kenal tempat ini kan? Gunakan waktu ini untuk lebih mengenal sekolah kita. Terus nanti saat latihan selesai, sekitar jam lima sore, kau kembali ke sini untuk ikut membereskan bangku kembali. Kau tak keberatan kan?" tanya Fika.

Sepertinya saran Fika lebih terdengar masuk akal, Lyn setuju dan anakanak lain pun tak ada lagi yang berkomentar.

***

Masih ada waktu dua jam lagi sebelum latihan selesai. Lyn dari tadi diam di mesjid sambil menunggu ashar. Setelah sholat dia keluar untuk berkeliling sekolah. Ternyata sekolah belum sepi karena sebagian besar siswa lain juga sedang latihan untuk acara itu. Sore di sekolah malah terasa lebih ramai dan hidup, meskipun tak seramai saat jam istirahat tadi.

Ada danau buatan kecil di belakang sekolah. Sangat sejuk dan asri. Di seberang danau ada asrama untuk tempat tinggal siswa yang jauh dari rumah. Tapi biasanya siswa yang rumahnya dekat pun ada yang memilih tinggal di asrama.

Lyn duduk di pinggir danau, mengambil buku kecil dari dalam tas. Lalu perlahan mulai menulis. Itu semacam buku hariannya. Dia gemar menulis sejak SMP. Karena di rumah tak ada orang yang bisa dia ajak bicara, makanya Lyn memilih menulis sebagai solusi. Selalu memendam hal dalam hati tak selalu baik, Lyn tuangkan dalam tulisan agar perasaan dalam hatinya dapat tersalurkan.

Tak terasa sudah hampir satu jam Lyn duduk menulis. Dia bangun untuk melihat hal indah apalagi yang bisa dia temukan di sekolah barunya ini.

"Oh Gusti!" Tangan Lyn memegang pohon terdekat, menopang diri agar tidak jatuh setelah menemukan keindahan lain dari sekolah.

Tak jauh dari tempat Lyn duduk, segerombolan pria yang bisa dibilang memiliki paras tampan sedang berkumpul bermain sepakbola. Ada juga beberapa gadis yang menonton dari samping.

Pandangan Lyn tak tertuju pada mereka. Justru dia lebih tertarik pada pria yang sedang tertidur di belakang pohon, dekat dengan mereka.
"Dengan sorakkan berisik para perempuan itu dia masih bisa tidur nyenyak?" gumam Lyn. Diamdiam dia mengeluarkan ponsel dan dengan memasang Zoom maksimal dia memotret pria yang sedang tidur itu.

Tak banyak yang tahu, meski dari luar Lyn keliatan pendiam, polos, lugu. Dia merupakan pecinta keindahan. Ada pria tampan di dekatnya dia agak tak bisa menahan diri untuk melakukan halhal seperti barusan.

"Eh ... Hey!" Lyn terkejut seseorang mengambil ponselnya dari belakang.

"Foto yang kau ambil sedikit blur. Merusak ketampanan asli pria dalam foto!" Dia menghapus foto yang baru Lyn ambil lalu pergi setelah menyerahkan ponsel kembali ke tangan Lyn.

Bukannya marah Lyn malah segera mengaktifkan fungsi kamera di ponselnya dan memotret punggung orang barusan. Dibandingkan pria yang tidur tadi, pria ini jauh lebih tampan. Lyn tak bisa melewatkan kesempatan.
"Yaa Tuhan, punggungnya saja setampan ini. Arrrghhh!"

🐙🐙🐙






Gurita Merah JambuWhere stories live. Discover now