(SELESAI)☑️ Part lengkap ☑️
Dilahirkan kembar bukan berarti mempunyai nasib yang sama juga bukan?
Seperti kisah Auriga dan Agharna, saudara kembar yang terpaksa berpisah tanpa saling mengenal. Kehidupan Auriga nyaris sempurna, berbanding terbalik de...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Seminggu ini Auriga sering bolak-balik Desa Laringan. Dia bahkan menolak setiap ajakan Daffa dan juga Haksa yang memintanya untuk ikut nongki dan main futsal. Tabungannya mungkin habis buat bayar taksi online. Dan sudah seminggu dia menjalani hukuman dari Papa. Berarti tinggal 3 minggu lagi.
Sementara Agha, sudah seminggu ini juga Agha tinggal bersama Pak ustad. Dia benar dijaga dan dirawat oleh Pak ustad dengan baik. Bahkan Pak ustad meminta Agha untuk tidak lagi bekerja yang berat-berat, cukup membantu Pak ustad saja di masjid. Pak ustad tidak memaksa Agha untuk melakukan apapun, yang penting bagi beliau adalah Agha bisa nyaman tinggal bersamanya.
Seperti hari ini, Agha sedang menemani anak-anak yang ikut mengaji dengan Pak ustad di halaman masjid. Senyum merekah di wajah Agha, membuat wajah itu semakin berseri. Suara awa riang anak-anak kecil itu membuat Agha ikut merasakan kebahagiaan.
"Kak Agha mau ikut main gak kak? Nanti kita pegangin." ajak salah satu anak kecil itu yang tiba-tiba mendatangi Agha.
"Kak Agha ngelihatin kalian aja ya."
"Ikut aja Kak, ayok." anak kecil itu menarik Agha untuk ikut ain. Dengan senyum lebar, Agha berdiri dan pasrah aja ditarik ama anak-anak kecil itu. Dia tersenyum saat kedua tangannya digenggam oleh anak kecil.
Tanpa Agha sadari sejak tadi seseorang berdiri di seberang jalan, menatap Agha dengan senyum mengembang dibalik masker yang dia gunakan. Orang itu jelas Auriga. Dia kembali lagi, setiap hari memperhatikan Agha dari jauh.
"Kamu pasti hari itu bolos ke sini." Suara seseorang mengangetkan Auriga. Dia menatap seseorang yang tiba-tiba ada di sampingnya, orang itu ternyata Aydan.
"Lo...?"
"Jangan ngira kalau aku ngikutin kamu, memang kebetulan pulang aja hari ini."
"Gue gak nanya."
Aydan tertawa pelan. Dia menatap Auriga dan Agha bergantian.
"Walaupun kalian mirip, tapi rasanya tetap beda."
Auriga menatap Aydan tajam, jelas saja dia dan Agha berbeda.
"Senang deh Agha sekarang tinggalnya sama Pak ustad. Sebelum aku dan Rindu pindah ke kota, Agha tinggal di gubuk sendirian, gubuknya gak ada apa-apa, bahkan selimut pun gak ada. Agha berjuang untuk bertahan hidup dengan kerja mati-matian, walaupun hasil jerih payahnya gak pernah sekalipun dia nikmati. Selalu diambil oleh anaknya kakek pemilik gubuk. Sekarang kayaknya Agha udah sedikit bahagia, dia pasti dijaga dan dirawat dengan baik sama Pak ustad." Aydan menjelaskan tanpa diminta, dia menatap lurus ke arah Agha yang masih bermain dengan anak-anak kecil.
Lagi dan lagi, dada Auriga rasanya diremuk dari dalam. Bahkan untuk bernapas aja rasanya dia butuh usaha lebih.
"Kamu gak mau ketemu sama Agha?" tanya Aydan yang tidak dijawab sama Auriga.