🌙ㅣ7. Hanya Panggilan Saja

138K 14.8K 300
                                    

''Walaupun keluarga itu satu darah, tapi tidak dapat dipungkiri jika salah satu dari mereka ada yang berbeda''

Makan malam kali ini berbeda, Rembulan bisa duduk di hadapan meja panjang dengan berbagai hidangan tersaji di depannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Makan malam kali ini berbeda, Rembulan bisa duduk di hadapan meja panjang dengan berbagai hidangan tersaji di depannya. Dari mulai nasi, ikan, ayam, dan masih banyak yang namanya tidak Rembulan ketahui. Rembulan sampai bingung, mereka akan mengajak satu kampung untuk makan bersama?

"Bulan?" Anggara memanggil, bukan Rembulan saja yang menoleh, tapi semua anaknya juga menoleh membuatnya terkekeh. "Papa manggil Bulan, bukan kalian."

"Emangnya Vano lihat ke papa? Enggak tuh." Alvano mendengus, ia kembali sibuk dengan pelayan di sampingnya agar mengambilkan makannya dengan banyak.

"Ya papa sih ngagetin, kita jadi noleh semua 'kan?" Alzero membela diri, setelahnya ia juga kembali sibuk dengan kegiatannya.

Rembulan yang duduk di samping Alderion itu menoleh pada Anggara. "I-iya, Pa?"

"Aduuh imut banget gak siih?!" Alvano malah bersuara lagi. "Suaranya kiciw-kiciw gitu."

"Diem." Alderion menatap sinis adiknya itu.

"Ya abang sih, gak tau bedanya suara cewek imut sama suara cewek kejepit," balas Alvano lalu tertawa lebar saat Alderion menatapnya tambah sengit.

"Udah, ini Papa mau ngomong sama Bulan kepotong mulu," ucap Anggara menengahi, detik berikutnya ia menoleh pada Rembulan dengan tatapan lembut. "Bulan udah kenal sama kakak-kakak Bulan yang baru?"

"Udah tadi, Pa." Bukan Rembulan yang menjawab, tapi malah Alzero yang kini langsung mendapat suapan paksa oleh Alderion agar mulutnya bungkam.

"Udah paa," jawab Rembulan pelan.

Anggara tersenyum, senyumannya lembut dan hangat. Rembulan merasa nyaman dengan itu, ia seperti mendapat sosok ayah baru yang siap melindunginya dari apapun, dan ayah yang siap menjaga keluarganya dengan sebaik mungkin. Rembulan merasakan kehangatan dalam hatinya yang sebelumnya pernah hilang.

"Gimana mereka? Bikin kamu takut gak?"

"Varo, Pa!" Alvano menyahut. "Vano liat Varo gak nyapa Bulan sama sekali, dia sombong banget paa."

"Mungkin masih malu," sahut Alderion cepat.

"Ya kali udah segede gaban tetep malu?" Alvano melirik kembarannya yang dari tadi duduk tenang di sebelahnya, begitupun sekarang, lelaki itu tetap tenang tidak menanggapi.

Alvano memang biasa dengan sikap kakak kembarnya yang satu itu, hanya saja ini lebih parah. Alvaro bahkan belum mengeluarkan lima patah kata dalam sehari ini. Auranya terasa semakin dingin. Bisa saja ia membeku jika terus menerus berada di sisi Alvaro.

Sebagai saudara kembarnya, Alvano sudah semestinya terhubung dengan Alvaro, dan Alvano merasakan hawa tidak enak dalam diri Alvaro. Ia tidak tahu jelas apa, tapi apa mungkin karena keluarga baru?

4 Brother'z | Open POTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang