-pertemuan yang tidak di sengaja-

Comenzar desde el principio
                                    

"Biar saya." Sela Aziz saat melihat Anisa akan mengangkat tampah yang lainnya, yang sudah diisi oleh piring-piring juga.

Anisa menggeleng, "Biar saya aja gus. Sekalian saya mau kesana"

"Saya juga akan kesana untuk ngawasin kalian. Jadi biar saja saja, kamu bawa dua piring itu yang tidak kebawa" ucap Aziz menunjuk dua piring yang masih tergeletak dilantai.

Anisa mengangguk nurut. Mereka berjalan keluar, dengan Anisa berjalan dibelakang Aziz.

Anisa menahan tubuhnya saat Aziz tiba-tiba berhenti ketika mereka sudah keluar dari rumah. "Untung aja" ucap Anisa lega. Kalau saja tadi ia terus menunduk, pasti ia akan menabrak punggung aziz.

"Tolong ambilin sendal saya di rak" titah Aziz pada Anisa.

Anisa menaruh piring ditangannya, di meja yang ada diemper rumah. Lalu mengambil sendal jepit di rak yang ada disana.

Anisa membungkukan tubuhnya, meletakkan sendal itu tepat didepan kaki Aziz. Namun, saat Anisa menegakkan tubuhnya...

Dug...

"Ya Allah!, sakit ya dek?" Tanya Aziz khawatir sekaligus merasa bersalah saat kepala Anisa terkena sikutnya.

Anisa menatap Aziz sebentar dengan senyuman tipis, lalu kembali menunduk.
"Gak papa, gus."

"Saya tanyanya juga sakit apa enggak" tegas Aziz.

"Enggak" jawab Anisa.

"Maaf" ucap Aziz dengan tulus.

Anisa mengangguk. "Gak papa gus, gak sakit juga kok."

Mereka kembali melanjutkan jalannya, menuju aula pondok putra.

Sesampainya di sana, Anisa menghidangkan kedua piring yang ia bawa, di hadapan santri grup hadroh. Karena, memang setiap marhabanan itu di iringi oleh hadroh.

"Siapa petugas malem jum'at kali ini?," tanya Aziz dengan posisi berdiri, menatap para santri yang duduk hanya beralas karpet tipis.

"Kalo santri putra, jadwal kang Affan sama saya. Tapi, kang affan gak ada, nganter abah ceramah, gus." Ucap santri putra yang duduk paling depan, tangannya memegang mic, yang diketahui bernama Arthur. Ia selaku wakil ketua pondok putra.

Aziz mengangguk. "Biar saya yang gantikan. Santri putrinya, siapa?"

"Saya gus" jawab Erna mengangkat tangan kanannya.

"Satu nya?" tanya Aziz lagi. Karena petugas marhabanan itu dari dulunya juga 4 santri. 2 santri putra, dan 2 santri putri.

"Nita, cuma Nita lagi sakit. Jadi dia gak ikut marhabanan" jawab Erna.

Kening Aziz mengerut saat mendengar jawaban Erna.
"Nita?, bukannya Nita satu angkatan sama kamu?"

Walaupun bingung dengan pertanyaan yang Aziz ajukan, tapi Erna tetap menjawab
"Iya gus."

Terlihat Aziz menghela nafasnya.
"Siapa yang buat jadwalnya?" tanya Aziz dengan suara tegas. Membuat mereka menunduk takut. Aziz memang sangat tegas orangnya. Seperti abahnya.

Dikhitbah Anak Kyai ||Telah Terbit||Donde viven las historias. Descúbrelo ahora