Part 1

267K 15.8K 1.2K
                                    

Perempuan yang menggendong anak kecil laki-laki itu menatap tajam ke arah ruang rawat inap milik suaminya. Bukan karena tak senang melihat suaminya telah pulih dari operasi tlansplantasi ginjal. Jelas sebagai istri dirinya bahagia mendengar itu.

Tapi kebahagiaan itu luntur bersamaan dengan kabar pernikahan yang baru saja suami lakukan dengan perempuan yang menjadi anak dari pendonor ginjal untuknya. Sakit? Tentu saja. Bayangkan saja, disaat dirinya yang selama ini begitu lelah mengurus suaminya saat sakit. Bahkan perempuan malang itu juga yang selalu mendonorkan darahnya setiap bulan untuk suaminya, tidakkah itu ada nilainya sedikit saja?

Atau jika memang bukan untuknya, setidaknya tidakkah bisa sekali saja memikirkan sang putra? Bocah kecil laki-laki berumur dua tahun yang masih membutuhkan kasih sayang kedua orangtuanya?

Hembusan nafas kasar keluar dari bibir perempuan yang biasa dipanggil Rana itu. Hingga kemudian perempuan itu membuka pintu kamar yang ditempatinya. Sedikit terkekeh kala mendapati ruangan itu dihias sedemikin rupa. Bahkan seluruh keluarga suaminya hadir. Bukankah ini sama saja seperti seluruh keluarga suaminya sedang mengulitinya?

"Rana." lirih Damar begitu mendapati istri dan anaknya yang mendekat dan

Pllllaaakkk

"Berengsek!" teriak Rana setelah berhasil menampar pipi laki-laki yang telah memberinya satu orang putra itu.

"Apa kurangnya aku bajingan! Selama ini tidak kamu ingat siapa yang mendampingimu? Siapa yang selalu menjagamu. Tak ingatkah sedikitpun padaku! Hah! Wanita di hadapanmu ini yang selalu ada untukmu. Yang bahkan tak pernah tidur hanya untuk merawatmu. Tak ingatkah darah siapa yang kau gunakan sampai bisa menyokong hidupmu hingga sekarang! Darahku, darah wanita yang kau curangi ini yang mengalir dalam tubuhmu!"

"Jangan salahkan Damar. Ini semua salahmu sendiri, tak berguna menjadi istri. Anggap saja pernikahan ini sebagai rasa terimakasih atas jasa ibu dari Nirmala yang mau mendonorkan ginjalnya." celetuk perempuan paruh baya berkebaya merah itu membuat Rana terkekeh.

"Bukankah kalian bisa mencari pendonor ginjal dari orang lain? Bukan dari seseorang yang jelas mencari keuntungan. Bahkan adik dari Damar sendiri bisa. Tapi kenapa kalian memilih orang lain dan ujungnya begini. Tak ingatkah kalian bahwa selama ini aku yang selalu merawatnya? Bahkan aku yang selalu mendonorkan darahku untuknya."

"Bukankah sudah kewajiban seorang istri berkorban untuk suaminya?"

"Berengsek! Kalian menyuruhku berkorban, tapi kalian sendiri yang membuat pengorbananku selama ini sia-sia."

Hening. Seluruh ruangan berhias pita putih itu terdiam.

"Ran, Mas bisa.." lirih laki-laki berpakaian rumah sakit, membuat emosi Rana semakin tersulut.

"Bisa apa? Jelasin? Percuma, apa arti penjelasan jika pernikahan ini sudah terjadi. Setidaknya kalau otakmu itu tidak bisa menilai pengorbanku. Tidakkah mengingat sedikit tentang Onad? Onad anakmu, darah dagingmu sendiri!"

"Berhenti menyebut anak cacat itu sebagai bagian dari kami." desis Karmila.

"Anakku tidak cacat!"

"Anakmu cacat! Dia tidak bisa bicara, dia tidak bisa berjalan." bentak Karmila membuat Rana menutupi kedua telinga anaknya.

"Anakku istimewa! Tuhan memberi karunia yang tidak Tuhan berikan pada orang lain. Berhenti mengatai anakku! Dia cucu Mama juga."

"Tidak! Dia bukan cucuku. Toh sebentar lagi aku akan mempunyai cucu yang jelas akan lahir sempurna dari rahim Nirmala."

Degh,

Jantung Rana rasanya seperti berhenti berdetak. Segala kemungkinan mulai bersarang dalam benaknya. Mungkinkah? Pernikahan ini bukan hanya karena Damar telah menerima transplantasi ginjal tapi

"Jadi? Pernikahan ini?"

"Benar Rana. Pernikahan ini terjadi bukan hanya karena Damar mendapat donor ginjal dari Ibu dari Nirmala. Tapi karena Nirmala sudah mengandung anak dari suamimu. Keturunan Maheswara yang akan lahir sempurna, bukan seperti si cacat dalam gendonganmu."

"Biadab!" teriak Rana dengan air mata yang mengalir di kedua pipinya sebelum meninggalkan kamar rawat suaminya.

Salam sayang,
Author

Sejumput Dendam RanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang