🌙ㅣ3. Sebuah Keputusan Besar

146K 14.4K 114
                                    

''Lelah itu wajar, karena kita manusia, bukan robot yang diatur untuk selalu patuh pada majikan tanpa mengenal lelah''

''Lelah itu wajar, karena kita manusia, bukan robot yang diatur untuk selalu patuh pada majikan tanpa mengenal lelah''

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pukul setengah enam sore, Rembulan baru turun dari bus. Halte tempat berhentinya pun tampak sepi, tidak ada orang-orang selain Rembulan yang kini melangkah dengan lemas. Tepat saat ada jalan ke kiri, Rembulan melangkahkan kakinya ke sana, menuju gang sempit yang hanya bisa dilalui oleh satu buah motor.

Setelah kakinya sampai di depan pagar setinggi dadanya, Rembulan menghentikan langkah. Ia membuka pagar dan duduk di teras rumah, memandang lurus ke depan.

Rasanya lelah sekali. Pak satpam di sekolah baru bisa membukakan pintu gudang pukul lima sore, katanya itu atas perintah Syaila. Jika tidak, maka pekerjaannya terancam. Itu semua yang membuat Rembulan baru pulang jam segini.

Rembulan tak habis pikir, kenapa ada manusia sekejam itu? Apa karena uang mereka beranggapan dunia menjadi milik mereka?

Sepatu dan kaus kaki sudah Rembulan lepas, ia beranjak dari duduknya lalu menyimpan sepatunya di rak. Ia mengedarkan pandangan ke sekeliling rumah.

Sepi, seperti biasanya. Ibunya masih bekerja. Ibu Rembulan bekerja di sebuah rumah makan untuk menghidupi mereka berdua karena Rembulan sudah tak memiliki ayah sejak satu tahun lalu.

Rembulan bisa mengembuskan napasnya lega, setidaknya ibunya tidak akan tahu kapan Rembulan pulang sekolah, dan tidak akan tahu kenapa Rembulan pulang selarut ini.

Melihat tempat tidur yang rapi di kamarnya, Rembulan merebahkan dirinya di sana, memandang atap rumah yang terlihat kotor. Banyak noda-noda cokelat karena bekas air hujan yang kadang merembes di sana.

Ingatannya kembali melayang pada kejadian tadi di sekolah. Ia mengusap matanya yang kembali berair. Mengingat ucapan Liona tadi, hatinya kembali merasakan sesak. Liona benar, tidak akan ada yang tahu saat kelas dua belas nanti, mereka akan hidup tenang selayaknya kakak kelas yang sibuk dengan ujian, atau malah tetap sama seperti ini. Yang pasti, Rembulan tidak mau terus menerus begini, lama-lama ia lelah, jenuh, dan juga tidak kuat.

Pindah sekolah pun rasanya tidak bisa. Apa yang harus Rembulan katakan pada ibunya nanti? Ia tidak mau membuat ibunya khawatir.

"Ah udahlah, kan masih lama." Rembulan terbangun, sebaiknya ia fokus pada dirinya sekarang, ke depannya biar nanti ia pikirkan lagi.

Rembulan langsung membawa handuk di depan pintu kamarnya, lalu berlari ke kamar mandi. Sepertinya ia harus menyegarkan tubuhnya terlebih dahulu.

- 4B -

Rembulan masih sibuk di meja belajarnya, sibuk dengan tugas orang lain sementara tugas sekolahnya sendiri masih setengah jalan. Tapi dirinya tidak peduli, ini sudah jam sembilan malam, Rembulan takut tidak bisa menyelesaikannya.

Tok tok tok.

Sebuah ketukan pada dinding terdengar. Kamar Rembulan tidak dilengkapi dengan pintu, hanya terhalang gorden tipis, jadinya ibu Rembulan pasti akan mengetuk dinding jika akan berkunjung ke kamar Rembulan.

"Ada apa bu?" Rembulan menyingkirkan beberapa tumpuk buku yang ada di hadapannya, ia takut ibunya melihat, nanti apa reaksi ibunya jika tahu Rembulan ini kacung sekolah?

Laila, ibu dari Rembulan tersenyum lembut menatap Rembulan. Ia melangkahkan kakinya lebih dalam ke kamar putrinya.

"Kenapa belum tidur, Bulan?"

"Eh, i-ini." Tangan Rembulan bergerak lincah, merapikan buku-buku yang berserakan di mejanya. Ia tidak mau Laila melihat bahwa buku itu bukan miliknya, melainkan buku milik orang lain.

Laila tidak pernah tahu apa yang terjadi pada Rembulan di sekolah. Ia tidak mau membayangkan bagaimana reaksi Laila jika tahu mengenai hal ini. Pasti sangat merepotkannya, dan Rembulan tak mau ini menjadi beban bagi Laila.

"Bulan masih nugas, Bu," jawabnya kemudian.

Laila tersenyum, tangannya terangkat mengelus kepala anak semata wayangnya. Bekerja setiap hari tanpa mengenal waktu, membuat Laila jarang sekali berinteraksi dengan Rembulan. Apalagi setelah kepergian sang suami. Laila perlu bekerja ekstra keras agar mereka bisa memakan sesuatu yang layaj dan bertahan hidup di dunia ini.

"Ada apa, Bu? Ada yang mau Bulan bantu?" tanya Rembulan, mengusir sepi.

"Bulan mau keluarga baru?"

Pertanyaan mendadak yang dilayangkan Laila adalah hal yang belum Rembulan bayangkan sampai sekarang, mungkin sampai kapanpun itu. Kepala Rembulan sontak terangkat, pandangannya tertuju lurus pada Laila.

Rembulan tidak tahu maksud pertanyaan itu ditanyakan padanya. "Gimana, Bu? Keluarga baru? Bulan nggak kepikiran."

Laila tersenyum, menarik lengan Rembulan agar mereka duduk berdua di tempat tidur yang tergelar di lantai, berhadapan dengan tangan saling menggenggam. "Bulan ingat sama om Anggara? Kami punya hubungan dekat. Tadi dia mengatakan niatnya ke ibu. Dia mau jadi sosok baru di hidup kita, Bulan."

Kening Rembulan mengerut dalam. Sejujurnya ia tak mau mencerna perkataan Laila sekarang, tetapi otaknya sudah memproses dengan sempurna, menjadikan Rembulan bagai patung di tempatnya saat ini.

Rembulan ingin menggeleng, ingin mengatakan bahwa ia menolak untuk menerima sosok ayah yang baru. Tapi, ketika ia menatap Laila, ia terpaksa menelan bulat-bulat jawabannya.

"Ibu bahagia sama dia?" pertanyaan itu yang justru terlontar alih-alih sebuah penolakan dari bibir Rembulan.

Senyuman Laila kian melebar, menghangat membuat Rembulan tak sadar juga ikut mengembangkan senyuman. "Ibu bahagia, Bulan. Ibu bahagia."

Jika seperti ini, Rembulan tidak mau menghalangi ibunya. Ia tak mau menjadi penghalang. Senyumannya masih bertahan, namun kini dadanya bergemuruh gundah. "Kalau gitu, Bulan juga bahagia selama Ibu bahagia."

Siap-siap Bulan bakalan punya keluarga baru!Sampai chapter ini masih bertahan 'kan?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Siap-siap Bulan bakalan punya keluarga baru!
Sampai chapter ini masih bertahan 'kan?

Tetap bertahan ya!
Jangan lupa vote, komentar, juga share cerita ini ke orang yang kalian kenal^^

4 Brother'z | Open POTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang