13. Satya Cemburu dan Deal?

90K 3.5K 105
                                    

        Selina menyapa Satya dengan malu-malu, menyapa Ado, Aldi dan Riko dengan sama, malu-malu. Selina melirik Sarah, merangkulnya sekilas.

"Kamu dianter siapa tadi?" tanya Sarah ramah, mengabaikan para cowok yang sibuk berbincang dengan sesekali menyesap rokoknya itu.

"Itu kakak, beda dua tahun sama aku," jawab Selina dengan berbinar riang. "Ah! Mau aku kenalin? Dia jomblo," serunya semakin senang, dia berharap dengan itu Sarah jauh dari Satya.

Sarah sontak menggeleng. "Jangan, eh maksudnya engga usah. A-aku belum mau pacaran," tolaknya sebisa mungkin dengan halus.

Satya yang tadi berbincang pun sempat melirik tajam teman baru Sarah yang sedari awal tidak Satya sukai itu.

"Sarah ga boleh pacaran, itu aturan nyokap gue!" bohong Satya dengan menatap Selina dingin.

Sarah menelan ludah gugup, jangan sampai Satya seenaknya lagi dan membuat teman barunya itu kabur.

Sarah tersenyum canggung. "Akunya juga ga mau pacaran kok," diliriknya bergantian, Satya dan Selina.

Satya terlihat tidak bersahabat, sedangkan Selina terlihat datar namun tatapannya berkilat sedih dan kecewa.

Ado, Aldi dan Riko saling melirik lalu menahan senyum. Drama cinta segitiga di hadapan mereka sungguh menarik.

Benar-benar tidak tahu situasi.

"Maaf, ga tahu soalnya." balas Selina tidak bernada, moodnya terlihat hancur.

"Ga papa, kenapa minta maaf. Masalahnya ga seserius itu!"

Satya beralih melirik Sarah, masalah tidak serius? Awas saja kalau Sarah menerima ajakan Selina, akan Satya buat Sarah diam di rumah.

Bundanya akan percaya kalau dia mengarang cerita tentang kehidupan Sarah yang sudah melewati batas. Bermain dengan banyak cowok contohnya.

"Gue ga mood nongkrong!" Satya menarik lengang Sarah cukup kuat, bisa di bilang agak kasar.

Semua hanya diam menatap kepergian keduanya.

"Apaan sih? Selina jauh-jauh dateng, dia bahkan baru duduk da—"

"Diem!" sentak Satya dengan menarik lengan itu semakin kuat, membuat Sarah meringis.

"Sakit, Satya." Sarah menatap punggung Satya dengan berkaca-kaca.

Di paksa ini dan itu jelas saja membuat Sarah muak. Hubungan mereka yang belum lama bertemu, rasanya terlalu berlebihan untuk Satya mengekangnya.

Dia siapa?

Sarah tidak tahu dengan kehidupannya kini. Semua mimpi, harapan hancur karena ulah Satya.

Mimpi malam pertama dengan suami pun pupus karena ulah Satya yang sialnya dia meminta duluan saat itu.

Dia tidak menyangka pindah akan memperumitnya serumit ini.

"Jangan terus recokin kehidupan aku, Satya! Kita cuma teman seranjangkan? Teman tidur?" Sarah terlihat begitu lelah sekaligus frustasi.

Satya mulai menyalakan mesin mobil tanpa merespon ucapan Sarah. Satya tidak dalam mood yang bagus untuk menanggapinya.

Satya mencengkram stirnya kuat, dia tidak paham dengan perasaan yang membakar hatinya itu. Hanya karena ucapan saja sudah membuatnya terpancing.

Benar-benar jatuh cinta?

Satya menoleh pada Sarah yang terisak itu. "Ga usah cengeng! Lo bukan bocah ingusan lagi. Gue gini juga buat kebaikan lo." wajahnya semakin di tekuk.

Sarah menatap Satya kesal. "Buat aku? Kebaikan? Sebelah mana baiknya! Di saat aku mau punya temen, kamu bikin dia ragu buat temenan sama aku! Sebelah mana bagusnya!" raung Sarah dengan frustasi dan terus menangis.

Satya tidak merespon, dia hanya akan tersulut kalau merespon. Satya sangat ringan tangan kalau emosi menguasainya. Satya tidak ingin menyakiti Sarah hanya karena masalah sepele.

"Kayak pertama kita ketemu, please. Jangan hirauin aku, jangan baikin aku dan jangan sentuh aku seenaknya, jangan paksa aku buat terus tidur di kamar kamu!" isakannya semakin kencang. "Aku mau berhenti jalan di jalan yang salah, jangan bikin aku lakuin hal terlarang terus. Aku mohon." lanjutnya lirih.

Satya masih diam, dia akan berpura-pura tidak mendengar apapun.

"Aku ga peduli soal ganja yang mau kamu beli, kita udahin kesepakatan gila waktu itu!" Sarah menggigit bibirnya yang bergetar, rasa menyesal mengucapkan kalimat itu mulai menyerang.

Satya meraih beberapa lintingan dan 3 tablet ganja di kotak yang dia simpan di sampingnya.

"Gue udah ada, tadinya ga akan gue pake. Denger lo tadi, gue jadi mau coba. Tapi, gue ga mau sendirian. Gue bakalan bikin lo minum juga!" senyum miring terbit, kedua matanya masih berkilat emosi. Entah karena cemburu atau memang emosi mendengar permintaan Sarah.

Sarah menggigil di tempatnya, dia takut. Itu lebih menakutkan dari perlakuan Satya sebelumnya.

Satya menepikan mobil di pekarangan rumah dengan ahli, membawa mobil balap saja ahli.

Satya membuka plastik pil itu dengan wajah dingin, di tatapnya Sarah dengan tidak bersahabat.

"Jadi kita berhenti?" tatapannya menyorot tajam.

Sarah menelan ludah, menyeka air mata yang membasahi pipinya dengan jantung berdebar takut.

"Apa kita ga bisa jadi anak muda yang baik-baik?" suara Sarah bergetar, tatapannya begitu terpukul.

Satya menghela nafas kasar, memasukan pil itu ke tempat semula. Jujur saja, obat itu bukan miliknya. Tapi, milik Ado yang harusnya tidak dia bawa. Lebih tepatnya kebawa.

"Baik-baik gimana?" Satya menyandarkan punggungnya tanpa menatap lawan bicaranya yang terlihat kacau.

"Ja-jangan bikin aku takut dan berpikir kamu jahat, aku a-akan nurut asal jangan dikekang. Aku makhluk sosial, aku bu-butuh temen. Deket sama cowok pun bukan berarti hubungan kita le-lebih," jelas Sarah dengan sesekali tersedu-sedu.

Satya mangut-mangut. "Hubungan anak muda yang baik-baik emm apa tanpa seks?" tatapannya beralih ke samping, arah di mana Sarah berada.

Sarah mengangguk yakin, dia jelas tidak ingin terus-terusan seks dengan Satya. Kenikmatan yang diberikannya memang luar biasa tapi penyesalannya pun luar biasa.

Sarah muak dengan segala perasaan campur aduk yang mengganggu ketenangannya. Sarah tidak bisa mendeskripsikannya, membuatnya sangat frustasi.

Di sisi lain dia suka perlakuan Satya, tapi di sisi lain dia juga tidak suka. Sarah merasa lelah karena terus berperang.

Satya mengusap dagunya. "Gue ga yakin kalau soal itu." tatapannya kembali lurus ke depan.

"Harus yakin!" Sarah terdengar seperti merengek walau tidak ketara.

Satya tersenyum keren, menatap Sarah dengan tatapannya yang mematikan saraf sadar itu.

"Lo yakin kuat ga gue sentuh? Ga takut mimpi basah lagi?"

Sarah merona, dengan cepat dia menggeleng. "Ga akan mimpi gitu, dan ya, aku kuat!" balasnya yakin sekaligus gugup.

"Seminggu atau sebulan sekali, deal?"

Sarah langsung membisu, Satya perlahan mengulurkan tangannya dan mengusap pipi yang masih merona itu.

Satya memutuskan untuk melepaskan hatinya yang jatuh pada pesona Sarah.

"Gimana? Deal?" tawarnya.

Gairah Anak Muda (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang