Sembilan - New Problem

26 14 0
                                        

Kanaya yang sedang memejamkan matanya samar-samar mendengar suara yang tidak asing di telinganya.  Awalnya gadis itu mengabaikan. Namun, kala suara itu semakin terdengar, ia pun menajamkan pendengarannya untuk memastikan.

"Kanaya ...."

Lagi, suara itu kembali terdengar. Kali ini nadanya lirih seperti sedang kesakitan. Gadis itu langsung membuka matanya. Netranya melirik ke sana-kemari mencari sosok tersebut. Sampai akhirnya ia melihat seorang lelaki tengah terduduk tak jauh dari tempatnya berdiri.

Kanaya langsung mendekati lelaki itu. Lelaki itu tengah menatapnya dengan raut wajah sendu. Badannya gemetar. Napasnya pun cepat tak beraturan. Bibirnya bergerak seperti kembali memanggil gadis itu. Namun, diikuti tanpa suara.

Kanaya merasa terkejut. Ia tidak percaya dengan kondisi saat ini bisa bertemu dengan lelaki yang sedang ia bantu. Gadis itu pun langsung melangkah mendekati sosok lelaki yang tengah terdiam, masih memandangi dirinya dengan raut wajah yang sulit diartikan.

"Daffin," panggil Kanaya dengan raut wajah sedih. Ia meringis melihat keadaan lelaki itu sedang dalam keadaan tidak baik.

Kanaya langsung merengkuh tubuh Daffin dan membawa lelaki itu untuk duduk di kursi taman. Gadis itu masih belum melepaskan rengkuhannya. Ia tahu, pasti Daffin hanya membutuhkan perlakuan seperti ini. Bahkan, gadis itu tidak ingin bertanya lebih lanjut perihal keadaan lelaki itu. Untuk saat ini ia meredam rasa keingintahuannya terlebih dulu.

Setelah dirasa Daffin mulai membaik dengan napas yang teratur, Kanaya sedikit melepaskan rengkuhannya. Matanya menatap sosok lelaki yang raut wajahnya masih terlihat sulit diartikan.

"Daffin, gue cari minum dulu, ya," pinta Kanaya. Karena gadis itu tahu pasti Daffin membutuhkan cairan untuk menenangkan dirinya.

Lelaki itu hanya mengangguk. Sedangkan Kanaya beringsut pergi dari sana mencari toko kelontong kecil yang menjual air mineral.

Untungnya letaknya tidak terlalu jauh. Tak sampai sepuluh menit, gadis itu sudah kembali ke hadapan Daffin. Dengan telaten ia membukakan tutup botol air mineral itu dan menyodorkannya pada Daffin.

"M-makasih," ucap Daffin sedikit terbata sembari menyerahkan kembali botol minum tersebut pada Kanaya.

Hawa malam yang sunyi membuat keadaan keduanya saling diam. Mungkin mereka sedang sibuk dengan pikiran masing-masing. Mungkin juga di antara keduanya canggung dan bingung untuk memulai obrolan. Namun, Kanaya langsung menghancurkan keheningan tersebut.

"Daffin," panggilnya yang mana si pemilik nama langsung menoleh menatapnya. "Mau pulang?" tanyanya.

Sepertinya pertanyaan tersebut harusnya diucapkan oleh Daffin. Seharusnya Daffin yang bertanya pada gadis itu. Akan tetapi, kenapa malah si gadis yang mengatakan ajakan itu? Mungkin karena keadaan yang membuat pertanyaan itu kebalik diucapkan.

Daffin hanya mengangguk. Namun, raganya masih belum sempurna untuk beranjak pergi dari sana. Bahkan, lelaki itu masih setia meletakkan tubuhnya di kursi taman.

Kanaya yang sudah melepaskan tubuhnya dari kursi itu melirik heran. Batinnya berkata, dia nggak mau pulang kali, ya? Gadis itu malah dilanda rasa kebingungan akibat perangai Daffin.

Ingin bertanya kembali, tetapi ia enggan membuka mulut. Namun, jika tidak ditanya, ia gemas sendiri dengan lelaki itu. Duh, serba salah dirinya. Namun, setelah hampir lima belas menit tidak ada tanda-tanda kalau lelaki itu akan beranjak dari duduknya, ia pun kembali bersuara.

"Daffin, jadi pulang?" tanya lagi Kanaya. Nadanya terkesan lembut seperti tengah mengajak anak kecil berbicara.

"Ah, iya? Sekarang?" Lelaki itu malah bertanya balik pada Kanaya.

Tunggu, tadi gadis itu sudah mengajaknya pulang bukan? Akan tetapi, kenapa dia malah bertanya balik padanya. Sebenarnya Daffin mendengarkan ucapannya tidak, sih? Kanaya jadi pusing sendiri dengan lelaki itu.

Healer | Doyoung & Kai ✔️Where stories live. Discover now