Bab 34

25.8K 4.1K 577
                                    

Dzaka datang membawa martabak cokelat, setelah pulang dari pesantren karena Fatiya menolak ikut ke sana karena takut merepotkan. Ia memilih untuk membelikan sesuatu untuk istrinya.

"Nggak mau martabak," gumam Fatiya menggembungkan pipinya lucu.

"Maunya apa dong?" tanya Dzaka mengusap pipi Fatiya lembut.

Fatiya melihat langit-langit kamar, tubuhnya bersandar di dada bidang Dzaka dengan nyaman. Ia meraih tangan Dzaka dan meletakkannya di atas perutnya sendiri.

"Usap-usap," ucap Fatiya.

"Hah?"

"Usap perut aku, perut aku sakit."

Dzaka mengerti, tangannya langsung mengusap perut Fatiya dengan senang hati. Fatiya kembali menyandarkan tubuhnya nyaman, ia suka bau acem-acem Dzaka, karena Dzaka belum mandi sepulang pesantren.

"Acem-acem ih bau badan kamu, enak banget." Fatiya memeluk Dzaka manja.

"Huh? Acem-acem enak?" Dzaka menahan tawanya.

Fatiya dapat istilah itu dari mana? Dzaka mana bisa menahan tawanya karena kegemasan pada istri sendiri. Tanpa aba-aba, Dzaka langsung mencium gemas wajah Fatiya. Memeluknya erat seakan tak mau melepaskannya.

Fatiya menahan napas, ia terpekik saat Dzaka berada di atasnya dengan senyum berbahaya. Ia berusaha menjangkau bantal tapi dihalang oleh suaminya sendiri. Dzaka tersenyum tipis.

"Kalo aku ngap--"

"Aku tinggal ngep!" lanjut Fatiya.

"Apaan, ngep-ngep. Kamu kira bakal aku makan beneran? Kanibal dong!"

"Kamu makan aku bukan berarti kanibal, nih anak kamu udah jadi." Fatiya menunjuk perutnya sendiri.

Dzaka tertawa, ia menarik Fatiya untuk duduk dan berbaring di paha milik istrinya. Kepalanya menghadap perut Fatiya dan sesekali mencium gemas. Ia bergumam tak jelas.

"Manggilnya kayak apa, ya?" tanya Dzaka bingung.

"Dede," balas Fatiya tertawa kecil.

Dzaka menggeleng. "Bukan, kamu mau dipanggil apa? Umi atau Bunda? "

"Bunda!"

"Berarti aku Ayah, kok gemoy, sih?" tanya Dzaka gemas bukan main.

Fatiya tergelak, memeluk Dzaka dengan gemas. Perempuan itu menggoda Dzaka dengan pesonanya, tangannya ikut mengacak rambut Dzaka.

"Uuuu, Ayah aku kok anteng anget, cih?" ucap Fatiya seperti anak kecil.

"Dede ugha mau anteng kayak Ayah," lanjutnya lucu.

Mereka tertawa bersama mendengar ucapan lucu itu, Dzaka memeluk perut Fatiya sayang. Ia bergumam tak jelas di sana.

"Dede jangan repotin Bunda, ya? Kasian atuh Ayah kalo kamu minta macem-macem," ucap Dzaka.

"Iya, Ayah," balas Fatiya geli.

"Ihh!"

Mereka sama-sama geli mengucapkan hal tersebut. Gender anak saja belum tau, bagaimana bisa Fatiya sampai membicarakan ketampanan Dzaka pada calon anaknya.

****

"ASSALAMUALAIKUM! PASUTRI, WOY!"

"Berisik lo!"

Ican menampar pipi Ikel yang nyaris kembali berteriak di rumah orang, laki-laki itu cemberut. Ia memilih berbalik dan pergi dari rumah Dzaka. Sekarang hanya Farhan dan Ican yang menatap kepergian Ikel datar.

(Bukan) GhibranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang