Korban Kecelakaan

26.5K 2.3K 234
                                    

Aku masih berusaha menahan rasa sakit di perut. Namun, semakin lama semakin tak tertahankan. Hingga akhirnya aku berlari ke luar, menuju warung sebrang.

"Duh tutup!" gumamku, seraya berdiri di depan gerbang. Kenapa di situasi seperti ini warungnya malah tutup. Kini terpaksa harus buang air besar di toilet rumah sakit.

Dengan langkah cepat, aku menuju toilet di dekat lobi utama. Posisinya di pojok, tak jauh dari ruang IGD. 

Kriet!

Kubuka pintu toilet. Sepertinya tidak ada siapa-siapa di dalam. Lalu, berjalan mendekati bilik toilet.

Ada dua bilik yang saling berdempetan. Terlihat pintu bilik pertama tertutup rapat. Mungkin ada orang di dalam.

Kuhampiri, lalu mendorong pintunya pelan-pelan, ternyata terkunci. Berarti benar, ada orang di dalam. Jadi aku harus memakai toilet di sampingnya.

Sambil buang air besar, aku bersenandung, untuk menghilangkan rasa takut. Namun, tiba-tiba di toilet samping terdengar juga orang yang bersenandung. Yang membuatku heran, bukan suara pria melainkan wanita.

"Perasaan ini toilet laki-laki," pikirku, seraya menempelkan telinga ke tembok pembatas toilet. Memastikan, suara yang kudengar itu benar-benar suara wanita.

Suaranya menghilang.

Kriet!

Terdengar suara pintu toilet yang terbuka.

Tok! Tok!

Dua ketukan cepat terdengar di pintu toiletku. Cukup membuatku kaget.

"Mas, jangan suka ngintip," ucap Suara wanita di balik pintu.

"Saya gak ngintip, Mbak," sahutku.

"Tadi apa? Nempel-nempelin telinga ke tembok?"

Bagaimana dia bisa tau? Itu pertanyaan yang langsung muncul di benakku. Belum sempat bertanya dia malah berkata ....

"Kalau saya intip balik gimana?" tanyanya.

Kutatap area terbuka di bagian bawah pintu. Terlihat kaki wanita tersebut. Kotor dan pucat, tanpa alas kaki. Aku mulai curiga.

"Mas?" panggilnya. Kini suaranya terasa dekat. "Mas, di sini!"

Spontanku menatap ke atas pintu. Kepalanya muncul di sana. Mita! Dia tersenyum sambil menatapku yang masih buang hajat.

"Hua!" teriakku kaget, lalu menundukan kepala seraya membaca doa di dalam hati.

Tak lama suaranya menghilang. Buru-buru aku menyelesaikan buang air besar. Kemudian, berdiri di balik pintu toilet.

Kriet!

Kubuka pintu sedikit, lalu mengintip ke luar. Sepertinya Mita sudah benar-benar pergi. Posisiku kini sudah menempel dengan pintu, bersiap-siap untuk lari ke luar.

"Satu! Dua! Tiga!" Aku menghitung dalam hati, kemudian berlari ke luar toilet.

"Hua!" Aku kembali berteriak saat melihat seorang pria sedang berdiri di depan toilet. Kepalanya diperban melingkar. Terlihat sedikit noda berwarna merah.

Pria itu pun kaget saatku berteriak. Dia sampai melebarkan kedua bola matanya. "Ada apa, Mas?" tanyanya.

"Eng-gak ada apa-apa," balasku.

"Mas ruang IGD di mana, Ya?" tanyanya lagi.

Aku mengamati pria itu dari ujung kaki sampai kepala. Kemudian melihat jam yang melingkar di tangan, pukul 11 malam.

"Jam segini ada pasien nyasar?" pikirku.

"IGD, mari saya antar," ucapku.

Dia pun tersenyum. Kemudian, kami berjalan menuju ruang IGD yang sebenarnya tidak begitu jauh.

"Itu, Mas," ucapku sambil menunjuk ruang IGD yang sudah ada di depan mata.

"Makasih, Mas." Dia kembali mengurai senyum, lalu berjalan menuju ruang IGD. Sementara aku berbelok menuju lobi.

________

Aku berdiri di depan pintu rumah sakit. Belum berani kembali ke pos. Takut, sosok yang menyerupai Mas Karno masih ada di sana.

Beberapa saat kemudian, terdengar suara isak tangis di belakangku. Sontak aku langsung menengok. Ternyata suara itu berasal dari sepasang muda-mudi yang tadi naik motor. Mereka menangis di samping brankar, yang di atasnya ada tubuh seseorang yang sudah ditutupi kain putih.

"Kayanya korban kecelakaan tadi," pikirku, seraya bergerak ke samping. Memberi jalan untuk mereka.

Seorang petugas pria mendorong brankar itu sampai ke belakang ambulan. Kemudian dimasukin ke dalam. Tak lama, mobil ambulan itu menyala dan pergi meninggalkan rumah sakit. Sementara, sepasang muda-mudi tadi mengikuti dari belakang.

"Mas ngapain di sini?" tanya Seorang perawat yang tiba-tiba muncul di sampingku.

"Duh, Mbak. Ngagetin aja!" Hari ini entah sudah berapa kali aku hampir kena serangan jantung. Kutatap wajah perawat itu. Ternyata yang kemarin kuantar ke ruang melati. "Lagi pengen di sini aja, Mbak," elakku.

"Nanti posnya kosong, gak ada yang jaga," balasnya.

"Iya, Mbak. Bentaran juga saya balik ke pos. Tadi pengen liat aja, ada apa di ambulan."

"Oh, itu orang kecelakaan, Mas. Cuman sayangnya gak tertolong. Ada pendarahan di kepalanya."

"Oh ya, Mbak. Tadi, waktu saya abis dari kamar mandi. Ketemu laki-laki pake baju kuning. Kepalanya diperban terus ada noda merahnya. Kayanya pasien nyasar. Dia minta dianterin ke IGD. Saya cuman tunjukin aja tadi. Apa mbak ketemu sama orangnya?" ceritaku.

Perawat itu terdiam sejenak. "Mas beneran?"

"Iya, Mbak. Orang saya yang anter sampe belokan deket IGD."

"Celananya warna apa?"

"Kalau gak salah, warna biru."

"Astaghfirullah." Perawat itu tampak kaget.

"Kenapa, Mbak?"

"Berarti Mas ketemu korban kecelakaan tadi."

"Emang dia sempet ke luar ruang IGD?" tanyaku polos.

"Masa orang kritis bisa jalan-jalan sih, Mas."

"Berarti tadi saya ketemu siapa?"

"Saya gak tau, Mas." Wajah perawat itu berubah ketakutan.

"Berarti saya ketemu sama hantu korban kecelakaan dong?"

"Duh! Jangan dibahas, Mas. Saya jadi merinding. Saya masuk ke dalem dulu."

Perawat itu pergi ke dalam. Sementara aku masih bingung dengan kejadian malam ini. Entah akan ada kejadian apalagi nanti. Baru jam segini saja sudah tiga kali ketemu hantu.

Bersambung

Panggilan Telepon Dari Kamar Mayat [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang