{Sudah Terbit}
Fatiya tak mengenal siapa yang menjaganya secara posesif, yang ia tahu adalah laki-laki itu tulus menjaganya. Ke mana pun ia pergi akan selalu diikuti, bukan risih tapi terasa nyaman.
Tatapan teduh milik Ghibran terasa menenangkan hat...
Fatiya mengangkat handphonenya tinggi, mengarahkan kamera pada dirinya sendiri dan tersenyum. Saat ini ia sedang berada di halaman belakang rumah, bersama Dzaka yang tengah duduk sambil menyesap teh hangatnya. Sisi jahilnya berkobar.
Fatiya duduk dan bersandar pada Dzaka, kameranya terus menyorot. Tangan Dzaka melingkar di perut Fatiya agar perempuan itu tidak jatuh dari pangkuannya.
Tak peduli, Dzaka lebih memilih memeluk Fatiya. Ia mengantuk karena tadi malam harus begadang. Dzaka menatap Fatiya heran.
"Kamu nggak capek, Tiya?"
"Enggak, aku seger-seger aja tuh," balas Fatiya santai, ia kembali menyorot kameranya pada Dzaka. "Siapa suruh begadang, mana ngajakin aku pula."
Dzaka bergumam tak jelas, tangannya mengusap perut Fatiya lembut. Hatinya berharap banyak akan ada kabar gembira dari Fatiya.
"Uuuu, suami siapa sih manis banget," celetuk Fatiya tak bisa diam.
"Suami orang," celetuk Dzaka.
"Suami aku dong, punya aku!"
Dzaka terkekeh, ia menyandarkan kepalanya di bahu Fatiya. Tak mengerti kenapa perempuan itu suka sekali menyorot wajahnya melalui kamera.
Bukankah melihat secara langsung lebih keren?
Dzaka mengangkat Fatiya dan perempuan itu langsung mengalungkan tangannya ke leher Dzaka. Ia memeluk leher Dzaka senang, ternyata Dzaka tahu kalau Fatiya sedang malas bergerak.
Mereka berpindah ke kamar, duduk di atas karpet berbulu. Dzaka bersila dan Fatiya berada dipangkuannya, menghadap dirinya dengan senyum geli. Laki-laki itu menarik kedua kaki Fatiya agar memeluk pinggangnya.
Dzaka mendekat dengan tawa kecilnya, memeluk pinggang Fatiya yang mulai gugup.
Pipi tembem itu merona. Fatiya merasa pasokan udara di sekitarnya menipis, hatinya bergetar melihat senyum Dzaka begitu manis. Ia bersyukur kalau senyum itu hanya untuk dirinya sendiri.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Kening mereka beradu.
"Hati yang paling menakjubkan adalah hatimu, suara yang paling indah adalah bisikanmu, dan hal termanis dalam hidupku adalah mencintaimu," bisik Dzaka.
Tak tahan menatap manik hitam itu, Fatiya membenamkan wajahnya di bahu Dzaka malu. Ia bergumam tak jelas sambil tersenyum. Fatiya mendongak, manik cokelat itu berbinar.
"Tau nggak, A'a? Pertama kali ketemu aku kira kamu itu siswa nakal! Mana pake jaket lagi!"