chapter 1

1M 30.8K 1.7K
                                    

Memilih itu berarti sedang dihadapkan oleh dua pilihan. Tapi kalau dihadapkan oleh dua pilah tapi dari awal harus sudah dipilih. Apa itu artinya masih harus memilih?

*******

"Papa gak bisa kayak gini. Ini gak adil buat Ily," suara gadis itu bergetar memenuhi ruangan.

"Papa bukannya gak adil sayang. Tapi papa mencoba ngasih kamu pilihan."

"Papa ngasih aku pilihan dan Papa nyuruh aku milih? Ini bukan pilihan Pa."

"Sayang. Ini satu satunya cara. Ini semua demi kebaikan kamu."

Kali ini gadis itu tak menjawab. Ia terduduk disofa dengan masih terisak.

"Besok papa akan ke Jerman. Kalau kamu masih mau ketemu papa. Kamu harus lulus tahun ini. Kalau enggak, waktu kamu untuk ketemu papa akan semakin lama," sekarang suara lelaki itu melembut.

"Papa yakin kamu bisa ly. Demi papa, demi kamu. Papa tunggu kamu diJerman satu tahun lagi."

"Tapi Ily gak bisa pa. Papa mau tinggalin Ily sendiri?" Kini gadis itu menatap papanya nanar.

"Enggak. Papa sama sekali gak bermaksud ninggalin kamu sendiri. Kan ada bik Imah yang bakal jagain kamu."

Gadis itu kini hanya tertunduk. Mungkin kini dia hanya bisa pasrah untuk menerima keputusan papanya. Baiklah, dia akan menyusul papanya ke Jerman satu tahun lagi. Tapi apakah bisa? Ia menghela nafas panjang memikirkan itu.

***

"Prilly Latuconsina." Suara panggilan itu membuyarkan lamunan Prilly dikelasya.

"Ya Bu?"

"Setelah pelajaran ini kamu dipanggil bapak kepala sekolah keruangannya," ucap bu Ayu selaku guru biologi sekaligus wali kelas Prilly.

"Baik Bu."

Setelah pelajaran bu Ayu selesai, Prilly berjalan gontai menuju ruangan kepala sekolah. Sebenarnya ia sangat malas melakukaan hal apapun hari ini. Ini semua karna moodnya yang benar-benar.hancur karna papanya sudah terbang ke jerman.  Dengan perlahan Prilly mengetuk pintu ruang kepsek

"Masuk." Sahutan dari dalam membuat Prilly membuka pintu ruangan itu.

"Silahkan duduk Prilly," ucap sang kepala sekolah mempersilahkan. Prillypun duduk dikursi dihadapan kepala sekolahnya.

"Ada apa bapak memanggil saya kemari?" Tanya Prilly.

"Ayah kamu berpesan pada saya sebelum beliau pergi ke Jerman. Ayah kamu meminta saya mencarikan kamu rekan belajar agar kamu bisa lebih mudah dalam proses pembelajaran," jelas sang kepala sekolah membuat Prilly sontak terkejut. Karna sebelumnya papanya tidak pernah membahas ini.

"Jadi saya sudah memutuskan siapa rekan belajar yang pantas untuk mendampingi kamu."

"Siapa pak?"

"Seharusnya dia sudah ada disini ta.."

Tiba-tiba ada yang mengetuk pintu.

"Masuk," ucap pak kepala sekolah mempersilahkan.

"Maaf pak saya terlambat," ucap orang itu.

"Tidak apa-apa, silahkan duduk."

Prilly terbelalak mendapati siapa yang kini sedang duduk disampingnya. Aliando Syarief, anak paling pintar disekolah ini. Siapa yang tak kenal dia dan kejeniusannya? Anak yang sangat populer dengan wajah tampan, prestasi berlimpah dalam akademik maupun non akademik, tapi jangan berfikir dia seperti anak-anak jenius yang biasa diceritakan dalam film-film atau novel-novel dengan kacamata besar, celana besar atau rambut berponi. Dia jauh lebih stylis. Dia sungguh tampan. Tapi dia bukan tipe lelaki yang terlalu ramah, terlebih pada orang yang tdak terlalu ia kenal.

"Ini dia rekan belajar kamu," ucap sang kepala sekolah yang lagi-lagi membuat Prilly terbelalak. Namun kini Prilly tidak terbelalak sendiri, orang disampingnya juga tak kalah kagetnya dengan dia.

"Maksud bapak?" Tanya Ali.

"Jadi Ali, kamu disini ditugaskan untuk membantu Prilly agar ia bisa lulus dengan hasil yang baik"

"Tapi kenapa harus saya Pak?"

"Karna menurut saya hanya kamu yang mampu."

Ali melirik Prilly yang sedang tertunduk sejenak. Sebenarnya Ali sudah tak asing dengan nama orang disampingnya ini..ingat! Ia hanya tak asing dengan namanya, namun dengan wajahnya ini benar-benar asing menurutnya. Ali memang tidak terlalu banyak kenal dengan murid di SMA ini, terlebih kalau dia tidak pintar. Seperti Prilly, perempuan yang selama ini didengarnya memiliki kemampuan otak yang minim. Ali sebenarnya sangat menghindari orang-orang seperti Prilly. Namun ini adalah perintah dari kepala sekolah langsung. Mungkinkah dia menolaknya?

"Baiklah Pak. Saya akan mencoba." Prilly mendongakkan wajahnya menatap Ali tak percaya dengan jawaban laki-laki itu.

"Bagus Ali. Saya sudah duga kalau kamu tidak mungkin menolaknya. Dan saya yakin kamu pasti bisa."

"Baiklah Pak. Kalau begitu saya permisi," ucap Ali.

"Silahkan," Alipun berlalu dari ruangan itu tanpa menoleh ke Prilly sedikitpun.

"Kalau begitu kamu juga boleh kembali kekelas Prilly," ucap pak kepala sekolah yang dibalas anggukan oleh Prilly. Prillypun keluar dari ruangan itu.

***

"What?????? Pak kepsek nyuruh lo belajar sama Ali?" Suara melengking Una membuat Prilly harus membekap mulut gadis itu.

"Eh ini tuh kantin bukan stadion. Jadi lo gak perlu teriak-teriak gitu," omel Prilly.

"Oke oke.. tapi yang lo ceritain itu beneran?" Tanya Una meyakinkan dan dibalas anggukan oleh Prilly.

"Wah lo beruntung banget bisa belajar bareng Ali."

"Berutung? Ini namanya musibah. Lo kan tau gimana Ali, dan lo tau gimana gue. Ali dan gue kayak mata sama telinga. Gak akan pernah saling pandang walaupun jaraknya dekat, dan gak akan merasa saling ada walaupun sebenarnya ada".

"Ya gue tau sih. So lo terima?

"Mau gimana lagi? Demi ketemu papa di Jerman gue harus lakuin ini," kini tekat gadis itu menjadi menggebu-gebu

Haiiiii haiiiii :) cerita baru nih :D jangan lupa selalu tinggalin jejak berupa vote dan comment :) biar bikin author semangat nulisnya :)

LOVE IS LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang