Chapter 3 - Kenangan Yang Muncul Kembali Ke Permukaan

56 16 37
                                    

"Acar timun, telur gulung, sup kental iga sapi, bayam rebus," gumam Ara pelan sambil memeriksa menu sarapan yang baru saja ia tata di meja.

"Sudah lengkap," ujar Hee Yul sambil tersenyum. Ia lalu menyusun empat set mangkuk nasi dan mangkuk sup, serta sumpit di sisi meja persis seperti posisi makan mereka semalam.

"Ah, Bibi," ujar Ara malu, lalu berdiri dengan salah tingkah. Ia kemudian mengisi gelas dan menyusunnya di dekat sumpit yang disusun Hee Yul.

"Selamat pagi, Ara," sapa Kwang Hee yang baru saja muncul di meja makan. Pria itu sudah berpakaian rapi dengan kemeja dan celana kainnya.

"Selamat pagi, Paman," ujar Ara sambil membungkukkan badan.

"Wah, aromanya lezat sekali," puji Kwang Hee seraya menarik kursi di kepala meja.

"Ara membantuku menyiapkan ini semua," puji Hee Yul sambil melepas celemek. Ia kemudian meraih mangkuk nasi suaminya dan mengisinya dengan nasi.

"Ayo duduk, Ara. Kenapa malah berdiri di situ," ujar Kwang Hee.

"Eh, iya." Ara pun segera bergeser ke posisi yang menjadi tempat duduknya dan menarik kursi untuk duduk.

"Selamat pagi, Eomma, Appa." Seonho muncul tak lama kemudian.

Ara meliriknya takut-takut. Seonho juga sudah tampak rapi mengenakan blazer berwarna dark oak serta kaus hitam di dalamnya dan celana kain hitam sebagai bawahan. Dia benar-benar tampak lebih dewasa dari bertahun-tahun lalu. Laki-laki itu langsung menarik kursi untuk duduk di samping ayahnya, persis berseberangan dengan posisi duduk ibunya.

Hanya menyapa ayah dan ibunya. Ara hanya bisa membatin melihat sikap Seonho padanya. Ya, memangnya apa yang ia harapkan setelah kejadian semalam? Basa-basi dari pria itu?

"Pagi," jawab Hee Yul dan Kwang Hee bersamaan.

Kedua orangtua itu tidak menyadari bahwa putra mereka tidak menyapa Ara sama sekali. Sapaan Seonho tadi bertepatan dengan Hee Yul yang menyerahkan mangkuk nasi ke tangan Kwang Hee, dan tampaknya fokus keduanya terlalu berpusat ke mangkuk tersebut.

Hee Yul lanjut mengisi nasi untuk Seonho dan Ara, lalu untuk dirinya sendiri. Baru setelah itu ia duduk dan mereka pun mulai menikmati sarapan bersama-sama.

"Semalam ayahmu sudah memberi kabar kan, Ara?" tanya Kwang Hee. "Bagaimana kabarnya?"

"Iya, Paman. Dia baik," jawab Ara. "Atau begitulah yang dikatakannya." Wajah Ara mendadak berubah sendu.

Hee Yul memandang suaminya dengan tatapan memberi peringatan, lalu Kwang Hee langsung menyadari kesalahannya karena sudah bertanya seperti tadi.

"Jangan sedih, Ara. Ayahmu adalah pria tangguh. Kau tidak perlu khawatir padanya," ujar Kwang Hee. "Percayalah, ayahmu akan baik-baik saja."

"Iya, Paman," jawab Ara sambil tersenyum tipis. Meski sebenarnya ia masih khawatir, rasanya tidak pantas menunjukkan wajah murung di hadapan keluarga ini. Apa lagi di pagi hari seperti saat ini. Ara hanya bisa berdoa semoga saja kondisi ayahnya memang seperti yang dikatakan Kwang Hee barusan.

"Ayo makan yang banyak, Ara," ujar Hee Yul mencoba mengganti topik. "Kita butuh energi untuk melakukan banyak hal hari ini."

"Melakukan banyak hal?" ujar Ara tak mengerti.

"Ya, aku akan mengajakmu keluar untuk jalan-jalan. Kau pasti rindu dengan kota ini kan," ujar Hee Yul masih dengan senyum ramahnya.

Kepala Seonho yang sejak tadi fokus pada sarapannya sedikit terangkat mendengar ucapan ibunya. Ara melihat itu tadi karena mereka duduk di posisi yang berseberangan, meski tidak saling berhadapan secara langsung.

Incheon Story: Beautiful GoodbyeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang