Bab 23

32.4K 5.1K 370
                                    

Vote kita masih sama, view makin sedikit. Tak apa~ berarti banyak yang ghosting.

****

Mungkin ini akan sedikit beralih kesan, tapi Fatiya tak keberatan akan hal itu. Saat ini dirinya sedang menunggu di halte bersama Resya, perempuan manis itu menatap sekitar waspada, ia menatap handphone sejenak. Dzaka akan menjemputnya dalam kurun waktu 5 menit dari sekarang.

"Sya, kamu pulang sama siapa?" tanya Fatiya.

"Sendiri, gue mau nungguin lo pulang dulu. 'Kan gue dijemput sopir," balas Resya tersenyum tipis.

"Telpon dulu gih sopir kamu, biar datengnya barengan sama Ghibran." Fatiya kembali mengecek handphonenya.

"Udah kok, lo tenang aja."

Tak semudah itu untuk tenang, Fatiya tak bisa meninggalkan Resya dengan raut wajah sedih itu. Yang dilakukan Farhan memang tak seberapa, tapi Resya begitu terluka. Dari awal Resya dan Farhan bukanlah urusan Fatiya, ia hanya bisa memberi nasihat dan semangat untuk Resya.

Resya menatap jalanan yang sedikit sepi, hujan mengguyur kota dengan rintiknya yang ringan. Awan tengah bersedih dan hujan turun sebagai bentuk rasa sedihnya. Resya memejamkan matanya perlahan.

"Sya, aku pulang dulu. Ghibran udah dateng." Fatiya menunjuk Ghibran yang tengah membuka pintu mobil.

Resya mengangguk dengan senyum terpaksa, ia menunjukkan handphonenya pertanda sedang menghubungi sopirnya. Fatiya tersenyum canggung, ia menghampiri Ghibran dan langsung masuk ke dalam mobil.

"Dza, aku khawatir sama Resya," ucap Fatiya begitu Dzaka masuk ke dalam mobil.

"In Syaa Allah masalah mereka cepet selesai."

"Farhan bakal datengkan?"

"Iya, Tiya."

Fatiya gemas, ia merasa hawa di sekitar Resya itu kelam. Duduk di sampingnya saja membuat Fatiya resah bukan main, sulit mencari topik sama orang yang perasaannya sedang kacau balau.

"Bagaimana kalo kita wujudin keinginan Bunda?" Dzaka tiba-tiba mengubah topik.

Fatiya menyipit curiga, tiba-tiba saja ia merasa terancam dengan senyum tipis Dzaka. Ia mengalihkan perhatiannya pada Resya, di sana sudah ada Farhan yang tengah menyapa sahabatnya.

"Ayo, kita pergi. Besok ditunggu kabarnya dari Farhan," ucap Dzaka.

Ya. Mereka berdualah yang merencakan agar Resya dan Farhan segera menyelesaikan masalahnya sesegera mungkin.

****

Dzaka : Han, ke halte SMANSA sekarang. GPL!

Manik hitam itu bergulir, menatap malas pesan dari sahabatnya. Tangannya mengotak-atik benda itu dan menyimpannya dalam tas. Farhan melangkah ke halte dengan penuh rasa bimbang, ia punya firasat buruk.

Pandangan Farhan yang awalnya menunduk, langsung mendongak saat seorang perempuan memanggilnya. Farhan melotot dan mengucek matanya.

"Resya?"

"Iya, h-hai, Farhan!" sapa Resya canggung.

Tidak, Dzaka pasti bercanda mengajaknya bertemu Resya di halte, bukan? Saat menoleh ke belakang ia bisa melihat mobil Dzaka yang melintas cepat membelah keramaian.

Tak punya pilihan, Farhan menatap Resya. Perasaan Farhan tak enak, kenapa jadinya begini?

"Hm? Mau ngomong apa lo?"

(Bukan) GhibranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang