(SELESAI)☑️ Part lengkap ☑️
Dilahirkan kembar bukan berarti mempunyai nasib yang sama juga bukan?
Seperti kisah Auriga dan Agharna, saudara kembar yang terpaksa berpisah tanpa saling mengenal. Kehidupan Auriga nyaris sempurna, berbanding terbalik de...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Pagi ini hujan tidak berhenti turun membasahi bumi. Agharna tidak suka hujan. Banyak momen menyedihkan yang terjadi ketika hujan tiba. Bagi Agharna, hujan sama halnya dengan air mata, menyisakan luka. Kenangan di saat dirinya ditinggalkan dan dibuang terekam jelas saat hujan turun. Dinginnya hujan membuat luka tak kasat mata itu perih luar biasa.
Tidak ada yang bisa dilakukan Agharna hari ini. Badannya menggigil kedinginan. Hujan memang selalu membawa rasa dingin yang luar biasa bagi Agharna. Hal itu menambah ketidaksukaan nya pada hujan. Agharna memeluk tubuhnya, berusaha mencari titik hangat dalam dirinya. Tapi tetap saja rasa dingin yang menyerang tubuhnya.
'Kenapa hari ini dingin datang lagi? Agha gak kuat...'
Salahkan dia tidak memiliki selimut di gubuk kecil ini. Agha tidak punya sesuatu yang bisa menghangatkan dirinya sendiri. Dia butuh kehangatan saat ini, sangat butuh. Tubuhnya meringkuk di atas dipan. Dingin di sekujur tubuhnya membuat dirinya tidak bisa berpikir apa-apa selain cara menghangatkan dirinya.
'Kenapa dingin terlalu jahat pada Agha hari ini? Dingin kan tau Agha ga punya sumber buat menghangatkan diri Agha.'
'Agha tau dingin mau temani Agha, tapi Agha lagi ga mau sama dingin.'
'Dingin pergi dulu ya? Nanti datangnya kapan-kapan.'
'Hujan juga tolong berhenti dulu ya, Agha bukannya benci hujan. Tapi Agha ga mau ada hujan.'
Agha terus berusaha untuk membuat pikirannya tenang di kondisi seperti ini. Dia cuma punya dirinya sekarang, hanya dirinya seorang. Kemaren-kemaren ada Ibu Panti yang datang padanya membawakan susu coklat hangat, membawakan tambahan selimut untuk Agha, memeluk Agha biar bisa tenang. Sekarang hal itu tidak ada lagi. Dia harus membiasakan diri dengan itu.
Sekuat tenaga Agha memeluk dirinya sendiri, tapi sekuat itu juga rasa dingin memeluk dirinya. Dingin yang membuat tubuhnya tidak berdaya. Dingin yang membuat dadanya sesak. Dingin yang membuat semua lukanya menganga. Sakit dan perih.
Agha berusaha berdiri, berusaha mendekati letak tungku yang ada di gubuk ini. Dia meraba-raba dinding, mencari dimana dia menyimpan korek api. Kalau pelukan, susu coklat panas, ataupun selimut tidak ada saat ini, maka api mungkin bisa memanaskan dirinya.
Dia duduk meringkuk di depan tungku yang sudah dia nyalakan apinya. Duduk meringkuk sambil menunggu hangatnya api menjalar ke tubuhnya. Sampai badannya mulai merasakan kehangatan dan dingin pergi dari tubuhnya.
Cukup lama Agha duduk meringkuk di sana. Memeluk tubuhnya sendiri sambil menenggelamkan wajahnya di antara kedua lututnya. Perlahan badannya berangsur menghangat, wajahnya juga tidak sepucat tadi. Napasnya kembali membaik, tidak seberat tadi di saat dia kedinginan, badannya juga gak kaku-kaku banget dibanding beberapa menit yang lalu. Agha harusnya sudah terbiasa dengan kondisinya yang seperti ini. Fase ini akan terus terjadi, apalagi sekarang sudah memasuki musim hujan.