79

48K 4.9K 607
                                    

"Kamu mau apa? Biar aku beliin."

Haechan menggeleng, ia tidak butuh apa-apa, hanya ingin Mark bersama dengannya. "Gak ada, mau kamu aja, sini." Kata Haechan. Ia memberikan gestur lewat tangannya agar suaminya itu mendekat, Haechan menyuruh Mark untuk berbaring di sebelahnya.

Mark menuruti, naik keatas ranjang Haechan dengan hati-hati. Jam sudah menunjukkan pukul 11 malam dan Haechan sudah kembali merasakan kontraksi.

Mark memeluk Haechan dari belakang, mengusap pelan perut milik sang istri sedangkan Haechan sendiri hanya memejamkan mata, berusaha untuk menahan rasa sakitnya.

"Kamu kalo mau minta bantuan aku ngomong aja, aku di sini buat kamu."

Haechan mengangguk, turut serta mengusap perut miliknya yang kian jam kian bertambah rasa sakitnya. Haechan kemudian menoleh, ia ingin melihat wajah suaminya, sepertinya malam ini Haechan ingin banyak berbincang dengan Mark.

"Mau ngapain?"

"Ngadep ke arah kamu."

Mark panik, "sebentar By, aku berdiri dulu. Susah nanti kamu, kayak badan kecil aja kamu tuh."

Plak

"Gak usah ngejek ya, aku gini juga gara-gara kamu!"

Mark terkekeh, ia sudah turun dari ranjang, sedangkan Haechan dengan pelan mengubah posisinya dibantu oleh Mark juga. Setelah posisinya pas, Mark baru naik kembali.

"Mark.. nanti kalo jenis kelaminnya gak sesuai sama apa yang kamu mau, jangan marah ya?"

Mark menggeleng, "ngapain harus marah? Apapun yang dikasih Tuhan itu adalah anugerah. Kalau emang belum dapet cewek atau gak cowok besok-besok kan bisa buat lagi."

Bugh

"Loh kok dipukul sih." Kata Mark setelah merasakan Haechan memukul dadanya dengan pelan.

"Ngelahirin juga belum udah ada rencana bikin lagi aja, gila kamu tuh emang."

Mark tertawa, "gapapa, persiapan dari sekarang. Ya dek ya? Biar adek gak kesepian dirumah." Mark mengelus perut Haechan kembali. Sedangkan Haechan sendiri sudah memeluk Mark lebih erat lagi. Menyembunyikan wajahnya di balik dada bidang sang suami.

"Hiks.. sakit banget." Lirih Haechan ketika perut bagian bawahnya, ah bukan bahkan Haechan merasakan seluruh tubuhnya merasakan sakit semua. Mencengkram kaos yang Mark gunakan, Haechan mengigit bibir dalamnya cukup kuat.

Mark sendiri langsung saja mengecup pucuk kepala Haechan ketika mendengar isakan yang Haechan keluarkan. Ia mencoba untuk tidak panik sama sekali walaupun sebenarnya Mark sangatlah panik karena tidak tega melihat Haechan kesakitan seperti ini.

Mengusap punggung Haechan sampai ke pinggang nya, Mark melakukan hal itu atas saran suster yang tadi memberitahukan padanya. "Yang kuat ya? Demi anak kita."

Haechan mengangguk, menyelipkan wajahnya pada ceruk leher Mark, mencoba mengatur nafas agar dapat mengontrol rasa sakit akibat kontraksi palsu tersebut. Kata dokter Kun tadi sih begitu, tidak tahu kapan kontraksi betulan yang akan ia lewati nanti. Mungkin sakitnya akan lebih parah dari ini.

"Hiks, kamu gak akan marah kan kalo aku ngerepotin kamu?"

Mark dengan tenang mengecup Haechan kembali, ia mengatakan tidak, sebab atas dasar apa ia marah kalau Haechan memang benar-benar membutuhkannya. Mark malah akan marah pada dirinya sendiri karena tidak bisa berguna untuk Haechan nantinya.

"Besok jangan kuliah ya? Sama aku aja di sini." Rengek Haechan masih dengan isak tangisnya yang tersisa.

"Iya sayang, gila kali aku ninggalin kamu pas mau lahiran begini."

[END] Not Innocent {Markhyuck}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang