CHAPTER 30

139 14 1
                                    


Malam harinya Ala berjalan dengan kesal dan kaki yang dihentakkan. Dirinya mendengus dan menyilangkan tangannya lalu duduk di kursi yang sudah disediakan di taman. Dia tak henti-hentinya mengomeli Shila dan memandang langit gelap dengan tenang. Pasalnya camilan yang ia bawa dihabiskan oleh cecunguknya itu.

Sedangkan Aldo yang akan menyusul Ala malah terhenti karena menendang buket bunga seperti yang pernah ia lihat di rumah Ala. Menautkan alisnya dan mengambil benda tersebut dengan hati-hati. Bunga itu terletak tak jauh dari pintu tapi kenapa Ala tak melihatnya tadi? Aatau malah mengabaikannya?

"Ini dari siapa sih? Kok gue lihat ini lagi?" tanya Aldo yang terus bertanya-tanya.

"Jangan-jangan Arvin lagi?"

Aldo menoleh ke sekitar tempat itu tapi tak menemukan apapun. Hanyalah suara jangkrik dan kunang-kunang yang saling bersahutan di udara. Aldo hendak menaruh kembali buket bunga itu ditempat semula tapi tak jadi setelah di pikir-pikir. Membuka note yang selalu di simpan di tumpukan bunga dan membacanya. Sudut bibirnya menarik sedikit lalu mengangguk licik. Menyimpan di balik punggungnya dan menghampiri Ala yang terduduk di taman sendirian. Dia berdiri di samping kursi sang empu dan menyodorkannya.

"Cinta bukan tentang jarak. Namun tentang hati yang tak bisa dibohongi. Seperti aku yang sudah mencintaimu sejak dulu, will you be my girlfriend?" Aldo berucap dengan senyuman di wajahnya membuat Ala yang menautkan alisnya menoleh ke samping.

Bola mata Ala melotot kala melihat itu Aldo dan membatin, Jadi selama ini Aldo yang selalu ngirimin bunga? Tapi kenapa malah sembunyi-sembunyi dan baru memberi sekarang?

Ala sedikit terpesona, ia tak menyangka sudah menaruh hati pada bunga yang malah ditujukan oleh Aldo. Hatinya terasa tak senang tapi kenapa memaksakan untuk menerima. Tangannya terulur meraih buket bunga tanpa berbIcara sedikitpun, menarik dan membaca isi surat itu yang memang sama. Tapi tak ada ucapan pada kalimat terakhir, jantungnya berdegup kencang dan menoleh ke asal orang itu lagi.

"Gue... Gue... Gue gak atau, gue butuh waktu," tukas Ala cepat dan langsung pergi ke dalam Villa.

"Oke gue tunggu love you," teriak Aldo saat Ala sudah jauh.

Aldo duduk di kursi tempat Ala duduk tadinya. Menghela napas lega dan pikirannya terus berputar untuk mencari sesuatu yang pas. Senyumannya tak memudar sedikitpun tapi senyum itu seperti ada yang janggal. Aneh!

"Satu langkah lagi gue dapetin lo Al dan gue gak akan lepasin lo begitu aja," ujar Aldo mengeluarkan ponselnya. Mengetikkan sesuatu lalu menyimpannya kembali.

-o0o-

Di pagi harinya, Ala masih memeluk buket bunga yang diberikan Aldo padanya. Terbangun karena tendangan maut Shila yang membuatnya jatuh ke lantai. Mendengus dan mengelus pantatnya yang sangat nyeri bin panas itu.

"Gausah pake tendang bisa gak sih tu anak, kek pemain sepak bola aja," gumam Ala ketus.

Ala beralih memandang bunga di depannya pikirannya kembali berangan-angan mungkinkah memang Aldo lah yang mengirimkan benda tersebut. Keningnya berkerut dan kembali seperti semula karena hatinya sudah tetap berada pada buket tak atau asal usulnya. Segera memeluk dan mandi sembari bersenandung kecil.

Selepas mandi Ala keluar ruangan berniat pergi mendaki bersama teman-temannya. Menghela napas panjangnya dan menikmati udara segar di pagi hari yang membosankan. Semuanya terlihat menyegarkan tapi tak berselang lama, alarm bahayanya muncul kembali. Menoleh ke segala arah tapi tak menemukan siapapun kecuali Aldo, jantungnya berpacu cepat bukan karena jatuh cinta tapi karena gugup akan kejadian tadi pagi.

Althais [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang