Bab 13

35.3K 5K 537
                                    

Pemilik manik hitam segelap malam itu menatap sendu ke arah langit, hatinya bertambah sedih tiap menitnya. Dzaka baru saja terbangun tepat jam 3 pagi, laki-laki itu beranjak mengambil air wudhu dan sholat tahajud.

Dalam sujudnya ia menangis, lama Dzaka sujud dengan derai air mata yang membasahi sajadah. Dalam doanya pun tak lepas dari Fatiya, Dzaka curhat pada Allah tentang segalanya. Hanya pada-Nya ia bisa meminta dan berkeluh kesah.

Bunda yang sedari tadi melihat di balik pintu terenyuh mendengar curhatan anaknya, ia masuk ke dalam kamar Dzaka setelah anaknya selesai melipat sajadah.

"Dzaka, anaknya Bunda tercinta," lirih Bunda.

"Bunda?" Dzaka terkejut mendapati Bunda sedang sedih. "Bunda, kenapa? Ada yang jahatin Bunda, ya?"

Bunda menggeleng pelan, memeluk anak semata wayangnya erat. Dzaka bingung, namun membalas pelukan Bunda tak kalah erat. Hatinya sedikit lega setelah sholat tahajud tadi, sebisa mungkin mengatur raut wajahnya agar Bunda tak khawatir dengannya.

"Bunda kenapa, hm? Mau Dzaka beliin martabak? Biasanya pagi gini ada, martabak manis seperti Bunda!"

Bunda terkekeh, matanya menatap Dzaka dengan penuh kekhawatiran. Tangannya mengelus rambut Dzaka dan mencium pipinya sayang.

"Kamu ada masalah sama Fatiya?" tanya Bunda serius.

Dzaka menggeleng, secara jelasnya cuma kesalahpahaman yang terjadi di antara mereka. Fatiya tidak tahu siapa dirinya, hanya itu saja.

"Nggak kok, Bunda."

"Bunda nggak mau nunda lagi, besok bilang kalo kamu itu suaminya. Bunda nggak mau kamu nangis kayak tadi."

Dzaka tak bisa berkata-kata, ia ketahuan menangis? Padahal baru kali ini ia menangis sesedih itu dan ternyata ketahuan oleh Bunda. Lain kali Dzaka harus mengunci pintu rapat-rapat.

"Bunda tenang aja, Dzaka bakal bilang sama Fatiya tapi nggak dalam waktu dekat ini."

"Kenapa nggak besok aja? Kenapa harus nunda terus?" Bunda menatap Dzaka heran.

Dzaka mengusap dagunya sejenak, Bunda bisa marah kalau ia mengeluarkan kalimat yang tak masuk akal. Dzaka tahu kalau Bunda meminta seperti tadi karena dirinya, tapi Dzaka tidak bisa.

"Bunda, Dzaka bakal bilang kebenarannya kalau Dzaka dan Fatiya sudah saling mencintai. Kalau besok Dzaka bilang, yang ada Fatiya bakal benci dan malah menjauh. Fatiya lebih rumit daripada apa yang dibayangin Bunda."

"Saat ini cuma Dzaka yang punya perasaan lebih jelas, Fatiya masih abu-abu."

Bunda menghela napas, ia tidak lagi memaksa Dzaka untuk yang bukan urusannya. Bunda hanya bisa memberi semangat dan motivasi agar Dzaka terus bersabar.

"Semangat, ya, Nak! Doa Bunda terus menyertaimu."

****

Manik-manik yang berjumlah 33 butir dengan benang-benang halus di ujungnya itu menarik perhatian Resya. Persis seperti gelang hiasan karena letaknya berada di tangan Fatiya.

"Tiya, ini apa?" tanya Resya menunjuk benda di pergelangan tangan Fatiya.

"Tasbih."

"Hah? Buat apa?" tanya Resya heran.

"Buat dzikir, kalo bosan atau lagi suntuk aku dzikir sambil gunain tasbih."

Resya mengerutkan keningnya lebih dalam, ia baru tahu kegunaan benda yang di tangan Fatiya.

(Bukan) GhibranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang