26

28 16 6
                                    

BAGIAN DUA PULUH ENAM

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

BAGIAN DUA PULUH ENAM

Bohong, ia tidak baik-baik saja.

***

"Salah! Apa yang lo lakuin adalah kesalahan! Berdosa banget sih, lo, Ga. Nyebut Langga!"

Langga berdecak kesal. Ia datang ke mari untuk sebuah saran, bukan sebuah ceramah dari Dean. Ketika meninggalkan area sekolah, Langga segera mampir ke rumah Dean untuk menenangkan pikirannya sekaligus meminta saran pada Dean, namun tetap saja ekspetasi tak seindah realita.

"Dean—"

"Gue nggak ngerti lagi sama lo, Ga. Bisa-bisanya persaingan sehat lo sama Dirga berakhir kayak gini. Gue nggak mihak lo atau Dirga, tapi tetep aja gue kesel."

"Lebih kesel gue yang lo potong terus!" Langga menaikkan suaranya, kesal. Langga belum selesai bicara, tetapi Dean yang selalu memotong pembicaraannya membuatnya kesal.

Dean mendesis. "Kasian banget sahabat gue dari bocah." Dean menggelengkan kepalanya pelan sambil menepuk keras kepala Langga yang mengaduh pelan. Cowok itu langsung menepis tangan Dean.

Kamar bernuansa navy milik Dean lengang untuk sesaat. Pemandangan di dalam kamar tersebut tak mengenakkan karena banyak pakaian yang ia letakkan di sudut kamar tanpa terlipat, atau ranjangnya yang berantakan, rak buku yang berdebu karena lama tak tersentuh, meja belajarnya penuh dengan tumpukan buku pelajaran mengingat ujian tengah semester yang hanya tinggal menghitung hari, controller game yang berserakan di lantai, dan satu-satunya tempat yang rapi serta mencolok hanyalah rak putih di sudut kamar yang memajang figurin dan kaset video game. Kesimpulannya, kamar Dean tampak tak layak pakai.

"Dean," panggil Langga pelan.

"Apa? Mau minta saran apa?"

"Kali ini dengerin gue dulu."

Dean menatap Langga yang duduk di atas ranjangnya dengan ekspresi serius, bersiap mendengarkan.

"Gue kan udah bilang kalau gue mau udahan sama Dasha. Nah itu ada lanjutannya, Dean. Lo baru denger setengah udah main motong aja." Langga menggebu kesal.

Dean nyengir lebar. "Ya maap."

Langga menghela napasnya, mengabaikan balasan Dean. "Bukannya tanpa alasan kalau gue harus udahan sama Dasha. Gue dipaksa sama bokap gue buat udahan sama Dasha atau gue bakal ditransfer keluar negeri." Langga mengurut pelipisnya frustrasi. "Ada-ada aja emang Pak Ari ini."

"Jadi kenapa lo nggak kasih tahu yang sebenernya aja sama Dasha kalau lo harus udahan sama Dasha karena dipaksa, dan kalian bisa pura-pura aja udahan. Bisa aja Dasha ngerti dan nggak akan jadi begini," balas Dean, menaikkan sebelah alisnya.

"Masalahnya adalah ... kayaknya bokap gue punya mata-mata," ujar Langga sambil menurunkan suaranya.

"Hah? Bokap lo nyewa mata-mata?!" Berbeda dengan Langga yang menurunkan suaranya, Dean justru malah menaikkan suaranya. Langga langsung melempar Dean dengan bantal yang mengenai wajahnya, ia menggerutu meski berakhir meminta maaf. "Jadi bokap lo nyewa mata-mata?" tanya ulang Dean dengan berbisik.

Believe [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang