Tersenyum lemah mengetahui kenyataan yang ternyata agak memalukan "Maaf,"

Melambaikan tangannya sebagai isyarat bahwa semua tak masalah "Bukannya nyalahin lo, lagian siapa juga yang sengaja jatuh biar pingsan. Ini dunia nyata dan bukan sinetron apalagi kisah novel. Gue nggak bermasalah sama kecelakaan kecil lo. Bukan itu letak masalahnya, tapi fyi, tadi awalnya lo pingsan. Nah abis luka lo dijahit___"

"Lukanya dijahit?" ucapku memotong ucapannya karena ngeri membayangkan bekas lukanya.

Kak Salma memutar bola mata malas dan berdecak lalu menjawab, "Emangnya mau tuh jidat lo bolong? Berasa sekolah kita sekolah zombie apa, punya penampakan guru yang bocel-bocel nyeremin wajahnya. Hadeeeh..."

Tersenyum lemah mendengar perumpamaanya "Berapa jahitan Kak?" tanyaku sambil berusaha tegar menerima kenyataan bahwa mukaku tak mulus lagi. Kalau gini, makin jauh aja sama licinnya muka Song Hye Kyo. Padahal aku rajin perawatan biar punya kulit licin jadi semut aja bakal kepleset waktu nggak sengaja jalan di kulitku.

"14 jahitan!"

"APAAA??? ... Auuuww..." teriakku kaget kemudian meringis karena rasa pusing menyengat kepalaku terasa lagi.

Astaga, masa iya kenang-kenangan yang aku dapatkan itu berupa bekas luka di dahi sepanjang 14 jahitan. Setelah menjadi Malin Kundang versi cewek ternyata aku sepertinya akan menjadi Monster Frankensten versi cewek juga. Takdir macam apa ini Gusti...

"Santai aja mukanya! 14 jahitan itu bukan karena lukanya panjang tapi lukanya dalam. Jadi 8 jahitan di dalam dan 6 jahitan di luar." Menyeringai sesaat sebelum melanjutkan "Lo tahu nggak dokternya masa nanya, lo udah nikah atau belum? Astaga Gue sampe nganga dengernya. Gue pikir dia lagi ngerayu ternyata eh ternyata, alasanya itu adalah kalau belum nikah dia bakalan pakai benang paling kecil yang ada biar bekas lukanya nggak terlalu mengganggu penampilan. Cuma yaa memang agak mahal sih... hihihi... Kocak banget dokternya, mana ganteng lagi! Auto salfok kan gue. Rey lewat kalau dibanding sama dokter itu."

"Hidupku kok berasa action komedi sih, Kak?" Mengedarkan pandanganku pada ruang rawat inap yang lumanyan mewah. "Tapi kalau cuma dijahit, kenapa harus di ruangan rawat inap macam ini, Kak? Di IGD aja udah cukup kayaknya? Pake diinfius segala lagi!"

"Infus itu mungkin karena lo cedera sampai pendarahan, dehidrasi juga dan tekanan darah lo rendah banget tadi... Kayaknya sih gitu yaa atau biar mirip kayak orang sakit aja lah..." ucapnya tentu diakhiri dengan kekehan.

"Ckckck" decakku mendengar perkataan terakhirnya.

"Kalau soal ruangan VVIP ini tentu atas prakarsa Nyokap lo!"

"MAMA DISINI?" tanyaku terkejut untuk yang kedua kalinya dan mengabaikan perkataannya yang lain.

Jangan-jangan aku dalam keadaan koma selama berkelana di zaman Singasari. Seperti kisah yang pernah aku tonton bahwa seseorang yang koma, maka jiwanya bisa berkeliaran kemana-mana. Mungkin karena jiwaku terlalu absurd maka dibanding mengikuti pria ganteng yang bisa melihat arwah seperti di film atau di novel. Aku malah time traveler ke Kerajaan Singasari.

Jujur, aku bingung harus bersyukur atau malah mengumpat atas semua pengalaman aneh itu. Hmm... atau malah mesti keduanya sekaligus. Menutup mataku dan berusaha melupakan petualanganku karena aku kembali ingat orang itu. Lupakan... lupakan dia Linda... kamu pasti bisa, Ganbatte Kudasai!!! sugestiku pada diri sendiri.

"Mama lo bentar lagi datang kayaknya. Tadi waktu di museum, ponsel lo bunyi terus jadi gue angkat. Mau bohong, tapi gue nggak berani jadi yaa gue ceritain semuanya. Waktu di IGD, Tante Jani telepon lagi dan minta lo dirawat aja sekalian untuk Medical Check Up katanya. Adanya kamar ini, terus Tante setuju yaa jadi viola... lo di rawat di sini minimal sampe besok! Ternyata jadi anak sultan Bandung begini yaa, jatuh kejedot aja auto Medical Check Up... Hahaha..."

SINGASARI, I'm Coming! (END)Where stories live. Discover now