Bermodal selembar kertas berisi rekap pelanggaran siswa, Chesa berjalan mantap menuju ruang BK. Keputusannya sudah bulat. Ia akan melaporkan poin pelanggaran siswa pada bu
Retno sekarang juga. Biar saja Aksa CS akan mendapat surat teguran setelahnya.
Chesa memelankan langkah. Pandangannya tertuju pada seseorang yang tampak mencolok dengan rambut merahnya. Cowok itu berjalan di antara kerumunan siswa yang sedang berlalu lalang pada jam istirahat. Chesa heran mengapa Aksa keras kepala sekali dan tidak mau menurut dan mematuhi peraturan sekolah? Bila begini terus, Chesa yakin cowok itu akan dikeluarkan dari sekolah tidak lama lagi.
"Baiklah!" Chesa melanjutkan langkahnya dengan tegas. Bukan untuk menemui Bu Retno di ruang BK, tetapi memberi kesempatan sekali lagi pada Aksa. Kalau cowok itu memintanya untuk mengurangi sedikit poin pelanggaran sebelum Chesa melaporkannya pada Bu Retno dan berjanji tidak akan melanggar lagi, Chesa akan berbaik hati untuk memberinya kelonggaran.
Chesa sudah berada tepat di belakang Aksa. Sebelah tangannya tampak ragu untuk menyentuh punggung tegap itu. Terbayang di kepalanya sikap dingin Aksa. Ia pasti mendapat bentakan keras jika berani menyentuh cowok itu.
Chesa mengurungkan niat. Ia kini menyejajarkan langkahnya dengan Aksa.
"Sebelum aku kasih rekap pelanggaran ini ke Bu Retno, Kakak mau lihat dulu? Kakak urutan pertama loh."
Seolah sudah mulai terbiasa, Aksa tidak peduli Chesa yang sering muncul untuk menegurnya. Cewek itu selalu saja membahas poin pelanggaran. Membuatnya jengkel saja. Diliriknya tak acuh lembar kertas yang disodorkan Chesa padanya. Melirik pun enggan apalagi disuruh melihatnya.
"Kakak nggak takut kalo aku laporin pelanggaran Kakak ke Bu Retno? Kakak bisa aja dikeluarin dari sekolah loh. Orang tua Kakak pasti bakal sedih banget."
"Gue nggak peduli! Jangan ganggu gue!"
"Karena aku baik hati. Aku akan kasih kesempatan sekali lagi. Kalo seandainya Kakak minta secara baik-baik sama aku untuk memanipulasi sedikit poin pelanggaran Kakak dan berjanji mulai besok nggak akan melanggar lagi, aku bisa kok tolongin Kakak." Chesa menaikan dagunya sambil melirik Aksa yang tampak tidak tertarik sama sekali.
"Nggak butuh!"
Tanggapan dingin Aksa membuat Chesa kesal. Pokoknya jangan nyesel kalo sampai beneran dikeluarin dari sekolah, batinnya.
Bukannya berhenti mengikuti Aksa, langkah Chesa justru bertambah cepat hendak menyusul langkah cowok itu. Sesuatu yang ada di rambut Aksa adalah penyebabnya. Ia tampak gelisah namun segan untuk bertindak.
"Lo belum pergi juga?" bentak Aksa, merasa risi dengan keberadaan Chesa di sebelahnya. Terlebih sikap cewek itu yang sangat aneh.
"Itu Kak!" ucap Chesa ragu sambil menunjuk rambut Aksa.
"Apa sih?"
"Itu Kak!"
"Pergi sana!"
Langkah Aksa semakin cepat, Chesa tertinggal. Namun, memang sifatnya yang tidak bisa terkendali. Ia paling tidak bisa melihat ada sesuatu yang mengganjal. Ia harus memberitahunya.
Chesa langsung menghadang langkah Aksa. Secara spontan tangan Chesa mendekat untuk mengambil sesuatu di rambut Aksa. Namun, belum berhasil karena tangan Aksa lebih cepat menepisnya.
"Apa, sih? Biar aja rambut gue merah. Bukan urusan lo. Gue nggak suka diatur-atur!"
Bentakan keras Aksa bukan hanya mengejutkan Chesa, tetapi juga siswa-siswi yang kebetulan berada dekat dengan mereka.

KAMU SEDANG MEMBACA
Undercover
Teen FictionMendapatkan titah untuk menjadi asisten guru BK membuat Chesa terlibat dengan geng brandal pembuat onar. Namun, setelah mengenal Aksa dan teman-temannya lebih jauh, Chesa sadar mereka tidak seburuk yang dipikirkan. Meski masa lalu yang belum tuntas...
Wattpad Original
Ini bab cerita gratis terakhir