Rumah minimalis yang ramai itu tengah mengadakan acara akad nikah, tapi di sana tak ada pengantin wanitanya. Hanya pengantin pria yang berada di sana beserta orangtua dan para saksi. Sang pengantin wanita tidak tahu kalau ia akan dinikahkan dengan seseorang yang bahkan dirinya tak kenal.
Dzaka Anis Al-Karim, seorang laki-laki yang saat ini menempuh pendidikan di salah satu pondok pesantren. Berbudi luhur dan memiliki kalimat yang menyejukkan hati.
Dzaka duduk sambil memperhatikan para tamu, doa serta kata penenang terus Dzaka rapalkan dalam hati, ia hanya berserah diri pada sang pencipta, karena sebaiknya rencana hanya rencana penciptalah yang terbaik.
Dzaka benar-benar tegang karena ini adalah hari di mana ia akan menjadi suami Fatiya. Perempuan yang saat ini tengah berada di kota Padang untuk liburan bersama nenek dan kakeknya.
Acara berlangsung sederhana, walaupun pengantin wanitanya tidak ada, ada Abi yang menjadi wali nasab anak perempuannya, wali hakim serta penghulu yang sedari tadi berada di sana.
Setelah bertanya sebanyak tiga kali bagaimana kesiapan Dzaka akan akad ini, Abi menjabat tangan Dzaka erat. Abi tentu ingin calon menantunya ini bisa menjaga Fatiya, lebih dari dirinya yang menjaga sepenuh hati.
"Seorang Ayah pasti ingin melihat anak gadisnya bahagia bersama orang yang tepat, sayangi dia selayak saya menyayanginya, cintai dia selayak saya mencintainya, dan jagalah dia ketika saya sudah tidak lagi bisa menjaganya," tegas Abi.
Dzaka mengangguk mantap, tak ada kata gentar dalam hatinya setelah mendengar ucapan Abi. Hanya ada kesungguhan dalam manik hitamnya yang kelam, raut yang terlihat tidak main-main yang membuat Abi tersenyum tipis.
Abi bersiap, menghembuskan napas secara perlahan. "Aku nikahkan dan kawinkan engkau dengan pinanganmu. Putriku, Fatiya Ghanassani Alwani dengan mahar hafalan surah Ar-Rahman dan uang sebesar satu juta dua ratus limapuluh ribu, dibayar tunai!"
Dzaka memejamkan matanya sebentar, menatap mantap Abi. "Saya terima nikah dan kawinnya, Fatiya Ghanassani Alwani binti Hamzah dengan mahar tersebut, dibayar tunai!"
Dzaka menghela napas lega, berucap syukur dalam hatinya. "Alhamdulillah."
"Bagaimana para saksi, sahh?" tanya penghulu sembari tersenyum.
"SAHHH!"
"Alhamdulillahhirobil 'alamin."
Semua berucap syukur dalam hati, Bunda memeluk Dzaka erat, wanita itu menangis di bahu anaknya. Ia terharu sekaligus bangga dengan kemantapan anak itu.
Dzaka ingin sekali membacakan surah Ar-Rahman sekarang juga, tapi ia belum bisa karena Fatiya belum berada di sini. Bagaimana caranya Dzaka tahu siapa Fatiya? Bundanya memperlihatkan foto perempuan manis itu, Umi dan Abi juga menceritakan bagaimana anak gadisnya.
"Dzaka ... mulai dari sekarang kamu harus menjaganya, karena minggu depan Fatiya sudah kembali ke sini. Kamu harus berada di sekolah yang sama dengannya," ucap Umi lembut. Ibundanya Fatiya.
Dzaka tahu itu, ke sekolah hanya untuk menjaga Fatiya. Laki-laki itu takkan ikut belajar di sana, karena ia hanya mengawasi semata. Terlebih lagi sekolah itu milik Bunda dan Ayah, jadi ia lebih leluasa lagi di sana.
Berhubung Dzaka juga anak santri non asrama, jadi ia bisa pulang balik dengan motor. Soal kapan Fatiya tahu dirinya adalah suaminya, biarkan waktu yang menjawab.
"Bunda, Dzaka bakal pakai nama Ghibran Bellatrix di SMA Sailendra."
****
Gimana sama prolognya?😭
Aneh, ya?😭
Kasih komennya dong😭 menurutku agak aneh dan membanggongkan. Tapi lucuuuuKayak yang baca.😝
04-July-2021
Arikeyy CH

KAMU SEDANG MEMBACA
(Bukan) Ghibran
General Fiction{Sudah Terbit} Fatiya tak mengenal siapa yang menjaganya secara posesif, yang ia tahu adalah laki-laki itu tulus menjaganya. Ke mana pun ia pergi akan selalu diikuti, bukan risih tapi terasa nyaman. Tatapan teduh milik Ghibran terasa menenangkan hat...