«Part 29»

28 8 22
                                    

"Kak Erick?!"

Erick kembali menyembunyikan sayapnya lalu memutar tubuh menghadap gadis yang tengah gemetaran di belakangnya.

"Enggak, ini cuma mimpi! Iya, mimpi!"

Erick berusaha meraih gadis yang tengah menutup telinga dan memejamkan mata erat sambil melangkah mundur itu. Untung saja dia cepat menangkap tubuh gadis tersebut sebelum tersandung akar pohon trembesi.

"Ini bukan mimpi, Angelica! Ini memang saya."

Gadis itu Angel, dia mulai membuka matanya.

"Kamu?" Mata merah sembab gadis itu memancarkan amarah, detik berikutnya tanpa aba-aba dia mengayunkan tangannya untuk menampar Erick. Tubuhnya masih bergetar, takut, terkejut, bercampur emosi yang meletup membuatnya tanpa sadar melayangkan tamparan.

Erick diam, berusaha mengontrol emosinya. "Saya minta maaf," lontarnya kemudian.

Angel mengambil langkah mundur untuk menghindari tangan Erick yang berusaha meraihnya, kepalanya menggeleng dengan air mata yang terus mengalir.

"Jadi ini maksud perlakuan kamu selama ini? Jadi ini alasan kenapa kamu larang aku cari penyebab angin tornado itu?! Karena ... kamu sendiri penyebab, 'kan!" pekik gadis itu.

Erick menjatuhkan dirinya, berlutut di hadapan gadis itu. "Saya minta maaf," mohonnya lagi.

"Enggak! Enggak ada maaf untuk monster seperti kamu! Kamu pembunuh! Kamu ambil mama sama papa! Kembalikan mereka! Kembalikaann!" Angel masih memekik, tubuhnya yang bergetar membuat keseimbangannya hilang hingga dia ikut terjatuh. Gadis itu menangis meraung-raung, meneriakkan permintaan pada Erick untuk mengembalikan mama dan papanya.

Sungguh, rasanya begitu menyayat hati melihat keadaan Angel. Erick segera menyeret langkahnya mendekati gadis itu, mendekapnya erat tanpa peduli tubuhnya yang menjadi sasaran amarah Angel.

"Saya minta maaf, saya minta maaf, Angelica! Saya minta maaf. Sungguh, kejadian itu murni kecelakaan," ungkap Erick.

"Kembalikan mama sama papa! Kembalikan mereka! Kembalikaann, Altair. Aku mohon!" Angel sama sekali tidak menggubris permohonan Erick, dia terus menangis hingga wajahnya berubah menjadi merah padam. Gadis itu memukuli tubuh Erick, berusaha menyalurkan amarahnya.

"Angel, dengarkan saya! Saya bersumpah, kejadian itu benar-benar kecelakaan. Saya tidak mungkin merusak planet lain, saya mohon percayalah!" Erick masih berusaha mendekap erat tubuh Angel meski gadis itu terus memberontak.

"Bunuh aku, ayo bunuh aku! Bunuh aku biar aku kembali sama mereka. Bunuh aku biar aku enggak kesepian lagi! Bunuh aku biar aku enggak perlu memendam semuanya sendiri! Ayo bunuh aku, Altair!" Angel menggoyangkan lengan Erick, netra sembabnya menatap Erick tegas. Angel sungguh-sungguh dengan permintaannya.

Erick menggeleng, dia memang akan melakukan misi terakhirnya, tetapi tidak dengan membunuh gadis itu. Detik berikutnya Erick terduduk karena dorongan kuat dari Angel. Dia hanya mampu diam menunggu apapun reaksi Angel setelahnya, khawatir jika gadis itu melakukan sesuatu yang membahayakan jika dia nekat menyentuhnya.

Angel masih menangis, kali ini isakannya lebih lirih. Gadis itu terduduk dengan kedua kaki tertekuk di samping badannya, dia meremas rok seragam untuk melampiaskan amarah. Ternyata selama ini feeling-nya benar. Entah bagaimana kebenarannya, yang jelas dia tahu asal usul angin tornado dadakan itu adalah Erick, lelaki yang ia cintai.

Erick sendiri masih bergeming, dia juga tidak tahu jika hari ini Angel mengetahui siapa dirinya yang sebenarnya. Lelaki itu menunduk, mendengarkan isakan lirih gadis itu tanpa mampu menenangkannya. Sebenarnya, mungkin dia bisa mengembalikan mama dan papa Angel, tetapi dia tidak mungkin mengorbankan gadis itu dan juga kepercayaan ayahnya untuk mewujudkan keinginan tersebut.

Angel menutup wajah, seandainya tadi dia tidak kembali lagi untuk mengambil gelangnya yang terjatuh, apakah dia tidak akan mengalami ini semua? Apakah dia akan tetap percaya pada lelaki di depannya itu? Angel ingin melakukan sesuatu pada Erick, membuat lelaki itu merasakan hal yang sama dengan orang tuanya. Namun, dia tidak bisa, Erick sudah terlanjur menduduki tahta kedua di hatinya setelah orang tuanya.

"Jangan pernah temui aku lagi!" putus Angel sebelum berlari meninggalkan Erick. Mungkin memang seharusnya begini, daripada dia harus tercebur terlalu dalam pada setiap perlakuan hangat lelaki itu yang ternyata hanya ganti dari perbuatan kejinya.

Erick segera bangkit, tetapi seseorang menahan bahunya dari belakang. Terpaksa lelaki itu mengurungkan niatnya untuk menyusul Angel, dia berbalik dan mendengkus sebal mengetahui seseorang di belakangnya.

"Aku harus pergi, dia--"

"Ini tentang Putri Alexa!" potong Gerald.

Wajah Erick menegang, melihat raut serius penuh intimidasi Gerald membuatnya berpikir jika telah terjadi sesuatu pada Putri Alexa.

"Ada apa?"

Gerald menatap dalam netra perak adiknya, dia meyakinkan dirinya dahulu, bagaimanapun juga kabar yang ia bawa pasti semakin membuat adiknya frustasi.

"Semalam kerajaan kita diserang dan ... abu jasad Putri Alexa dicuri," balasnya kemudian.

Netra perak Erick berubah merah menyala seketika, rahangnya mengeras. Detik berikutnya dia mengangguk sekali untuk memberi kode pada kakaknya lalu kembali mengeluarkan sayap dari punggungnya.

"Tunggu, bagaimana dengan Angelica? Kamu yakin dia aman?" Gerald mencegat Erick yang sudah siap mengepakkan sayapnya, entah mengapa dia merasakan aura berbeda di tempat ini.

"Aku sudah memberikan kalung itu pada Ari, dia akan menjaga Angel. Ayo!" Erick langsung berlari dan terbang cepat tanpa menunggunya.

"Semoga kau baik-baik saja," gumam Gerald sebelum menyusul adiknya. Dia mempercepat laju terbangnya, Erick sedang terbakar amarah, jangan sampai adiknya itu kembali merusak planet lain.

Nampaknya Erick dan Gerald terbang terlalu cepat, hingga tidak mendengar teriakan Ari dari bumi tepat setelah Gerald lepas landas. Kedua makhluk luar angkasa itu sudah berhasil menembus langit bumi, keduanya masih memacu kecepatan terbang tanpa peduli keselamatan diri sendiri.

Sementara Ari berlari memasuki hutan, jantungnya berdegup kencang seirama dengan kaki jenjangnya yang terus terayun. Dia benar-benar kalut, seandainya saja Angel tidak melarangnya ikut masuk hutan pasti sekarang mereka sudah dalam perjalanan pulang.

Ari menghentikan larinya, membungkuk lalu mengatur napas. Hutan ini begitu luas, entah kemana dia harus mencari Angel yang dibawa lari bayangan hitam tepat sebelum sampai di luar hutan.

Sejurus kemudian Ari kembali menegakkan tubuh, hingga tak sengaja tangannya menyentuh sesuatu di saku celana. Segera dia mengeluarkan benda itu, matanya berbinar melihat sinar matahari sore yang memantul mengenai benda di tangannya. Itu kalung dari Erick, kalung yang dia sangka jimat. Namun, sekarang bukan waktunya untuk mengagumi keelokan kalung itu, Ari langsung memakai kalung tersebut untuk membuktikan ucapan Erick.

"Bertahan, Ngel. Aku bakal selamatin kamu," gumam Ari.

Detik berikutnya dia merasa tubuhnya lebih enteng, karena tidak mau semakin membuang waktu, Ari kembali berlari memasuki hutan. Dalam hati dia merapalkan segala semoga, memohon pada Sang pemilik keselamatan untuk menyelamatkan Angel.

•••

#TBC

Who is She? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang