Bab. 15

6K 543 3
                                    

Assalamualaikum!

JANGAN DIBACA SAAT JAM SHOLAT!

✭✭✭

Jangan lupa vote dan komentarnya supaya semangat update!  ⌒ ‿ ⌒ 

# Bab. 15

Zedi meletakkan botol minumannya dengan kesal. Teman-temannya yang melihat sikap Zedi sejak Reva memutuskan hubungan mereka hanya diam.

"Masih dapet penolakan?" tanya Alif, teman satu geng Zedi.

"Biasa, tiap hari dia dihindari terus sama Reva," timpal Tio.

Alif terkekeh. "Mungkin Reva bosen sama lo yang terlalu mengekang."

Zedi menatap Alif kesal. "Terlalu mengekang? Gue cuma gak mau dia sakit gara-gara makan pedes!"

Jaya menepuk pundak Zedi berkali-kali. "Kan gue udah kasih saran, coba masuk ke komunitas punyanya Arka, mungkin aja Reva bakal suka lagi sama lo. Secara Reva itu kan lagi dalam masa-masa berubah jadi baik," ujar Jaya mengalihkan tatapan Zedi.

"Gue gabung sama anak-anak sok alim itu? Ogah!"

Jaya menaikkan bahu acuh. "Ya berarti lo gak mau memperjuangkan Reva," ucapnya kemudian meminum soda miliknya.

Zedi diam memikirkan perkataan Jaya barusan, apa dia harus masuk ke komunitas itu untuk mengambil perhatian Reva lagi?

---

"Toserba Alfabet." 
Reva membaca tulisan di sebuah bangunan yang lumayan besar.

"Yuk masuk!" ajak Arka menggandeng tangan Reva masuk ke toserba.

Arka mendorong pintu kaca di toko itu, dia tersenyum menyapa seorang pria muda yang menjaga kasir. "Sore, Ar! Ceilah dateng sama istri," goda kasir yang bername tag Radit.

Astaga, selemah itukah Reva? Baru mendengar perkataan Radit saja pipinya sudah merona.

"Ya karena udah punya istri, coba kalau gue masih sendiri ya dateng sendiri," balas Arka tertawa kecil.

"Ck, sombong lo!" seru Radit.

Arka mengajak Reva untuk melanjutkan langkah mereka menelusuri setiap sudut toko. "Jadi, ini bisnis yang lagi kamu jalani?" tanya Reva sambil mendongak menatap wajah suaminya.

"Yap!"

Reva mengangguk paham. Dia mengedarkan pandangannya ke seluruh sudut toko. Pegawainya cukup banyak, saat berkeliling dia menemui sepuluh pegawai dan satu kasir. Kemudian barang-barangnya lengkap, ya seperti toserba pada umumnya. Namun ada rak khusus untuk menaruh alat-alat sholat. Seperti sajadah, mukena, peci, dan Al-Qur'an. Reva benar-benar takjub dengan Arka.

Usai mengelilingi bagian penjualan, Arka membawa Reva ke ruangan miliknya. "Waw! Ini ruangan pribadi kamu?"

"Iya," jawab Arka.

Reva tidak menyangka, ternyata masih ada ruangan lagi di dalam toserbanya. Ruangan milik Arka cukup nyaman dan luas, ada kursi dan meja kerja, dan ada pula sofa.

"Aku yakin toserba ini ada cabangnya, iya kan?" selidik Reva.

Arka mengangguk, dia duduk di samping Reva yang bersandar di sofa. "Kok tahu?"

"Nebak aja, ada berapa?"

"Alhamdulillah udah ada empat cabang dan ini pusatnya. Ini toserba yang pertama kali dibangun," jelas Arka.

"Masya Allah, asli aku takjub banget sama kamu. Usia kamu masih tujuh belas tahun, dan udah punya empat cabang toserba?" Reva bertepuk tangan takjub mengapresiasi kehebatan Arka.

REVARKA [Revisi]Where stories live. Discover now