Bertemu Alan 2

134K 20.7K 282
                                    

"Lo kenal ama dia?" Tanya Helena masih menatap Alan yang kini duduk dikursinya dengan intens.

Septi melotot kaget "lo gak kenal dia? Serius? Gila Hell!! Lo emang cupu tapi masa sama cowok se famous dia aja lo gak kenal."

Helena mendengus, hei bisa gak si gak usah bawa bawa cupu. Dia jelas tau siapa Alan, bahkan ia lebih tau Alan dari siapapun. Luar dalem malah, karena sejak Alan kecil kan dia yang mengurusnya. Helena menatap Septi tajam, tapi sepertinya cewek itu tidak sadar. Septi malah dengan antusias mulai bercerita.

"Dia tuh ya anggota geng motor terkenal tau masa lo gak kenal. Nih ya kakaknya aja keren dan terkenal banget."

Helena terdiam ia tengah berpikir ternyata dia memang se terkenal itu ya? Wahhh Helena gak menyangka.

"Gue aja ngefans banget sama kakaknya, lo tau dia kan Van?"

Vano mengangguk "tau dong, kakaknya dia kan cantik banget keren lagi. Saya aja ngefans sama dia." Jawab Vano antusias.

"Noh Hel Vano aja kenal masa lo gak si?"

Helena tak menjawab, ia malah senyum senyum sendiri. Bagaimana jadinya jika mereka tau bahwa kakak Alan yang mereka maksud kini ada didepannya.

Septi dan Vano yang melihat Helena senyum senyum sendiri bergidik ngeri dibuatnya, mereka mengira bahwa Helena sekarang tengah kesurupan.

"Kamu kenapa si Hell? Malah senyum senyum sendiri." Tanya Vano yang diangguki oleh Septi.

Helena tak menggubris kini tatatapannya kembali mengarah pada Alan yang tengah duduk melamun sambil menatap jendela. Keadaannya sangat memprihatinkan, rambut rambut halus yang tumbuh disekitar wajahnya, rambutnya berantakan, dan mata yang menghitam seperti tidak tidur berhari hari.

Apa Alan tidak hidup dengan baik? Memikirkan itu Helena jadi sedih sendiri. Selama ini dirinya lah yang selalu memarahi Alan ketika tidak mencukur rambut rambut diwajahnya. Ia juga yang mengomeli Alan ketika adiknya selalu bergadang hingga pagi. Tapi sekarang, apa Alan kembali melakukan kebiasaan kebiasaan buruk itu karena tidak ada dirinya?

Ia bukannya tidak memikirkan Alan, dia bahkan selalu mengkhawatirkan Alan disetiap malamnya. Tapi apa Alan akan langsung percaya jika ia tiba tiba datang dan mengaku sebagai kakaknya. Bukannnya percaya mungkin Alan akan menganggapnya orang gila, atau lebih parahnya lagi ia akan dilaporkan kepolisi karena dikira mengaku ngaku.

Karena bagaimanapun, takdir yang ia alami ini benar benar tidak masuk akal. Transmigrasi? Siapa yang akan percaya, ia yang mengalaminya saja masih tidak percaya apalagi orang lain.

Karena tidak tahan melihat kondisi Alan yang seperti orang yang hidup segan mati tak mau itu akhirnya Helena memilih bangkit dari duduknya untuk menghampiri Alan.

"Lo mau kemana Hell?"

Helena tak menjawab ia tetap berjalan saja mengabaikan  Septi dan Vano yang terus berteriak memanggilnya.

****

"Makanan tuh dinikmati bukan dilamunin."

Cowok yang sedari tadi melamun itu mendongkak matanya yang tajam mengernyit heran ketika melihat seorang gadis pendek yang tingginya hanya sebatas dada.

"Siapa lo?"

Helena, gadis itu tersenyum lalu tanpa diminta ia duduk dihadapan Alan yang menatapnya tajam.

Helena terus tersenyum manis yang mana membuat Alan bergidik ngeri, Alan berpikir agaknya gadis didepannya ini sudah gila karena terus tersenyum dengan lebar.

"Gila lo?"

Helena tak menggubris, ia masih sibuk memperhatikan keadaan Alan dari ujung kepala hingga ujung kaki.

Helena berdecak miris, ini kenapa adiknya jadi burik begini. Padahal dulu Alan itu ganteng, tapi sekarang? Ckk lihatlah rambutnya bahkan sudah sangat panjang, wajahnya pun terlihat tidak terurus.

Helena menggeleng prihatin "kok lo makin burik ya Lan? aishhh bener bener, pantesan sampe sekarang lo jomblo."

Alan mendelik, Alan berpikir apa dia mengenal gadis didepannya? Kenapa mulut ini cewek enteng banget menghinanya jelek. Dan satu lagi dari mana dia tau bahwa Alan jomblo sampe sekarang?

"Gue tebak lo pasti jarang mandi lagi kan? Aish lo tuh holkayy, duit lo banyak masa sama air aja pelit."

Alan mendelik lagi ia dengan cepat berpindah kesamping Helena dan membekap mulut gadis itu, sebelum dia mengeluarkan suara yang bisa menurunkan harga dirinya.

"Berisik bego, lo penguntit apa gimana si anjir." Gumam Alan melihat kekanan dan kekiri memastikan bahwa tidak ada yang mendengar.

Helena yang mulutnya dibekap itu memberontak, ia tidak bisa nafas woyyy!!! Mana tangan Alan segede gaban lagi.

Helena  yang semakin tidak bisa bernafas terus memukul-mukul lengan Alan yang ada dimulutnya. Meminta agar Alan segera membuka bekapannya itu.

"Hahh hahh lo mau bunuh gue ya hah?!!"kesal Helena mengambil nafas dengan rakus.

Alan mengendikkan bahunya tidak peduli, ia hanya memasang wajah datar seolah apa yang ia lakukan tadi bukan apa apa.

Helena mendengus kesal, gini ni Alan itu terlalu banyak bergaul dengan Galen jadi wajahnya pun jadi sedatar teriplek.

"Jangan kebanyakan bergadang, nanti sakit ngerepotin orang. Mending sakit kalo langsung meninggoy, terus masuk neraka mampus."

Alan yang awalnya ingin kembali melanjutkan acaranya makannya terhenti. Sendok yang akan masuk kedalam mulutnya saja kini hanya mengambang diambang mulutnya.

Alan lalu kembali meletakan sendok itu keatas piring dengan wajah datar, matanya kini menoleh kearah Helena. Wajahnya memang datar tapi matanya memancarkan sinar sendu dan kerinduan yang mendalam.

"Lo siapa sebenarnya?" Tanya Alan lirih, ia tidak mengenal cewek didepannya. Tapi entah mengapa perasaannya terasa familiar dan begitu nyaman.

Helena tersenyum ia kemudian merebut sendok yang tadi Alan letakan diatas piring. Dan dengan tidak tau dirinya ia menyendok sesuap besar makanan Alan kedalam mulutnya.

"Nanti juga lo tau gue siapa." Katanya lalu bangkit berdiri.

"Jangan kebanyakan bergadang, terus mandi yang rajin. Lo tuh udah burik jangan bikin muka burik lo tambah burik karena jarang mandi." Ujar Helena menjeda ucapannya.

"Gue janji, gue bakal temuin lo suatu hari nanti." Sambung Helena tersenyum tipis sambil mengacak acak rambut Alan hingga berantakan. Setelah itu Helena berlalu begitu saja meninggalkan Alan yang begitu shokk.

Alan terdiam, ia terus saja menatap lurus kearah Helena yang sudah berlalu meninggalkannya.

Alan menyentuh rambutnya yang tadi diacak acak. Ala  selalu tidak suka jika ada orang yang menyentuh rambutnya. Tapi tadi saat cewek yang tidak ia kenali itu mengacak acak rambutnya. Entah mengapa Alan tidak keberatan sama sekali, justru ia merasa senang dan nyaman. Selama ini hanya ada satu orang yang ia perbolehkan untuk menyentuh rambutnya bahkan mengacak acak rambutnya seperti tadi. Dan itu hanya kakaknya, Helena.

"Tapi kak Lena kan udah gak ada." Gumam Alan tersenyum kecut.

Tadinya ia berpikir bahwa gadis tadi adalah Lena atau Helena kakaknya. Tapi jika dipikir pikir, itu tidak mungkin kan. Bahkan Alan sendiri yang menyaksikan bagaimana jasad Helena dimasukan kedalam tanah.

"Ya, ka Lena kan udah gak ada." Ujar Alan lirih, ia harus sadar kakaknya yang sudah meninggal tidak mungkin bisa hidup lagi.

Setelahnya Alan bangkit begitu saja dari duduknya lalu berlalu meninggalkan restoran. Padahal ia sama sekali belum memakan makanananya, tapi kini ia sudah benar benar kehilangan selera makannya.

***

Hello gesss gimana kbarnya? 😅
Makasih ya yang udah vote dan  coment😅

Aku gak tau mau ngomong apa xixix

Pokoknya makasih yang udah baca cerita ini heheh, sampai jumpa di episode selanjutnya 😅

Helena TransmigrationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang