"A-aku tadi ke makam ayah dulu, Ma," sembari memainkan jari-jari tangannya pertanda gugup sekaligus takut.
"Banyak alasan kamu, Kea! Udah mulai keluyuran nggak jelas ya kamu, hah!" Sentak Tamika. Keana menggeleng dengan keras.
"Dasar nggak tau diuntung!"
Sambar Alina dari belakang tubuh sang Mama.
"Mana hasil jualan kamu!" Mengulurkan tangannya kearah Keana.
"Ini Ma," memberikan wadah kotak yang sudah kosong habisan tak tersisa. Begitupun dua lembar uang berwarna merah.
Dengan paksa, Mamanya mengambil uang. Lalu tersenyum merekah, namun sedetik kemudian ia menajamkan matanya kembali tepat ke manik mata Keana. "Bukan hasil nyopet, 'kan?" Keana menggeleng keras membantah ucapan Mamanya. Alina memutar bola matanya.
"Nggak Ma, tadi ada temen Kea yang bantuin jualan Kea--" Alina menyambar ucapan Keana.
"Sejak kapan lo punya temen? Bukannya lo dijauhin sama temen-temen lo?" Tersenyum miring dengan tangan yang masih bersedekap dada. Keana hanya diam saja tanpa mau membalas ucapan adiknya itu.
"Udah, sekarang kita masuk ke rumah," ujar Tamika lalu masuk kedalam rumahnya begitu saja.
"Baru punya satu temen aja, belagu, lo!" Dengan nada meremehkan lalu berlalu masuk mengikuti jejak sang Mama.
Keana tersenyum kecut, lalu dia masuk kedalam rumahnya dengan baju yang sudah mengering.
Sebenarnya dia pulang jam setengah enam, karena hujan yang terus menerus mengguyur kota, dan reda menjelang petang.
Ia menepuk dengan mendorong sepedanya di luar ruko yang sudah tutup, dan berdiam sejenak untuk singgah sebentar sebelum hujan reda. Memang posisinya lumayan jauh dengan letak rumahnya. Jadi ia kembali kerumah menjelang Maghrib datang.
Mamanya langsung mengintrogasi dirinya. Ia tersenyum kecut, ia iri dengan adiknya Alina. Yang setiap pulang sekolah selalu ditanya, gimana sekolahnya? Dapat nilai bagus nggak, dari hasil tugasnya tadi? Walaupun terlihat sederhana namun begitu berefek besar untuk Keana yang tak pernah ditanya seperti itu oleh Mamanya, bukan pulang langsung ditagih hasil jualan.
Seperti sekarang, ia pulang dengan keadaan basah kuyup, namun Mamanya sama sekali tidak ada rasa kasihan sedikitpun, ia membiarkan Keana berdiri dengan hawa dingin dari hujan tadi menusuk seluruh kulitnya.
Ia iri dengan Alina, ketika hujan mengguyur dan Alina pulang dari sekolah dengan keadaan basah kuyup, Mamanya sudah berdiri diambang pintu dengan raut khawatir yang kentara di wajahnya. Dan menenteng handuk untuk menghangatkan tubuh Alina. Lalu masuk kedalam menyiapkan teh hangat untuk adiknya.
Yang ia terima hanya tatapan tajam dan nyalang yang siap menghunus bak pedang. Dan pukulan yang ada, jika ia dihukum oleh Mamanya ketika ia melakukan kesalahan dimata Mamanya, tak ada lagi Mamanya yang sehangat dulu ketika ayahnya masih berada disampingnya mereka. Bahkan keluarganya nyaris harmonis setiap hari. Namun pada waktu itu, ayahnya pergi meninggalkan mereka dengan tangisan mengiringi ketempat peristirahatan terakhirnya. Ayah, yang dahulu sosok pelindung keluarganya kini sudah pergi menyatu dengan alam, namun pengorbanan serta perjuangannya masih bersemayam di lubuk hatinya paling dalam, tak 'kan pernah pupus dan hilang tertelan masa sekalipun. Yang ada kini, tinggal benci yang terpendam dikedua Mama dan Adiknya. Sekalipun Mama dan Adiknya membencinya tetap dia tidak akan membenci, karena rasa benci itu terhalang oleh kokohnya rasa sayang ia kepada mereka.
Ia akan tetap menyayangi mereka, sekalipun mereka membencinya.
Aku ingin seperti Alina, selalu berada ditengah-tengah orang yang selalu menyayanginya. Bukan seperti aku, yang selalu berada di tengah-tengah orang yang membenciku. Mereka seolah-olah seperti ingin aku pergi dari dunia seperti ayahku. Aku ingin hidup bebas, bukan berarti bebas dalam hal dunia malam ataupun segalanya berbau negatif. Aku hanya ingin bebas dari semua masalah yang selalu menghantamku terus menerus.
Bebas dari kejaman pembully-an, hinaan fisik bahkan mental sekaligus. Kadang aku juga lelah, ingin mengakhiri semua hidupku ini, lalu bertemu dengan ayah. Namun aku masih menyayangi Mama dan Alina, walaupun aku tahu mereka membenciku sekalipun.
Aku ingin melihat mereka bahagia, walaupun aku tahu aku harus menelan penderitaan yang pahit.
Andai kebahagiaan seperti pil obat, aku akan memakannya lalu membuang pil pahit yang ada. Orang tak akan pernah sanggup berada diposisiku, tapi aku yakin kebahagiaan akan segera datang menjemputku.
---
(TERIMA KASIH TELAH MEMBACA!)
ВЫ ЧИТАЕТЕ
End Of Story [ ON GOING! ]
Подростковая литератураBertahan sakit, pergi sulit. Lantas aku harus bagaimana? -Keana Rhea Jayna #14 in pembullyan [14 Agustus 2021] Start : 28 Mei 2021 Finish : -
11. FRAGILE
Начните с самого начала
![End Of Story [ ON GOING! ]](https://img.wattpad.com/cover/271221996-64-k505190.jpg)