Review Novel Lahbako

15 1 0
                                    


Halo, sebenarnya novel ini sudah pernah aku review di blogku. Mungkin bedanya di sini lebih detail dan langsung mengarah kepada elemen fiksi. Jadi coba aku jabarkan lagi.

Judul Novel: Lahbako
Penulis: Nurillah Achmad
Penerbit: Elex Media Komputindo
Cetakan Ke: 1
Tahun Terbit: 2020
Jumlah Halaman: 165
ISBN: 978-623-00-2374-3
Harga: Rp. 65.000

Lahbako. Tak banyak yang tahu arti dari kata ini selain para penutur lokal Madura. Setelah aku membacanya, ternyata Lahbako ini artinya adalah tanah (Lah) tembakau (Bako). Bisa dibayangkan kalau cerita ini tidak jauh-jauh dari dunia tembakau yang sangat berpengaruh kepada kehidupan penulisnya.

Tak lupa, sebagai lulusan sarjana hukum, penulis juga memasukkan masalah hukum yang sudah biasa di ranah hukum tapi sungguh membuat pembaca sepertiku terhenyak. Aku sudah sering mendengar tentang hukum di Indonesia, tapi ada sisi lain yang membuatku terhenyak. Sebegitu kah hukum di Indonesia?

Bekerja menukar uang dengan pasal, begitu yang tertulis di buku Lahbako. Seolah mencerminkan gambaran tentang hukum di Indonesia. Entah siapa pelakunya.

Tak hanya itu, novel ini juga menceritakan dilematis dan perbedaan pandangan antara seorang anak dan ibunya akan keputusan menjual tanah tembakau atau tidak. Hingga pada akhirnya, permasalahan itu membawa Aram melakukan sesuatu yang tidak biasa bahkan sangat bertolak belakang dengan pekerjaannya sebagai pengacara.

ELEMEN FIKSI

ALUR

Alur dari novel ini maju mundur. Awalnya memang maju kemudian kemudian akan ada cerita di masa lalu untuk menguatkan cerita di masa sekarang. Seperti ketika bapaknya Aram yang mengejar Samhadi hingga ke kuburan di masa kecilnya yang kemudian bapaknya meninggal setelah itu. Bukan karena mengejar Samhadi.

Awal cerita novel ini sebenarnya cukup menarik karena membuat pembaca sedikit berpikir tentang apa yang terjadi. Pengenalan tokoh Aram yang berprofesi menjadi pengacara yang melakukan 'pelanggaran' membuatku sedikit menerka-nerka tentang konfliknya. Meski sebenarnya konflik di awal itu merupakan penguat konflik utama dari cerita tersebut. Kelak, ibunya mengerti bahwa pekerjaan Aram sebagai pengacara itu tidak sesuai ekspektasinya.

Setelah hati Aram tak karuan di kantornya, kisah Aram berlanjut di desanya. Alur cerita setelah itu sedikit lebih lambat karena mengenalkan latar Tenap dengan tembakaunya yang terkenal. Hingga di pertengahan novel baru terasa konflik yang membuat penasaran pembaca.

SETTING

Dua lokasi dalam cerita ini berada di Jakarta dan Tenap di lereng Hyang Argopuro (di Jember, Jawa Timur). Kurasa penulis sudah tepat mengambil lokasi cerita di tempat kelahirannya ini. Menurutku, memang banyak sekali penulis pemula yang terjebak memilih setting tempat tapi tak kuat alasannya. Hanya sekedar tempelan tanpa ada koneksi antara konflik dan setting tempatnya. Sementara Nurillah mampu membuktikannya. Alasannya, kekhasan wilayah itu memang terasa dalam novelnya karena memang Jember terkenal dengan tembakaunya. Dan kuharap banyak penulis lokal yang mengambil cerita di tempat asalnya sebagai bentuk memperkaya kisah sastra yang berdasar kearifan lokal.

Latar waktu dan tempat cukup jelas dan sebagai pembaca bisa berimajinasi bagaimana suasana Tenap yang tenang. Menurutku penulis sudah sangat lihai menjelaskan latar tempat. Sangat terasa bahwa penulis mengenal baik lingkungan latar tempat yang ia ceritakan. Tempat yang disuguhkan terasa nyata seperti layaknya kondisi desa di kaki pegunungan Pulau Jawa.

Satu hal lagi kelebihan Nurillah dalam novel ini adalah ia berhasil melibatkan emosi pembaca ke dalam ceritanya. Mungkin ini akan berbeda setiap pembaca karena subyektivitas dalam penilaian emosi ini begitu kuat. Terkadang aku gemas dengan sikap ibunya. Terkadang, aku juga kesal dengan Aram. Juga dengan ayahnya ketika masih hidup. Cak Wan yang juga kurang ajar. Jika Munawar bisa ditunjukkan lagi adegan sesuai karakternya, mungkin aku juga akan kesal sekali dengan Munawar.

POV

Yang unik dari novel ini adalah sudut pandang yang digunakan. Penulis menggunakan sudut pandang pertama dengan banyak tokoh (duh, apa ya namanya?) dan ketiga. Jadi, awal-awal bab, penulis masih menggunakan sudut pandang orang ketiga. Kemudian di bab selanjutnya, penulis menggunakan sudut pandang orang pertama dari banyak tokoh. Sebagai pembaca sempat dibuat berpikir dengan perpindahan sudut pandang dalam tiap bab ini. Namun, tak masalah karena akhirnya pembaca tahu siapakah yang sedang berbicara. Tanpa perlu menulis POV Aram, POV Embu di awal bab.

TOKOH

Tokoh dalam cerita ini sebenarnya cukup banyak. Ada Aram, Embu, Eppa, Samhadi, Munawar, Cak Win, Rahma, dan lainnya. Menurutku Aram mengalami character development ketika mendapat tekanan dalam masalahnya yang terkait dengan ladang tembakau dari ibunya dan orang di sekitarnya. Ia sebenarnya keukeuh dengan keinginannya namun ditentang oleh ibunya. Ia sempat dilemma meskipun pada akhirnya ia mengikuti saran Samhadi untuk merampok rumah Munawar.

Aram pikir dengan merampok maka permasalahan selesai. Ia melakukan hal yang sangat bertentangan atau kontradiktif dengan profesinya sebagai pengacara. Meskipun pada akhirnya tidak juga menyelesaikan masalah tapi perilaku yang kontradiktif ini menambah nilai plus dalam novel ini.

NARASI

Beberapa bab awal novel, penulis berhasil mendeskripsikan latar dengan sangat detail. Mungkin karena tokoh memang memiliki pengalaman berada di lokasi tersebut. Begitu pun untuk narasi perasaan kesal ibunya kepada anaknya. Sebaliknya, perasaan kesal dan sedikit ada rasa sombong di hati Aram kepada ibunya. Penulis bisa mendeskripsikan dengan baik.


Narasi yang baik itu membuat tulisan dalam novel ini lebih bernyawa. Dan semua terasa menarik setelah beberapa bab. Imajinasi pembaca menjadi lebih bermain. Pembaca juga bisa terhanyut dalam emosi tokoh. Meskipun pace di akhir-akhir bab terasa lebih cepat dibanding di awal bab.

DIALOG

Beberapa bab awal memang lebih banyak narasi daripada dialog karena penulis ingin mendeskripsikan tempat di desa Tenap. Sementara dialog sudah mulai banyak dan seimbang dengan narasi setelah konflik mulai terlihat di pertengahan novel.

RESOLUSI TERHADAP KONFLIK

resolusi terhadap konflik cukup menarik. Jika dibaca-baca, masalah tidak juga selesai. Bukan tokoh utama, Aram, yang mengakhiri kisah, bukan menyelesaikan masalah tapi saudara tirinya, Samhadi, yang mencoba membunuh Cak Wan. Hingga akhirnya Samhadi mati di tangan Cak Wan dan tidak ada penyelesaian bagaimana akhirnya tanah tembakau Embu itu dijual atau tidak.

BAHASA DAN KEBAHASAAN PENULIS

Aku rasa penulis sudah cukup jago merangkai kata-kata dan memilih diksi tepat. Penulis juga sudah jago memadukan antar paragraph sehingga enak di baca. Sementara untuk efektivitas kalimat aku pun masih belajar.

MEKANISME TATA BAHASA

Sempat beberapa aku melihat kata yang typo meskipun bisa dihitung dengan jari. Kusadarilah namanya juga manusia pasti ada salahnya. Setidaknya tidak ada typo yang bertaburan bagai bintang dalam novel ini. Hehe.

Sekian review novel Lahbako dari penulis Nurillah Achmad. Sebenarnya masih banyak yang bisa dibahas dan dicantumkan. Namun, karena keterbatasan waktu ya sudah sampai di sini dulu yaa.



*Sebagian review sudah dibahas Reviewer di blognya 

https://www.lestelita.com/2021/05/review-novel-lahbako-selalu-ada-kejutan.html

Review To The BoneWo Geschichten leben. Entdecke jetzt