_Kedai coffie_
Seorang pelayan menghampiri ku, meletakkan kopi di atas meja. Aku pun tersenyum dan mengucapkan terima kasih padanya.
Sudah dua jam aku udah di sini, ditemani dua cangkir kopi kosong, sebuah buku dan HP yang henti-hentinya berbunyi.
Awalnya aku, Gilang, Arumi dan Nisa perencana mendiskusikan proposal pengajuan dana. Tapi hilang dan Arumi berhalangan hadir, dikarenakan harus menghadiri liqo' yang diselenggarakan anak LDK (Lembaga Dakwah Kampus). mereka diundang untuk mengisi tausiah, yang tentunya ikhwan dan akhwat terpisah.
Sedangkan Nisa? Katanya dia lupa kalau siang ini dia harus mengajar disebuah komplek yang tak jauh dari kosannya. Walau sebenarnya bisa saja dia izin dan berdiskusi dengan ku saat ini. Tapi Nisa bukan tipe orang yang seperti itu. Semendadak apapun keadaannya dia tidak akan mau berduaan dengan yang bukan mahram, akan ada ribuan alasan agar dia tidak bersitatap dengan yang bukan mahram.
Drtttt.... Drtttt....
Tiba-tiba hp-ku bergetar, nomor tak dikenal masuk, segara Kusambat dan mengangkatnya.
"Assalamualaikum." terdengar seorang lelaki mengucapkan salam di ujung telepon.
"Wa'alaikumsalam, maaf dengan siapa?" Tanyaku memastikan.
"Astaghfirullah... Masa lupa sama sahabat sendiri. Ana Awan mi.."
Awan, teman sepermainan ku di waktu saat itu rumah kami saling berhadapan pada hari tanpa bermain bersamanyasaat itu rumah kami saling berhadapan tak ada hari tanpa bermain bersamanya, dan hampir semua mainan yang kami miliki sama. hal ini dikarenakan seringnya terjadi pertengkaran di antara kami ketika salah satu dari kami menginginkan mainan temannya.
Kami besar dan tumbuh bersama dari TK sampai SMP. "Kembar tak serupa" ya, itulah julukan yang diberikan kepada kami.
namun ketika SMA kami berpisah sama awan yang berasal dari keluarga yang islami kental diarahkan orang tuanya masuk pesantren. Dan aku? Sebenarnya Mama dan papa mengizinkanku ikut serta tapi waktu itu jiwa remaja ku tidak siap jika harus berpisah, terlebih ketika mendengar bahwa peraturan di pesantren itu sangat ketat. Hal itulah yang membuat diri ini bersikeras menetap.
"Toh di SMA ada rohis, Aku kan bisa ikut rohis untuk memperdalami agama." Pikirku saat itu.
ketika SMA hanya satu kali dalam setahun kami bertemu, itu pun ketika Awan libur dari pondok pesantren. Selebihnya aku lebih banyak sendiri, menenggelamkan diri bersama buku-buku dan berkecimpung bersama anggota rohis.
"MasyaAllah Awan, gimana kabarnya?"
"Alhamdulillah baik, antum apa kabar Mi?"
"Sehat Wan, sehat. Gimana Mesir Wan? Aman?" Gurauku padanya.
"Aman. Coba aja waktu itu kan tuh jadi ikut anak ke Mesir, pastinya kita bisa bareng lagi." Tutupnya penuh sesal.
"Allah punya rencana lain Wan."
Ketika Awan masih di pondok pesantren, sebulan sekali surat darinya tak pernah absen. Di dalam surat itu kawan seringkali menceritakan betapa indahnya negeri piramida.
Mesir adalah bangsa yang besar. Negeri yang dialiri dengan keelokan Sungai Nil itu menyimpan banyak sejarah dan peradaban kuno umat manusia. Mesir juga banyak terdapat jejak-jejak sejarah peninggalan masa lalu: Piramida dan Sphinx, Benteng Shalahuddin, Masjid Jami' Ath-Thuluni, Masjid Jami' Al Azhar dan kampusnya yang terkenal, dan lain sebagainya.
"Masa sejarah Mesir (sejak penaklukan Arab hingga runtuhnya Daulah Fathimiyah) merupakan fase sejarah yang panjang sekitar lima setengah abad. Selama ini negeri Mesir menyaksikan masa-masa dipimpin langsung para khilafah ar-rasyidah, kemudian Umawiyah dan Abbasiyah. Di samping itu, Mesir juga menyaksikan masa-masa kepemimpinan yang berdiri sendiri seperti yang terjadi pada masa Dinasti Ahmad bin Thulun, Dinasti Ikhsyidiyah, dan Dinasti Fathimiyah."
"Mesir juga berperan dalam berdirinya peradaban Arab-Islam dengan peran yang efektif. Dalam waktu yang sama, Mesir memainkan peran utama di wilayah dan menjadi pusat perindahan dalam peristiwa-peristiwa sejarah Islam."
Saat itu Awan menjelaskan dengan sangat terperinci dan hal itulah yang slalu membuat ku takjub serta ingin sekali mengunjungi nya. Saat itu pun kami memasang target, ketika lulus kami akan kesana, menunut ilmu nersama, menjelajahi tempat bersejarah itu.
Namun tak gentar tak berpihak padaku. Ketika kami telah daftar dan lulus masuk universitas Al-Azhar. Tiba-tiba perusahaan papa bangkrut, Semua aset disita dan kami terpaksa pindah ke Bogor, menempati villa warisan kakek. Ketika semua tahap telah dilalui, Allah memberi ujian yang begitu dahsyat. Keberangkatan ku saat itu itu tinggal menghitung Hari tapi biaya untuk mengurus paspor tak cukup. Uang yang tersimpan hanya cukup untuk biaya sehari-hari saja.
Saat itu aku gelisah, bimbang atas keputusan yang diambil. Walau sebenarnya Mama dan papa selalu meyakinkanku untuk melanjutkan studi ke Kairo. Tapi dari mana biayanya? Apakah mama dan papa akan berhutang? Nggak, aku nggak boleh egois. Jika aku berangkat, mungkinkah kehidupan di sini membaik? Mungkinkah mama dan papa bahagia atas hutang yang ada? Tidak Azmi kamu harus menetap. Setidaknya dengan adanya kamu disini kamu bisa membantu papa bekerja.
akhirnya keberangkatanku menuju Kairo dibatalkan, walau sebenarnya sangat berat. tapi Ini pilihanku dan aku harus ikhlas.
"Akan ada hikmah Zahir di kemudian hari." Bisikku saat itu.
Awan pun mengerti atas keputusan yang aku ambil. Dia tidak bisa memaksa, karena dia pun tidak bisa membantu banyak. Dengan hati yang ikhlas kami pun berpisah, mengambil jalan masing-masing dalam masa yang akan datang.
"Azmi, sudah dulu ya. Di sini ini sudah dzuhur. Ana mau sholat dulu." Percakapan panjang mengenai negeri piramida, akhirnya adzan pun berkumandang. Jarak waktu antara Mesir dan Indonesia 5 jam, jka disana dzhuhur maka disini ashar.
"Iya wan. Titip salam sama ummi dan Abi ya."
"InsyaAllah Mi. Assalamualaikum." Ucapnya mengakhiri percakapan.
"Wa'alaikumsalam warahmatullahi wa barakatuh." Jawab ku sambil menutup jaringan.
Adzan ashar terdengar sayup-sayup di telinga, aku pun memasukkan buku ke dalam tas, meletakkan uang dibalik cangkir dan berjalan menuju parkiran.
Brukkk....
"Aww... " Seseorang terjatuh, terduduk lemas di lantai. Memperhatikan luka di pergelangan tangannya.
"Astaghfirullah, maaf dik. Saya nggak sengaja." Ucapku penuh rasa bersalah, kemudian membantunya berdiri dan menanyakan luka di pergelangan tangannya.
"Tidak apa-apa mas, hanya luka kecil." Jelasnya sambil tersenyum.
"Sekali lagi saya minta maaf, saya kurang hati-hati."
"Seharusnya saya minta maaf mas, karena saya terburu-buru hingga tak tahu jika ada orang di depan."
Tak ingin berpanjang kata aku pun mengalah.
"Yaudah saling memaafkan ya."
"Iya. Saya permisi dulu, Assalamualaikum." Ucapnya seraya berlalu pergi.
"Wa'alaikumsalam warahmatullahi wa barakatuh."
"Ya Allah jika dia pantas untukku maka pertemukanlah kami untuk kedua kalinya." Bisik perempuan itu sambil tersenyum simpul.
______
Setelah sekian lama, akhirnya aku update lagi nih... Sekali lagi mohon maaf yang sebesar-besarnya ya...
Sekali lagi aku ucapkan terima kasih banyak untuk teman-teman yang dah mau stay sama cerita aku....
See you next part 👋
YOU ARE READING
karanlıktaki kadınlar
Teen Fiction[On Going] "Assalamualaikum ukhti manis. Jika kita dipertemukan sekali lagi, aku yakin kita akan berjodoh. Saat itu tiba, aku tidak akan melepaskanmu. sampai kau bergelar...." Setelah sekian bulan semenjak pertemuan itu akhirnya Rayyan bertemu kemba...
