Akseptasi

37 3 0
                                    

akseptasi/ak·sep·ta·si/ /akséptasi/

n 1 penerimaan; pembenaran;


Kisruh minda untuk persona tanpa nama. Menjejak senandung penuh syair yang bawa diri pada celaka akibat bersama. Kalakian, peduli setan terhadap seluruh stigma. Kelambur ialah sarira yang penuh diorama.

Hangat menjalari tiap-tiap sukma, seolah membisikkan obstruen nang mengandung sajak lama atas cinta dan kebahagiaan yang muncul bersama-sama. Walakin, tak ayal berisikan tentang betapa aku begitu memujamu yang indah tidak tahu adab. Bak diorama yang dipenuhi serdadu permata, had dwinetra dibuat tak pernah jemu pandangi seluruh enigma hingga warasku lenyap.

Kau jelas bukan aristokrat, bukan tikus berdasi yang hanya jadi pengerat. Kalakian, aku terpaku pada tutur dan minda kepunyaanmu yang tersusun apik secara teramat. Aku tiada pernah temukan kata nyaman sebelum mengenal asmamu tergurat. Lantas, bising jemala menyudutkan hingga suasana berubah miris. Bak dihantam malapetaka yang bisa membunuh dan buat semangatku mencintaimu menipis. Hatta, kian jisim teguh dan menepis. Warita kita ditorehkan mangsi yang sulit terkikis.

Aku percaya akan hal itu.
ㅤㅤㅤㅤ
Metafora perihal jahil takdir ambil peran jua hatur galaba seolah jadi perbincangan menarik. Rentetan kalimat hanya bisa tergantung pada bilabial, belum sempat diucap pun akhirnya kembali aku tarik. Tidak mau peduli akan buruk atau baik.
ㅤㅤㅤ
Kau mau tahu? Isi kapita kepunyaanku adalah riuh milik pasar malam di ujung jalan. Seluruh pemikirannya rungsing, buat aku tak mau tahu validasi apa pun, hanya mengambil konklusi melalui asumsi.

Penuh kelambur kening saat menyemat pernyataan, meski semua fana dan dipatahkan oleh ketulusan. Aku terlalu sibuk jejaki satu fase di mana yang buruk melingkupi, hingga lupa kalau di depan sana ada segala cita yang siap menghinggapi.
ㅤㅤㅤㅤ
Jentaka tiada kenal selungkang adalah pilar yang membangunku. Sementara kau mengambil risiko turut jatuh pada jurang bersama skenario Tuhan yang berkelakar mengejek, kau di sini. Aku cukup bahagia dan berterima kasih atas itu. Sungguh.

Yaum demi yaum, sarira milik kita menyatu di padang buana. Memamerkan cinta pada bentala yang katanya hanya lantunkan kidung serupa buat merana. Kalakian, jemari kita masih bertaut. Hablurkan masalah yang bubuhkan sembilu pada raut.

Dalam renungan pilu pada asmaraloka, aku di sini menjelma sumpah; akan selalu bersama denganmu, melawan perbatasan langit dan isi-isinya, satukan asa pada ornamen cantikmu.

Had candala terhempas dari jisim, memapah masing-masing dosa pada pundak, cinta akan selalu bersemi di penghujung hari. Selalu. Dalam kurun waktu selama-lamanya. Mutlak.

Tunggu, tunggu sejenak. Ini bukan kisah apik pula menarik, maka aku harap kau bisa paham betapa hancurnya jisim tatkala menilik. Dalam lantunan jari pada gawai usang, aku mengadu etimologi beserta keseluruhan kenang yang meremang.ㅤㅤㅤㅤㅤ

KELAKARWhere stories live. Discover now