^Ketiga^

19 6 0
                                        

Perundingan dengan anggota kelompok telah selesai. Dan mereka memutuskan untuk datang kerumah Miya esok petang setelah sekolah. Jam sudah menunjukkan pukul 4 sore, kelompok itu berpisah begitu mereka tiba didepan gerbang sekolah untuk pulang kerumah masing-masing.

Miya melewati jalan raya di atas trotoar. Ini kali pertama teman-temannya akan mengunjungi rumahnya. Padahal Miya sudah merencanakan tempat lain yang mungkin jauh lebih bagus dari rumahnya. Tapi tetap saja, teman-teman satu kelompok nya memilih rumahnya sehingga dia hanya bisa meng-iyakan.

Bukannya tak ingin ada tamu, dia hanya takut jika teman-temannya mengetahui pertengkaran ayah dan ibunya yang sering terjadi dirumah. Bisa hancur nama baik nya nanti. Untuk menghindari hal itu, Miya memikirkan segala cara agar semuanya lancar besok. Bisa-bisa dia tidak akan tidur nyenyak kalau begini.

Gadis bersurai sebahu itu berhenti di depan sebuah minimarkt yang nampak sepi. Mengerjapkan matanya beberapa kali sebelum pikirannya membawa dirinya untuk masuk ke tempat kecil itu. Rak-rak disana terisi penuh karena jarang di kunjungi. Ada beberapa yang mulai berdebu, bahkan penjaga minimarket ini saja sudah lanjut usia.

Miya menyusuri rak-rak bagian makanan ringan, menatap setiap deretan merk yang berbeda-beda. Ia mengambil keranjang untuk menampung belanjaannya. Sudah diputuskan, Miya akan langsung membawa teman-temannya ke rooftop rumahnya besok. Dan untuk tak menyusahkan ibunya, dia akan membeli beberapa makanan dan minuman ringan.

Keranjang sudah terisi setengah dan saat memasuki rak aksesoris, matanya langsung tertuju pada gantungan handphone yang beraneka ragam. Entah angin apa, dirinya tiba-tiba teringat pada sosok yang mudah tersenyum tatkala dia melihat gantungan berbentuk bunga matahari dengan wajah kartun tersenyum.

"Apa ku beli satu untuk Kak Arga ya..?"

Tanpa pikir panjang dan mengingat-ingat, dia mengambil gantungan itu kemudian berjalan ke kasir.

^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^

Pagi yang cerah, sang surya kembali menampakkan dirinya untuk menyapa makhluk dibelahan bumi. Burung-burung mulai beterbangan untuk melanjutkan kehidupan. Embun pagi yang sejuk nampak mengaburkan mata namun menyejukkan hati. Tetesan embun terjatuh dari setiap daun, saling menyambut hingga akhirnya mendarat di atas tanah yang lembab.

Miya berjalan diatas trotoar jalan dengan santai, tangannya terpaut lembut dibelakang tubuhnya, menatap kagum pada ciptaan indah Tuhan pada pagi hari ini. Dia bahkan melupakan sejenak ketidakhadiran ayahnya dari semalam. Keluarga nya mungkin terpandang, tapi Miya merasa amat malu pada keluarganya sendiri.

Memilih menikmati pagi yang cerah, dia bahkan bersenandung pelan untuk menghilangkan pemikiran negatif soal keluarganya. Bagaimanapun, ayahnya bekerja untuknya, walau ayahnya tak bisa selalu ada untuknya.

Memasuki gerbang sekolah yang terbuka lebar, Miya melancarkan senyumannya pada penjaga gerbang yang tersenyum balik ke arahnya. Miya adalah gadis yang dikenal hangat oleh murid bahkan warga sekolah. Selain pribadi nya yang ramah dan murah senyum, dia juga sosok gadis yang cantik dan manis.

Walau kaya raya, dia tak pernah membedakan teman dalam berkomunikasi. Dan selalu tersenyum, begitulah dirinya. Walau entah senyum itu dari hatinya atau hanya rekayasa semata. Baru saja memikirkan senyuman, dirinya berpapasan dengan sosok yang selalu tersenyum walau tau dirinya tak sempurna.

"Kak Arga.." gumamnya, menyebutkan nama sosok yang dimaksud. Terlihat jelas, Arga sedang duduk di kursi panjang yang berada di teras kelas 10-1. Ia tak sendiri, bersama seseorang yang sangat ia kenali dengan ban lengan merah diseragamnya, Clarissa.

"Duh, kalau kak Clarissa gak pas banget timming nya.." Gumam Miya dalam hati, dirinya sangat ingin memberikan gantungan yang ia beli semalam pada Arga untuk balas budi uang kantinnya. Tapi, mengingat Clarissa mengata-ngatai nya beberapa waktu lalu dirinya jadi enggan bertemu. Akhirnya memutuskan untuk menaiki tangga untuk ke kekelas nya di tingkat satu.

"Clarissa, barusan yang lewat Miya ya?" tanya Arga, menolehkan kepalanya kearah tangga kala dirinya mencium aroma yang sangat ia kenali. "Gak tau, gak liat. Mungkin sih ya." ucap Clarissa cuek, kembali mengajak Arga untuk bercanda ria.

Namun sayangnya, semua celotehan nyaring Clarissa tak di gubris bahkan tak didengarkan oleh Arga. Arga seibuk berdiam sambil menundukkan kepalanya. Tangannya bergerak menekan sesuatu di telinganya kala benda kecil itu berbunyi. "Lu dimana sih?! Ngeselin banget!! Gua capek nyariin tau gak?!"

Arga menaikkan tangannya didepan wajah Clarissa, isyarat agar gadis itu mau menghentikkan ucapannya sejenak. Kekehan lembut terdengar dari pemuda dengan balutan di mata itu, membuat Clarissa diam. "Maaf Ka~ Aku di lantai dasar nih."

"Ya lu harusnya ngomong!! Sama siapa?!"

"Clarissa." Jawab Arga singkat sambil elus-elus dada, heran dengan kelakuan sahabatnya yang satu ini. Tak bisakah ia mengecilkan volume suaranya disebrang sana? Agra bahkan kesulitan mencari tombol untuk mengecilkan alat pengganti telpon miliknya.

"Otw. Awas lu kemana-mana, gua picek mata lu."

"Wong aku dah picek! Piye?!"

"Lupa. Tunggu disitu lu."

Arga meringis sakit kala mendengar bunyi 'ting' tanda telpon dimatikan. Kemudian dirinya menoleh kala merasakan seseorang menggandeng tangannya, menautkan jemari mereka bersamaan. "Siapa?"

"Friska, sepertinya ada urusan." ucap Arga menjawab pertanyaan Clarissa dengan senyum tipis. Mendengar nama itu disebut, Clarissa mencibir pelan agar suaranya tak terdengar oleh Arga yang sibuk untuk memanjangkan tongkatnya. "Ini masih pagi, mau ada urusan apa sih?"

"Entahlah. Jika Friska menelpon ambil marah-marah, itu artinya ada urusan~" Jawab Arga enteng, memegang tongkat nya dengan kedua tangan kemudian bersiul lembut. Clarissa menghembuskan nafasnya berat, kemudian menatap lurus tepat di balutan yang menutup kedua mata Arga. "Aku masih penasaran dengan yang ada dibaliknya.."

"Aduh! Sakit!" Ringis Arga kala mendapat pukulan dikepalanya. Ketika Clarissa menoleh, sosok gadis dengan ikat rambut kuda asal-asalan terlihat sedang memukulkan sebuah makalah berkali-kali dikepala Arga. "Makan tuh."

"Aku pengen makan soto." Rengek Arga seraya memegang kepalanya seperti bocah. Clarissa menyadari nya, bukan sekali dia menyadari hal ini, tapi berkali-kali. Sifat Arga akan berubah drastis kala dirinya bersama Friska, dimana segala sifat keren dan kalemnya tergantikan dengan sosok manis dan banyak bicara.

Apa Friska orang yang spesial baginya?

Clarissa tersentak kala dirinya mendapat tatapan dari Friska. Tatapan gadis itu sama, tetap datar dan santai seakan masih mengantuk walau wajahnya terlihat segar. "Maaf kalau ni bocah gangguin lu pagi-pagi."

"Gak apa-apa kok. Lagian gua yang manggil dia buat ngobrol bareng." Jawaban dari Clarissa membuat Friska sontak menggaruk tengkuknya yang bahkan tak gatal sama sekali. "Gua ganggu ya?"

"Gak kok. Santai aja. Pasti ada hal yang lebih penting kan?" ujar Clarissa berusaha tersenyum. Berharap dirinya dapat melihat sosok berwajah datar itu tersenyum paling tidak sedikit. Tapi harapan tak semuanya berujung sesuai harapan itu, Friska hanya meringis kemudian menatap Clarissa kikuk. "Emang penting sih. Gak apa nih?"

"Y-ya gak apa kali Ka! Dia kan gandengan lu, masa izin nya sama gua!" Tawa Clarissa setelah mengucapkan kalimat ambigu itu. Friska kembali melayangkan pukulan dikepala Arga yang sibuk bersiul riang sambil berjongkok di lantai. "Bisa geger otak nih!"

"Cepet atau gua seret?" tanya Friska galak, membuat Arga dengan cepat berdiri dari duduknya dan mulai berpegangan, menggenggam erat jemari Friska diantara jemari panjangnya, membuat Clarissa merasakan gemuruh liar dihatinya.

"Pamit ye, Assalamualaikum."

"W-wa'alaikumsallam.."

Clarissa menjawab seraya menatap kepergian keduanya yang menghilang ditikungan menuju anak tangga. "Hubungan mereka itu apa sih..?"

To Be Continued




DandelionTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon