part 3: Trio babu Nindi

Start from the beginning
                                    

Matanya spontan membulat mendengar penuturan kekecewaan Nindi. Gadis itu mengembungkan pipi merajuk, sembari menoleh ke belakang punggungnya, seakan-akan memang ada ekor di sana.

"Lah, autotomi ya?"

Mahes jadi tahu reaksi cicak ketika tahu ekornya putus. Ternyata cicak bisa sedih juga ketika ekornya putus.

Nindi mengangguk polos."Gimana cara nyambunginnya?"

"Bukannya bisa tumbuh lagi?"

"O, iya! Aku lupa!"

Sebetuknya dia sungguh-sungguh berhalusinasi menjadi cicak atau hanya caper padanya sih? Mencurigakan sekali gelagatnya.

"Lo nggak lagi caper sama gue 'kan?" Sekali lagi Mahes bertanya, memastikan.

"Aku 'kan cicak, mana bisa caper?"

Dirinya benar-benar dimakan emosi, dilahap kejengkelan sehingga nekad menyeret Nindi lebih kasar dari sebelumnya.

"Tidur!"

Ingat, Nindi sedang menjadi cicak. Maka cara naik ke ranjang pun menyesuaikan dengan cicak. Dia asyik melompat-lompat di tempat seperti katak bodoh.

"Dengerin gue! Naik! Bukan lompat-lompat nggak jelas!" Mahes yang mulai geram, lantas menoyor kepala gadis itu sampai terhuyung, reaksi wajahnya sangat polos sekali. Melihatnya tak melawan, rasanya ia ingin membantingnya, seperti ketika membanting seekor cicak.

"Nggak nyampek!" serunya, kesal.

"Duh, mabok sih, mabok! Tapi jangan bego juga!"

Tidak ada pilihan lain selain membiarkan Nindi berdiri saja di samping ranjang. Jangan harap Mahes akan menggendongnya ala-ala bridal style. Tidak! Tidak akan pernah! Memangnya dirinya kuat? Tentu saja tidak! Malah kini Mahes yang duduk di atas ranjang.

"Bismillah," lirihnya sembari menuangkan tetes demi tetes minyak kayu putih ke telapak tangannya, selanjutnya mengoleskan minyak itu ke jidat Nindi, memijatnya perlahan."Semoga cepet sadar, sumpah gue takut lo kayak gini terus sampai 3 hari. Nggak lucu 'kan kalau lo terus-terusan ngehalu?" ocehnya sembari mengolesi minyak pada jidat gadis itu.

"Nindi-Nindi, kok, bisa lo nekad makan begituan? Mau mabok ya, modal kek! Minum Fanta cambur Bodrex lebih bermodal!" ceramahnya lagi.

Tangannya beralih merogoh teh yang kini hangat di nakas, lalu mendekatkannya ke mulut Nindi.

"Minum!"

Awalnya Nindi cengo, kemudian mulai menatap teh itu penasaran, perlahan lidahnya menjulur untuk mencicipinya, kemudian lidahnya malah tak berhenti keluar dan masuk seperti cicak yang sedang memangsa serangga. Hal itu membuat Mahes tak berhenti tertawa geli sampai beberapa menit kemudian.

"Ya, ampun! Dosa nggak, sih, ngetawain orang yang kena musibah?" Saking tergelitiknya, perutnya sampai mules, nyaris terkencing-kencing di celana.

"Kamu kenapa?" Dengan polosnya gadis itu bertanya.

"Udah lupain aja."

Tawa Mahes pun bereda, teh itu sudah kembali berada di nakas.

"Sekarang kelihatan 'kan yang paling tulus siapa?"

Nindi hanya bergedip beberapa kali, entah itu sebagai responnya atau insting seekor cicak.

"Ya, udahlah. Udah lewat juga."

Mahes tersenyum samar mengingat keadaannya antara ia dan Nindi sekarang yang seperti orang asing. Bukannya ia tidak ingin kembali seperti dulu, ingin, bahkan sangat ingin! Hanya saja, keadaan sudah tak sama lagi. Seseorang yang telah dikecewakan dan pergi, tidak akan sama lagi seperti dulu kala.

GUE CANTIK, LO MAU APA?! (End)Where stories live. Discover now