Prolog

33 6 0
                                    

   "Ini," bisik Raine sambil memegang buku tebal dengan satu tangan, "mahalnya ...."

   Membaca sinopsisnya saja sudah tidak tertarik, ditambah harganya yang merenggut dua hari uang jajan Raine membuat mood-nya yang kacau semakin jelek. Namun, mau tidak mau Raine harus membeli buku tersebut untuk memenuhi syarat wajib tugas akhir kelas bahasa.

   "Duh, lagipula tugasnya apa, sih!? Paling cuma analisis novel."

   Raine melemparkan buku itu ke dalam tas belanja sebelum pindah ke bagian lain yang menyediakan peralatan tulis. Tangannya dengan cepat mengambil dua buah bolpoin hitam dan tiga buah highliter berwarna kuning, merah muda, dan biru.

   Untungnya antrean kasir tidak panjang jadi Raine bisa pulang lebih cepat dan melanjutkan game yang kemarin hampir diselesaikannya--kalau saja sepupunya tidak berisik dan membangunkan semua orang di rumah saat tengah malam.

   Mengingat itu membuat Raine makin kesal, kaki kirinya menendang sampah gelas plastik telantar ke pinggir jalan.

   "Ugh!"

   "Oi, jangan buang sampah sembarang!"

   "Bukan sampahku!" Walaupun begitu Raine tetap memungut sampah itu dan memasukkannya ke tong sampah.

   Akhirnya Raine pergi setelah mendengus kesal dan melangkah cepat pulang ke rumah.

   Di rumah pun mood Raine tidak membaik, sepupu laki-lakinya sedang asyik menonton televisi di ruang keluarga sambil mencamil keripik kentang bawang homemade Raine.

   "OLI! KERIPIKKU KAU MAKAN!?"

   Duak!

   Sepupunya yang tengah bersandar di sofa melompat mendengar teriakan tersebut, kakinya terbentur sisi meja, ia tidak dapat melihat siapa yang berteriak karena Raine berada di belakangnya, tetapi ia tahu suara siapa itu.

   "Rai ...." Oliver berbalik dan memegangi dada kirinya yang berdegup keras di telinga, panik menggantikan nyeri di kakinya begitu ia melihat Raine.

   Raine menjatuhkan kantong plastik yang digenggam erat tadi, suara debuman buku seharga jatah dua hari jajan Raine dan alat-alat tulisnya ditahan oleh karpet merah tua yang melapisi seluruh lantai ruang tamu.

   "Bentar, ja-jangan marah dulu!" tahan Oliver menjulurkan kedua tangannya.

   Pemuda itu tersenyum canggung lalu menarik orang di depannya mendekat, minyak di jari-jarinya menempel di lengan Raine. Sang gadis melihat stoples yang seharusnya terisi penuh dengan keripik kentang sudah berkurang setengah.

   "Apa?" geram sang gadis sembari melirik lengannya yang digenggam.

   "Bagaimana, bagaimana kalau kita buat lagi ... bersama! Ya, bersama!"

   Raine menjotos pipi Oliver.

   "Huh, kukira mau minta maaf," ucap pelaku di hadapan korban yang tersungkuk meringis sembari memegangi pipi.

   Raine mengambil stoples keripik kentangnya lalu menenteng kantong plastik yang tadi sempat jatuh. Gadis itu memberikan tatapan sinis kepada Oliver sebelum menaiki tangga menuju kamar.

   "Maaf! Nanti aku buatkan, deh! Kau istirahat saja," ujar Oliver. Namun, Raine tidak menoleh sedikit pun ke arahnya.

   Memang salah Oliver, ia mengakui itu, tetapi ia juga punya dendam terhadap Raine karena gadis itu yang menyebabkan dirinya kena omel sampai fajar.

   "He-he-he."

   Rasa bersalah Oliver langsung berkurang.

=×=

Royal-Tea Multiplayer ModeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang