Aku mengangkat cangkir yang berisi minuman sereal sambil tetap fokus pada laporan. Entah kenapa, tiba-tiba tanganku terasa lemas dan justru menumpahkan sisa minuman ke arah bajuku.

"Aduh!" seruku kaget. Untunglah, isinya tidak lagi begitu banyak dan juga sudah tidak panas.

Aku menarik tisu dan bangun dari dudukku. Aku berjalan keluar ruangan, lurus terus mencari toilet dengan menepuk-nepuk bagian bawah bajuku yang kotor. Saat aku akan mendorong pintu toilet, aku mendengar suara orang berbincang dari dalam.

"Katanya sih kalau Pak Felix gagal menjabat, So Tasty Indonesia akan lepas dari Caton Grup." Suara perempuan ini terdengar sedikit serak.

Aku membatalkan niatku untuk masuk dan memilih mendengarkan di balik pintu toilet. "Terus nasib kita gimana dong? STI selama ini selalu didukung sama Caton Grup, kalau pisah aduh ...." balas seseorang yang kini suaranya lebih jernih dari perempuan tadi.

Aku berbalik kembali menuju ruangan Felix. Saat aku kembali ke ruangan, ponselku berdenting pelan. Pertanda ada chat masuk dari seseorang.

+62 813-9966-xxxx: Zemira, bisa kita bertemu di cafe sehati dua jam lagi? – Leta

💌💌💌

Pintu ruangan Felix terbuka, pemilik ruangan masuk dengan wajah yang tegang. Dia terlihat sangat-sangat marah dan sedih di saat bersamaan. Aku langsung berjalan menuju Felix, menyongsongnya dan memeluk Felix dari belakang.

"Aku gagal Zem," tutur Felix pelan, dia mengusap wajahnya sedikit kasar dengan kedua telapak tangannya.

Aku menyandarkan kepalaku di punggung Felix yang tegap. "Nggak papa, Tuhan punya rencana lain untuk kamu," sahutku.

Felix melepaskan tanganku pelahan, dia melepaskan pelukanku. Felix berbalik, dia mencium pucuk kepalaku dan kemudian dia berkata, "Bisa tinggalkan aku sendiri dulu?" kalimat Felix tersebut membuatku diam membeku selama beberapa detik.

Aku tersenyum tipis, paham bahwa Felix membutuhkan waktu untuk menenangkan diri. Aku menganggukkan kepalaku dan menjauh dari Felix. Aku memeberskan barang-barangku dan membawa tasku keluar dari ruangan Felix.

Tadinya aku ingin bercerita soal Leta yang tiba-tiba mengajakku bertemu. Tetapi, rasanya aku tidak bisa mengatakannya di saat suasan hati Felix tidak baik. Bahkan, Felix tidak menawarkan untuk mengantarku keluar.

Aku menerima ajakan Leta bertemu di café sehati yang lokasinya tidak jauh dari kantor. Aku ingin tahu apa yang akan dikatakan perempuan itu. Mudah-mudahan saja aku tidak mengamuk dan memaksa Leta untuk mengembalikan sahamnya kembali ke tangan Felix.

Saat aku sampai di café, belum ada penampakan sosok Leta. Aku pun memilih lokasi yang cocok untuk mengobrol, siapa tahu nanti kalau aku khilaf berbuat kekerasan tidak akan terlalu mencolok mata orang lain juga.

Lima menit setelah aku duduk dan memesan, sosok Leta datang. Aku dapat melihat tubuh tinggi semampainya masuk melintasi café menuju bagian sudut. Aku tidak akan menyambutnya dengan senyuman. Aku justru pura-pura melihat ponsel, memeriksa layar ponsel yang tidak ada pemberitahuan apa-apa.

Leta duduk di kursi depanku. Dia memanggil pelayan dan menyebutkan pesanannya. Aku masih diam saja, melirik sesekali melihat raut wajah Leta yang ada pancaran merasa puas. Boleh tidak aku cakar wajah cantiknya itu?

"Ada apa?" tanyaku langsung saat pelayan pergi dengan catatan pesanan Leta.

Aku memperhatikan gerak-gerik Leta, dia menyandarkan punggungnya pada sandaran sofa. Kedua tangannya terlipat di depan dadanya. "Tinggalkan Felix dan gua akan mengembalikan semua saham Felix," ucap Leta dengan santai.

Aku jelas merasa marah mendengar ucapan Leta. Bisa-bisanya dia mengancamku seperti ini. Memangnya dia kira aku akan dengan senang hati melakukan apa yang dia katakan barusan?

"Jika gue tidak bersedia bagaimana?" tanyaku menantang Leta.

Kedua mata Leta melebar, dia mungkin tidak menyangka akan mendengar aku berkata seperti ini. Walaupun, tanpa Leta ketahui aku sudah memperimbangkan hal itu. Aku tadinya ingin meninggalkan Felix demi masa depannya. Tapi, apa dengan seperti itu Felix akan bahagia? Aku tidak akan mengambil resiko itu.

"Terserah, kalau begitu jangan harap gue akan mundur." Leta berkata dengan santai. Dia sepertinya benar-benar tidak ingin mundur tanpa mendapatkan apa yang dia inginkan.

Aku bangun dari dudukku tepat saat pelayan datang mengantarkan pesananku. Aku mengambil segelas es milo yang aku pesan dan menyiramkannya di atas kepala Leta.

"Lo! Apa-apaan? Lo gila?" teriak Leta kaget.

"Lo yang sudah gila, Leta," kataku sambil menekan setiap kata-kata yang aku ucapkan. Aku meletakkan kembali gelas kosong ke atas nampan si pelayan yang bengong karena kaget. "Minumannya dia yang bayar ya Mbak, soalnya dia yang habisin," tukasku yang akhirnya keluar dari café, meninggalkan Leta yang marah-marah.

💌💌💌

Hallo aku mau bawa info soal pre-order buku ini ya. Kalian udah tau dong kalau cerita ini masih on going tapi aku udah open Pre-Order.

Bukunya bisa dipesan melalui aku langsung (Via admin atau Via shopee) dan beberapa online shop yang kerjasama dengan aku.

Buat yang udah isi google form kemarin silahkan lakukan pembelian melalui admin atau shopee.

Estimasi barang ready tanggal 14-17 Mei 2021
Tergantung kondisi pengiriman karena lebaran jadi pengiriman sedang overload.


Rumah Mantan (Selesai)Where stories live. Discover now