20. 8 JANUARI 2019

11 8 0
                                    

Sepertinya terlalu banyak keliru yang Aku lakukan. Terlalu banyak mengalah, membuat Naya jadi korban dalam hal ini.

Hari ini, selasa 8 Januari 2019, pukul 01.00 AM Aku masih menunggu bagaimana hasil cek dari dokter tentang kondisi Naya dan apa yang harus dilakukan. Jujur, Aku benci pada diriku sendiri, setiap kali Aku meng iyakan untuk Naya ikut ke rumah Eline. Karena, Aku tau resiko yang mungkin akan terjadi, tapi Aku masih tetap menurutinya.

"pasien membutuhkan banyak darah untuk kesembuhannya. Luka di tubuhnya sudah ditangani, tapi, darah yang banyak terbuang, membuat tubuhnya menjadi sangat lemah." Ucap Dokter.

"kalau perlu, golongan darah Gue sama dengan pasien dok. Kita bisa ambil tindakan." Jawabku yang sudah sangat panik dengan wajah yang tak karuan lagi.

"namanya siapa?"

"Bryant dok. Sebelumnya Gue tau kalau syarat untuk transfusi darah itu harus usia 17 tahun dan sekarang Gue masih 16 tahun. Tapi Gue mohon dok, ini kondisinya sedang darurat. Gue gamau pasien sampai kenapa-napa dok." Jawabku.

"maaf, tapi tetap tidak diperbolehkan." "gini saja, Kamu telepon keluarga pasien yang memiliki golongan darah yang sama. Minta mereka secepatnya ke sini."

"orang tua pasien sedang di madinah dok. Tidak mungkin bisa sampai secepat itu."

"Saya tidak ingin membahayakan pasien hanya karena keadaan darurat. Terima kasih."

(dokter itu pergi dan memalingkan muka).

Dari diriku sendiri, jelas dan tampak sangat dominan, Aku ingin sekali marah kala itu. kondisi yang sedang darurat, hanya ada Aku di sana, dan Aku tak bisa melakukan apapun. Sebelumnya Aku sudah menelepon Ibuku dan Eline untuk datang ke rumah sakit sesegera mungkin. Rasa panik, cemas, marah,sedih, semuanya bercampur aduk padaku saat itu. ditambah lagi dengan tanggung jawabku yang belum selesai tentang Eline. Aku tak ingin ada yang menjadi korban lagi kali ini.

Kematian Ali beberapa tahun lalu, membuat trauma yang besar dalam keluargaku. Sebagian dari keluargaku bahkan ada yang menyalahkan ku karena kejadian itu. beberapa dari Mereka, mangganggapku seperti bukan seorang keluarga. Terutama orang tua dari Ali. Aku tak ingin, apa yang pernah terjadi itu, kembali terulang. Jika memang harus terulang, cukup Aku yang merasakannya, dan biarkan semuanya normal kembali.

(Aku menelepon Eline untuk memastikan posisi mereka saat ini).

"Hallo Line. Udah dimana sekarang?" tanyaku panik.

"sebentar lagi sampai Kak. Gimana kabar Kak Naya?"

"dia behabisan banyak darah karena kejadian itu, dan sekarang dia butuh banyak darah."

"golongan darah Kak Naya apa kak?" tanya Eline.

"sama kayak golongan darah Gue."

"kalau gitu, berarti juga sama dengan golongan darah Mama ya nak?" tanya Ibuku tiba-tiba menyaut.

"iya Ma." Ucapku lagi "Ma, Bryant gak mau sampai kenapa-napa sama Naya. tadi Bryant sudah ingin menawarkan untuk itu. tapi kata dokter, tetap gak bisa Ma. Dan sekarang, harapan Bryant ada di Mama Ma. Bryant mohon Ma." Ucapku. Jujur saat kalimat itu Aku ucapkan, Aku sempat meneteskan air mata.

"iya Nak. Kamu sekarang tenang ya. Mama pasti akan bantu untuk kesehatan Naya. Kamu gak perlu khawatir."

"makasih Ma." Ucapku kemudian mematikan telepon itu.

Aku sangat membenci kelebihan yang Aku miliki, sangat benci. Di saat genting seperti ini, tetap saja ada yang mengganggu ku. Suara bodoh itu terdengar berulang kali di telingaku. Tertawa dan mengucapkan beberapa kata yang membuatku benci pada dunia yang Aku miliki saat ini.

Semua ini tidak akan terjadi jika Aku tidak ditakdirkan memiliki kelebihan yang buruk seperti ini.

Pukul 02.13 AM saat itu. Ibuku dan Eline sampai di rumah sakit tempat Naya di tangani. Aku yang sudah sangat panik segera menyambutnya dan meminta untuk secepatnya dilakukan tindakan. Kalau Aku gambarkan kondisi luka yang ada di tubuh Naya saat itu, mungkin akan sangat berat untuk Aku melanjutkan tulisan ini. Dan mungkin, semua akan berhenti sampai disini.

"suster. Mohon segera dilakukan tindakan untuk pasien sekarang ya." Ucap Ibuku.

"pasien membutuhkan banyak darah Bu. Dan darah pasien itu sangat langka."

"darah Saya sama dengan darah pasien."

"baiklah, Saya panggilkan dokter segera ya Bu."

Semua ini berjalan hampir lebih dari dua jam. Dan Naya belum sadar juga dari posisinya saat itu. dari selesai penanganan, Dia dipindahkan ke ruang rawat khusus dan disana, hanya satu orang yang boleh menemani pasien.

"Ma. Eline. Biar Bryant aja ya yang jaga Naya disini. Mama sama Eline, istirahat aja dirumah." Ucapku menahan tangis.

"Kamu yakin Nak? Biar Mama aja yang jaga Naya. Kamu dan Eline pulang dulu kerumah untuk istirahat. Sudah beberapa hari ini, Kamu memaksakan diri dan kurang istirahat. Jangan paksa tubuhmu Nak. Semua ada batasnya." Jawab Ibuku.

"iya. Semua ada batasnya. Dan kebetulan Bryant belum sampai di batas itu. Bryant masih kuat. Biar Bryant aja yang jaga Naya disini." "boleh ya Ma? Bunda dan Abah juga kan nitipin Naya ke Bryant. Jadi ini tanggung jawab Bryant. Mama harus percaya." Jelasku.

(Ibuku hanya tersenyum dan mereka pulang dari rumah sakit itu).

Lagi, lagi dan lagi. Kenapa hal buruk selalu tidak mengenal waktu dan situasi. "HAHAHAHA SEMUA INI SALAHMU. SEMUA INI ULAHMU BRYANT. DIA AKAN JADI MILIK SAYA DAN AYAH. KAMU AKAN MENYESAL ATAS SEMUA INI" suara itu terdengar jelas di kupingku, saat Aku memegang tangan Naya yang terbaring lemas dan tak sadarkan diri. Ingin rasanya Aku marah dan berteriak sekencang-kencangnya saat itu. tapi, itu rumah sakit dan Aku sedang ada di salah satu ruangan yang tidak boleh ada suara berisik. Jadi yang Ku bisa lakukan hanya diam dan berdoa untuk semua ini.

Siang hari. sekitar pukul 11.20 AM, Naya membuka matanya dan sadar. Dia sempat tersenyum padaku. Dan setelah itu Dia memberi tahukan sesuatu yang sangat penting.

"Gue kenapa disini Nyet?" tanya nya.

"ceritanya panjang. Tapi yang terpenting sekarang Lo udah sadar." "Lo jangan banyak gerak ya Nyet. Tubuh Lo belum fit untuk gerak kayak orang sehat."

"Eline dimana?" petanyaan ini tiba-tiba terucap dari bibir Naya dan membuatku terkejut.

"Eline tadi pagi kesini sama Bunda. Tapi, sekarang sudah pulang." "napa Nyet?"

"jaga Eline. Beberapa hari lagi, akan ada sembahan yang gak baik untuk semua. Kita akan ada di antara dua kebingungan yang mungkin akan berdampak padamu. jangan terlalu banyak memikirkan sesuatu hal. Semua ini akan menjadi hal buruk yang selalu berlanjut sampai Lo ketemu dengan orang yang disebut olehnya Ayah. Semua bersumber padanya." Ucap Naya yang sama sekali tak Aku mengerti saat itu.

(Aku tak menjawab apapun).

(Naya kembali menutup matanya).

Aku tidak tau apa mimpi Naya saat itu. tapi sepertinya, yang berbicara tentang Eline denganku bukanlah Naya yang Aku tau. Cara bicara dan sorot matanya sangat berbeda dengan Naya yang Aku kenal. Tapi hal itu tidak terlalu penting karena sisi bagusnya, bukan sesuatu buruk yang kembali terjadi pada Naya.

Aku segera menelepon Eline untuk memastikan apakah mereka sudah sampai rumah atau belum. Eline menjawab telepon itu dengan sangat tenang seperti tidak ada hal apapun yang pernah dialaminya.

Naya dirawat di sana, hampir satu bulan lamanya. Dan selama satu bulan itu, Aku tidak kerumah Eline untuk melanjutkan apa yang sudah Aku mulai. Karena... Aku sudah tau apa yang sebenarnya terjadi pada keluargaku kali ini. 15 Februari 2019.

TRY TO COME BACK HOME [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang