Bab 2

146 2 0
                                    


Bukan tentang seberapa hancur menghadapi kehilangan, tapi tentang sejauh mana aku siap terima kenyataan bahwa sepahit itu keadaan yang diberikan Tuhan

***


Setelah memeriksakan ke 2 dokter yang disarankan, kami sekelurga hanya terdiam dan bertanya bagaimana kondisi keluarga kami kedepannya. Pasalnya, dokter itu berkata yang sejujur-jujurnya tentang resiko yang akan dihadapi pasca operasi.

"Kalau ibu mau lanjut, ada 2 kemungkinan bu. Yang terburuk, kalau sampai ada saraf yang kena, maka akan ada kerusakan pada sistem saraf dan kemungkinan pada gangguan jiwa atau tidak sadarkan diri. Dan kemungkinan paling buruk adalah meninggal. Meninggal ketika dimeja operasi, atau pasca operasi. Itu kemungkinan yang terjadi ketika ibu mengambil keputusan operasi. Tapi, kemungkinan ibu sembuh dan tumor ini terangkat juga ada, sekitar 70%. Karena tumor ini sudah cukup besar dan melekat kuat disaraf ibu. Jadi, ibu silahkan pikirkan lagi dan rembukan dengan keluarga inti, dan keluarga besar." 

Kata-kata itu terus berputar dikepalaku dan mungkin dikepala kedua orang tuaku. Tapi, hal paling mendasar yang kami pikirkan adalah nasib adikku yang masih kelas 4 SD itu. Bagaimana ia bisa beradaptasi pada kondisi kedepannya jika mamaku tidak sadar disi pasca operasi? Bagaimana aku bisa menenangkannya dan menjamin ia baik-baik saja?

Aku hampir gila dan putus asa. Tapi, disatu sisi lain tekad mamaku juga sangat kuat. Ia benar, ia hanya ingin sembuh dan menyunati adikku suatu saat setelah ia sembuh. Baiklah Pingkan, apapun, harus dihadapi. Meskipun kadang, aku mendengar bisikan yang entah dari mana, selalu saja terdengar ketika aku sedang berdua saja dengan mamaku

"nikmati... gaakan pernah terulang lagi"

Selalu begitu. Tidak pandang siang atau malam, sedang apapun kami, ketika kami hanya berdua saja, bahkan pernah ketika kami sekeluarga sedang becanda, bisikan itu terdengar lagi dan selalu saja terdengar jelas. Tidak, aku tidak sedang menghayal karena bisikan itu tidak hanya datang sekali dua kali.

Setiap aku mencoba berdamai dengan kondisi seperti sekarang, aku selalu saja terpikir untuk pahami arti bisikan itu. Kenapa seperti bentuk peringatan? Apa yang tidak akan terulang lagi? 

***

Hari demi hari kami habiskan seperti biasa, sekeluarga. Sampai akhirnya, tanggal mendekati hari operasi mamaku tiba.

25 Desember 2017, aku dan bapakku pagi-pagi sekali ke rumah sakit untuk mengurus berkas rawat inap pra sampai pasca operasi mamaku. Dan ternyata, hari ini juga mamaku harus mulai rawat inap karena operasinya akan diadakan tanggal 27 Desember mendatang.

Hatiku makin tak karuan. Bisikan itudatang lagi dan bahkan makin jelas. Makin parah, karena bahkan ketika akusendiripun, bisikan itu sangat jelas. Sampai detik ini, aku tidak pernah tausiapa sebenarnya yang membisikan itu.


25 Desember 2017

Mamaku sudah memasuki ruang rawat inap. Di Lantai 5. Cukup nyaman dengan ruangan ber AC dan pemandangan sore perkotaan yang cukup jelas terlihat dari sini. Kamar ini berisi 2 pasien dengan penunggu maksimal 2 orang. Mamaku bersebelahan dengan ibu-ibu yang katanya mengidap kanker payudara dan sedang kemoterapi. Ibu itu juga yang menunjukkan kepadaku bahwa pemandangan diluar bisa dilihat dari tempat tidur mamaku. Asalkan gorden penyekatnya dibuka. Hehe.

LOVE, LIFE, AND REVENGETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang