Abreaksi

57 16 5
                                    

ab.re.ak.si /abréaksi/

n Psi proses berkurangnya kecemasan dengan melepaskan tekanan dari suatu pengalaman tertentu


"WHERE'S MY CHICKEN?!!"

"Demi Allah, aku selalu diakhirkan perihal makanan enak."

"Apaan, sih, Mbak? Pagi-pagi udah drama."

"Kemarin Gilang ngasih ayam tuh di mana? Dihabisin, kan?"

"Iya. Kata Ibu boleh dimakan aja, kemarin juga ada temen aku ke sini, jadinya habis."

"Tau, deh. Aku mogok makan, bye."

"Semangat!"

Kepergian sang ayam membuat Ann kehilangan selera makan, selera bekerja, bahkan selera untuk hidup, astaghfirullaah. Membuatnya hanya berakhir di kamar dengan perut kopongnya.

Ann mengambil ponselnya, mengecek pesan masuk dan langsung tertuju dengan nama Riqa.

Inna lillahi wa inna ilaihi rooji'un. Allahumma'jurnii fii mushibatii wa akhlif lii khoiron minhaa (Segala sesuatu adalah milik Allah dan akan kembali pada-Nya. Ya Allah, berilah ganjaran terhadap musibah yang menimpaku dan berilah ganti dengan yang lebih baik).Begitu lah batinnya tatkala membaca isi pesan Riqa. Kehilangan, lagi. Hal satu itu seperti takdir yang menggerogoti hidup. Orang dekat kehilangan orang terdekat yang bahkan mungkin enggak dekat. Bagaimana, ya? Intinya bikin sesak dan buat pening kepala, bahkan kata-kata semangat 'tetap lanjutkan hidup, ya?' sudah tak mempan. Kematian cuma tinggal nunggu giliran aja hehe.


"Oh, iyaa, aku disuruh nemenin si Raka ke kondangan! Sial, gagal mogok makan," celetuknya. Sifat pelupanya cukup berefek negatif. Termasuk melupakan Awan? Enggak, itu positif.

Banyak orang berkata, fase hidup mengkhawatirkan orang dewasa berawal dari saat pelawaan pernikahaan kawan mulai berdatangan bak arus lebaran. Ketika harus sisihkan uang untuk kondangan, katanya. Tersenyum sepanjang waktu dalam percaturan membosankan, ucapkan selamat seolah-olah turut larut dalam kebahagian, dan pulang ke rumah hanya untuk dapat pertanyaan; kamu kapan?

Namun, dengan semua hal yang disebutkan, tak semerta-merta buat Ann abaikan tiap pelawaan pernikahaan yang kembali sambangi kediaman. Tak sampai hati, begitu katanya. Lagi pun seorang Ann hanya perlu berias diri sebentar.

"Raka, serius ini enggak apa-apa? Bakal canggung banget, deh, kayaknya," di tengah perhelatan, Ann buka suara. Sembari beberapa kali benarkan pakaian yang membalut raga. Gugup tak terkira.

Kali ini ia bersama Raka tengah hadiri satu pernikahaan kawan sewaktu sekolah menengah. Namun yang membedakan dengan perhelatan sebelumnya, sekarang Raka bilang akan kenalkan Ann dengan kawannya yang juga tengah dapat tekanan untuk cari pasangan dari pihak keluarga. Sambil menyelam minum air, katanya.

Berapa umur teman yang Raka sebutkan? Apa ia adalah rubah yang hidup di zaman kerajaan Kutai? Lalu muncul sebagai manusia yang akan mengambil energi dari Ann?

"Canggung dikit nggak apa, hitung-hitung biar move on dari Awan. Lagian kasian tetangga udah pada minta cucu."

"Gini, nih, kalau hidup pakai omongan orang lain." Ann mendengkus, mengambil kudapan dari atas meja, lantas menjejali mulutnya dengan itu, berharap rasa gugupnya turut tertelan bersamaan dengan makanan yang tengah ia kunyah.

Sejemang kemudian, roman Raka berubah semringah, ketika satu notifikasi sambangi gawainya. Lantas ia menoleh pada Ann, memukul pundaknya pelan, "udah di parkiran katanya, Ann."

Di lain sisi, Ann langsung berhenti mengunyah, kudapan yang belum sepenuhnya halus pun segerakan ia telan. Momen di mana bisa dikatakan kencan buta ini, merupakan kali pertamanya, dan jadi alasan kuat mengapa jantungnya seperti akan loncat dari tempatnya.

KELAKARWhere stories live. Discover now