21. ✓

11.5K 1.2K 3
                                    


Kini di depan teras Adelin dan Satria sedang mengantarkan kedua orang tua mereka yang akan pergi ke Bandung untuk menjenguk orang tua dari Ayah yang sedang sakit, sebenarnya Adelin dan Satria ingin ikut tapi di larang Ayah karena urusan sekolah dan kuliah.

Adelin memeluk Ayah dan Bundanya secara bergantian di ikuti Satria yang melakukan hal yang sama. Dua anak ini memang jarang sekali berpisah dengan orang tua mereka, jadi tak heran meski hanya berpergian selama dua atau tiga hari mereka berdua sesedih ini.

"Bunda nggak usah pergi bisa nggak sih? Biar Ayah aja," ucap Adelin di angguki setuju oleh Satria.

Bunda tersenyum kecil, mengusap pucuk kepala anak bungsunya itu dengan sayang, "Cuman dua hari doang kok, kalian selama Bunda nggak di rumah jangan banyak tingkah,"

"Kok dua hari? Mungkin kita tiga hari atau lebih di sana. Ayah juga ada kerjaan di sana," sahut Ayah.

Bunda memukul pelan bahu sang suami, "Kamu tuh ya, bercanda mulu..nggak liat muka anak mu udah hampir nangis tuh,"

Ayah tertawa kecil, meraih anak bungsunya ke dalam pelukan, "Dasar, giliran gini aja cengeng. Cari masalah di sekolah nggak ada takut-takutnya,"

Adelin cemberut, "Ayah mah gituuu,"

Ayah melerai pelukannya dan beralih menepuk pundak Satria beberapa kali, "Jagain Adek mu, jangan keluyuran kasian Adelin dia takut sendirian,"

Satria mengangguk paham, dan meraih tangan Ayah untuk di salimi di ikuti Adelin yang melakukan hal yang sama.

"Ingat pesan Bunda ya, selama kita berdua nggak ada di rumah kalian jangan berantem, Adelin kamu harus nurut sama Abang, Abang juga jagain adik nya baik-baik. Selama kita ngak di rumah uang jajan Adelin di pegang sama Abang," nasehat Bunda.

"Adelin pegang uang jajan sendiri aja deh, jangan suruh pegang BangSat nanti dia korupsi," protes Adelin.

Satria mendelik tak terima dengan protes dari sang Adik, "Dih pala lo korupsi!"

Dirga menghela nafas sejenak. Belum di tinggal, kedua anaknya ini sudah bertengkar apalagi mereka tinggal selama dua hari ke depan.

"Oke uang jajannya pegang masing-masing, kalo ada apa-apa langsung laporkan ke Om Ontra. Jangan lupa kabarin Ayah atau Bunda, jangan lupa makan, jangan keseringan makan mie instan," putus Bunda tak mau ada perdebatan lebih lanjut antar kedua anaknya ini.

Adelin dan Satria mengangguk kompak.

Setelah mobil yang di tumpangi orang tua mereka menjauh dari pekarangan rumah, mereka berdua memiliki memasuki rumah.

"Rumah jadi kaya kosong banget ya," gumam Adelin yang di angguki setuju oleh Satria.

"Del bikin mie dong, gue laper nih!"

Adelin menoleh, menatap sebal pada Satria yang sudah tiduran di sofa memunggunginya.

"Kelakuan lo Bangsat, kasian Bunda udah ngingetin tapi anaknya kaya setan gini," ucapnya sambil geleng-geleng prihatin.

"Btw mau mie apa?" sambungnya.

...

Sore harinya kedua orang itu sudah berkutat di dapur.  Adelin yang memasak nasi dan Satria yang mencuci piring bekas tadi pagi mereka sarapan bersama Ayah dan bunda, juga bekas mie.

Adelin duduk anteng di atas pantry sambil memperhatikan Satria yang masih mencuci piring. Dia telah selesai melakukan tugasnya.

"Dih nyuci piring doang, lama bener!"komennya.

Satria menoleh, "Dih cuman masak nasi pake rice cooker aja banyak gaya,"

"Ya udah, kalo gitu lo nggak usah makan!"

"Lo juga jangan make piring kalo gitu,"

Selalu seperti ini jika Ranti tidak ada di rumah mereka berdua selalu mempermasalahkan hal kecil. Adelin yang suka memancing emosi dan Satria yang gampang terpancing, perpaduan yang sempurna.

"Gue mau ke kamar," beritahu BangSat setelah selesai mencuci piring.

Mengikuti jejak Satria, Adelin juga kembali ke kamarnya.

Beberapa menit berlalu yang dia lakukan hanya berguling-guling dengan tatapan menerawang jauh.

"Gabut banget," gumamnya.

Bosan berguling kanan-kiri, Adelin memilih tidur terlentang dengan tatapan menatap atap rumah dengan tatapan menerawang.

"Kalo gue pacaran sama Bubu, bahagia banget nggak sih hidup gue?" tanyanya pada diri sendiri.

"Tapi seandainya kalo beneran pacaran, mungkin gue ke banting banget. Bubu yang udah ganteng, baik, disipilin, rajin, pintar, dapatnya malah cewek suka buat keributan, datang telat terus kaya gue," gumamnya jadi galau sendiri.

"Pasti keluarganya nggak suka gue, yakin banget sih secara Bubu paket komplit malah dapat gue yang banyak minusnya ini. Tapi kan gue cantik tapi... cewek cantik juga banyak, kalo disuruh milih antara gue sama Bianca mungkin keluarga besarnya milih Bianca secara dia udah cantik tapi masih cantikan gue sih, terus pintar, kesayangan guru cocok banget sama Bubu,"

Adelin mengembuskan nafas panjang, masih dengan posis terlentang tapi dengan satu tangan di atas kening. Pose yang sangat mengabarkan bahwa cewek berisik itu sedang banyak pikiran.

"Apa gue nyerah aja ya?"

...

Hai, Bubu! (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang