02 - Anchilla!

462 38 2
                                    

HAPPY READING.

***

Ponsel milik seorang perempuan bernama Luna bergetar dan berbunyi, tanda alarmnya aktif. Luna sendiri mengerjapkan matanya berkali-kali sambil meraba-raba kasurnya berharap menemukan ponselnya. Tak lama mencari, ia mendapatkan ponsel itu dan segera mematikan alarmnya.

Setelah mematikan alarmnya, Luna langsung mengubah posisinya menjadi duduk. Gadis itu mengecek ponselnya sejenak- barangkali ada pesan atau panggilan yang masuk selama ia tidur- lalu kembali melanjutkan aktivitasnya seperti biasanya.

Luna memutuskan untuk mandi dan bersiap-siap untuk kuliah. Setelah memeriksa barang-barang yang akan ia bawa kuliah, Luna mengambil dua bungkus roti yang kemarin ia beli lalu memasukkannya ke dalam tas. Gadis itu lalu melirik jam dinding dan menyadari kalau Tia bisa saja sudah berangkat lebih awal.

Katanya gadis itu ada janji dengan teman kelompoknya.

Luna memutuskan untuk berangkat. Ia masuk ke mobil lalu menginjak pedal gas dan mulai melajukan mobilnya ke kampusnya. Selama perjalanan, hanya alunan musik yang menemani Luna agar gadis itu tidak bosan dengan keadaan hening di mobil.

Sampai di kampusnya, Luna segera memarkirkan mobilnya dan memutuskan untuk pergi ke sebuah kafe yang berada tepat di depan gedung universitasnya. Gadis itu memesan cappucino. Setelah ia mendapatkan pesanannya, ia memutuskan untuk segera kembali ke kampusnya.

Omong-omong, Luna ini seorang mahasiswi Ilmu Komunikasi. Entah kenapa, padahal sewaktu SMA gadis itu sama sekali tidak pernah terpikir untuk kuliah Ilmu Komunikasi. Mendadak saja instingnya membawanya kesana.

Setelah kembali dari kafe, Luna menoleh kesana kemari sembari menyapa orang-orang yang ia kenal. Mendadak matanya menangkap sosok seorang laki-laki yang tidak asing di matanya. Senyumnya mengembang lalu suaranya memasuki indra pendengaran laki-laki itu.

"Alvin!"

Laki-laki bernama Alvin itu menoleh lalu segera menghampiri Luna, "Oi! Sumpah ya Lun, gue-"

"Bentar dulu ngomelnya. Gue mau sarapan nih, enaknya dimana ya?" tanya Luna.

Alvin tampak berpikir sejenak, kemudian menjawab, "Tuh belakang lo ada kursi. Tinggal duduk aja, Lun."

Luna menoleh ke belakang lalu menyengir kuda. Alvin yang melihat itu hanya menampakkan muka datarnya lalu ikut-ikutan duduk di samping Luna. Luna mengeluarkan roti yang ia bawa dari dalam tasnya lalu menawari Alvin. Alvin menerimanya dengan senang hati.

"Kenapa Vin?"

"Tuh, gue sebel banget sama Pak Hardin. Masa kelasnya mendadak diganti jadi jam sepuluh? Gila aja," gerutu Alvin.

Luna membulatkan matanya, "Hah? Jam sepuluh?"

Alvin mengangguk mantap, "Iya. Emang sinting."

Bahu Luna melemas, "Dih, mau ngapain gue sampe jam sepuluh," gadis itu melirik jam tangan yang melingkar di tangannya.

Setelahnya, keduanya sama-sama diam sembari menikmati roti yang ada di tangan mereka. Sesekali Luna meminum cappucino yang ia pesan tadi. Kemudian, Alvin menepuk bahu Luna dan membuat gadis itu menoleh.

"Ke perpustakaan aja yuk. Gue sekalian mau curhat soal gebetan sebelah," kata Alvin lalu mengedipkan sebelah matanya.

Luna tertawa kecil lalu mengangguk pelan. Mereka berdua sama-sama menghabiskan roti yang ada ditangan mereka lalu meneguk minum masing-masing. Alvin dengan air mineral dan Luna dengan kopinya.

"Lo kenapa sih Lun suka banget sama kopi?" tanya Alvin sambil menatap Luna tepat di mata gadis itu.

Luna tampak berpikir lalu membalas tatapan Alvin, "Nggak tau juga sih. Gue ngerasa fresh aja kalo lagi atau abis minum kopi. Mungkin lo juga nemuin itu dalam versi minuman lain?"

EspressoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang