3 - Telepati Gagal Fokus

8 0 0
                                    

Semenjak pagi Mas Banyu sudah cengar-cengir. Agaknya mendekati puasa dia akan mendapatkan proyek besar dari langganan di Kediri tiap tahun. Sebuah sekolah pondok besar  sudah kontrak dengan corak yang dipresentasikan beberapa minggu yang lalu. Pastinya, bonus yang akan dia terima juga besar. 

Begitulah entah kenapa rejeki bekerja kepada mereka yang memang sudah sangat tajir dan banyak duit. Apakah duit aja enggan hinggap kepada dirinya yang sangat membutuhkan ini? Nggak usah duit, deh. Calon suami kaya raya yang siap menanggung hidupnya yang kurang beruntung terhadap cinta dan kekayaan. 

Ponsel di mejanya bergetar tanda ada pesan masuk. Setelah mendapati siapa pengirimnya, ia melemparkan kembali dengan asal. Siapa lagi kalau bukan ibunya. Bukan hanya menyebalkan karena sangat pilih kasih, ia juga sering merecoki keuangan yang sudah pas-pasan ini. 

Ibu butuh enam juta buat beli batu buat Mbak Nanda. Kira-kira begitu bunyi pesan yang barusan masuk di ponselnya. Gimana enggak menyebalkan, ia tidak diminta dilahirkan untuk menjadi anak pertama sekaligus terakhir dalam keluarganya. Ia tak minta keluar di saat ibunya bingung entah karena kesalahan atau apa pun itu. 

Dia dengan Mbak Nanda memang berbeda ayah. Ayah Mbak Nanda meninggalkan Ibu karena kecelakaan saat pulag dari bekerja. Entah mengapa Ibu selalu merasa bersalah kepada Mbak Nanda sehingga ia merasa bertanggung jawab atas apa yang Mbak Nanda butuhkan walaupun ia sudah mapan dengan memiliki suami seorang PNS dan ia juga bekerja sebagai pengajar di salah satu sekolah SMA swasta di daerahnya. 

Ia bahagia memiliki mereka, tetapi terkadang perasaan aneh muncul tanpa tahu alamat dan waktu yang tepat. Ia bukan bekerja dengan gaji lima puluh juta perbuan, bagaimana dia bisa mencukupi kebutuhan dirinya sendiri, ibunya, bahkan sekarang ibunya terus-menerus merecokinya dengan kebeutuhan kakaknya. 

Menyebalkan!

Belum lepas rasa kesal yang ia rasakan, depan kubikelnya diketuk.

"Git, ke ruangan saya, ya." Bu Bos bertitah maka kacung segera berdiri dan menghampiri. Saat sudah ada di dalam ruangannya, Bu Bos terlihat sedang membuka clear holder dan membubuhkan beberapa tanda tangan di sana. 

"Ya, Bu." Rasanya Gita aneh hanya berdiri dan tidak ada perkataan apa pun dari bosnya.

"Kamu kemarin ngecek yang di belakang gimana?" tanyanya dengan masih menatap kertas di depannya.

Gita seperti sapi cengoh yang bingung apa dia ada di tempat baru atau tiba-tiba diculik alien ke planet lain. Jelas-jelas kemarin dia lembur mengerjakan persiapan projek baru yang di Kediri dengan dirinya juga dengan Mas Banyu sampai malam. Kapan dia ke gudang?

"Git?" tanyanya lagi sambil melihat ke arahnya.

"Kemarin saya tidak ke belakang, Bu," jawabnya dengan ekspresi masih kebingungan setengah kesal. 

"Kemarin kan sudah saya suruh cek ke belakang. Gimana bisa kamu tidak cek stok? Ini Pak Haidar mau lo dan pesanannya lumayan banyak. Kamu nggak baca email?" Nadanya mulai meninggi. Ia bahkan terkejut karena pertanyaannya terakhir kali. Ia mengingat lagi terakhir tidak ada email dari customer. 

"Tapi, Bu, saya nggak di-cc sepertinya." 

"Sekarang kamu kembali ke kubikelmu, lalu buka surel. Setelahnya kamu ke belakang cek stok di gudang apa bisa memenuhi permintaan atau tidak!"

"Baik, Bu." Ia kembali dengan mata setengah terpejam. Ia tahu hal seperti ini bakal terjadi, tetap tidak dengan jelas saat ia melihat dirinya bekerja, menahan kantuk, dan sangat kelelahan akibat maraton lembur seminggu penuh.

Ia menengadahkan kepala, memejamkan kembali matanya, dan bangkit lagi menyeruput kopinya. 

"Apa gueresign aja, ya?" gumamnya pelan. Namun, sedetik kemudian kesadarannya kembali teringat begitu rewelnya ibu kalau mendapati ia benar-benar menjadi pengangguran. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya. 

**

Sebagai anak yang taat dengan orang tuanya Gita memang memenuhi semua yang diminta ibunya, meskipun berjarak waktu atau mengorbankan sebagian kebuuhannya. Anggap aja bahagia ibunya adalah bahagianya. 

Untuk sebuah kata resign, mungkin ada banyak hal yang dikorbankannya. Tidak gampang mencari pekerjaan di situasi ekonomi sulit saat ini. Dia menjadi berkali-kali lipat berpikir untuk memutuskan hal ini.

Namun, hatinya seperti lelah. Dia seperti kesulitan yang tidak bisa ditanggung lagi dan nggak ada jalan keluar lain selain resign, atau menikah dan resign. 

Bosnya yang sangat tidak tahu waktu itu membuatnya tidak nyaman. Dia mungkin saja bisa menganggur, tapi gaji di sini lumayan besar untuk ukuran dirinya. 

Gita berjalan melewati banyak mesin-mesin yang berisik, pekerja yang sesekali saling mengobrol, dan menyapanya saat ia melewati mereka. Terkadang ada pekerja yang mungkin seusianya menggodanya dan dia timbali dengan tersenyum.

Dia sudah ada di depan gudang, membuka sebentar sebuah notifikasi dari orang yang entah siapa tiba-tiba mengiriminya emot semangat, kemudian sederet tulisan yang sedikit bisa menarik bibirnya.

"Nggak ada pekerjaan yang mudah. Hobi pun kalau jadi pekerjaan, ya ada sulitnya. Makanya itu namanya pekerjaan."


********************************************************

Halooo Rina di sini. Apa kabarnya semoga semua sehat, ya.

Kalau hari ini berat, nggak papa. Sedikit mengeluh aku rasa nggak berdosa. Semoga cerita ini bisa sedikit menghiburmu, ya.

LembayungWhere stories live. Discover now