15 - trauma

261 77 4
                                    

Malam itu pukul 23.01
Pertama kalinya sia keluar malam hari sendirian. Biasanya saat malam hari mulai pukul 19.00 dia jarang keluar rumah. Kalau keluar pun dia bersama Jia. Tak pernah sendirian.

Sia berlari sekuat tenaga menuju halte bus. Hampir dua menit bus tak kunjung datang. Pikirannya buntu. Ia hanya ingin pergi ke rumah sakit tempat dimana yedam dibawa.

Hanya satu yang terlintas dipikirannya.

Taksi.

Hanya itu satu-satunya cara agar dia bisa secepatnya sampai kesana.

"Taksi!" Teriak sia saat terlihat dari radius seratus meter sebuah taksi berwarna putih.

Saat ingin masuk kedalam taksi tersebut tiba tiba junkyu menghalangi pintu, mencegah sia masuk kedalam sana.

"Junkyu. Minggir!" Usir sia sambil berusaha menghempaskan tubuh junkyu tapi sia-sia. Junkyu bukan manusia yang bisa ia sentuh.

'Sia Lo gila?! Lo gabisa naik mobil!'

Teriak junkyu yang tentu saja hanya didengar oleh sia dan manusia lain yang memiliki 'anugrah' sama seperti sia.

"Yedam Jun! Yedam!"

'Iya yedam kenapa?!'

Sia yang tadi mimik mukanya terlihat marah seketika berubah sedih. Ia yang berusaha menahan tangisnya sedari tadi akhirnya tumpah didepan makhluk yang ia cintai.

"Yedam.. kecelakaan.. ini semua gara gara gue Jun! Gara gara gue!"

Sia menangis tersedu-sedu sambil memukul dadanya beberapa kali.

'yedam? Dimana? Sekarang dia dimana?'

"Dia di rumah sakit. Lo duluan kesana ya nanti gue nyusul. Terus Lo kasih tau dimana yedam dirawat ya. Jun please yedam Jun. Guee.. ngerasa bersalah sama dia. Pasti tadi dia berantem sama papa nya karena gue."

Cerita sia panjang lebar ke junkyu.

'oke gue duluan kesana. Tapi please, sia Lo jangan naik mobil. Lo belum bisa naik mobil.'

"Cepet Jun!"

Karena bentakan sia, akhirnya junkyu menghilang begitu saja. Kemudian sia masuk ke dalam taksi tersebut.

"Pak ke rumah sakit dr. Sutopo cepetan ya pak."

Malam ini jalanan tak terlalu ramai. Masih seperti biasa. Namun tiba-tiba rintik hujan mulai jatuh mengenai bumi dan jalanan didepan. Bulirnya semakin banyak dan besar. Terkadang kilat menunjukkan cahayanya membuat sia teringat masa lalu.




" Ayah awas"










"Aaaaaaaaa"









"Bundaaaa ayaaahhh"






Brakkk..






"Bundaa..."










Mobil yang mereka naiki berputar putar hingga posisinya terbalik. Dari bagian kanan mobil tersebut hancur karena tabrakan dari arak kanan mobil tersebut.









"Bunda.. ayah.. sakit.."











Setelah itu dunia sia gelap, tak ada satupun cahaya yang ingin masuk kedalamnya.















"Aaaaaaaaaaaa" teriak sia dalam taksi yang membuat supir taksi tersebut terkejut.

"Ada apa mbak?" Tanya supir taksi tersebut namun di hiraukan oleh sia.

Sia terus berteriak sembari menjambak rambutnya kuat kuat. Ia sekarang persis seperti orang yang memiliki sakit jiwa.

"Aaaaaaaaaa... Stopp!! Stoppp!! Stopp sekarang jugaaa!!"

Seketika pak supir taksi yang kini usianya tak lagi muda memberhentikan taksinya mendadak, menepi kearah kiri.

Tanpa basa basi sia langsung membuka kasar pintu taksi. Kakinya yang rapuh melangkah keluar ditemani derasnya hujan. Sia ingin berdiri, namun banyaknya bulir hujan yang menghantamnya dan napasnya yang masih naik turun tak beraturan membuatnya tak mampu menopang tubuhnya sendiri. Ia terduduk di pinggir jalan dengan kondisi semrawut.

Sesekali ia berteriak membuat beberapa pejalan kaki disekitar memandangnya aneh.

"Mbak hujan mbak. Aduh ini gimana ya, pak tolong pak." Ujar pak supir taksi tadi yang menyusul sia ke pinggir jalan.

"Aaaaaaaaaaaa"

"Bundaaaa.. aayaaahhhh..."

Teriaknya sambil meraung-raung membuatnya menjadi pusat perhatian.

invisible | TreasureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang