12 - wind

232 82 25
                                    

"Kenapa angin?"

"Nggak terlihat. Selama ini gue hidup dibawah bayang bayang kakak gue. Gue anaknya penakut, ceroboh, gampang lupa, emosian. Rasanya semua hal buruk emang ditakdirkan di dalam diri gue."

"Saat gue berusaha untuk berguna bagi orang lain. Mereka cuma lihat kegunaan gue, gaada yang bisa liat gue. Sama kayak angin, angin bisa bikin kita ngerasa sejuk tapi sayang kayaknya gaada yang pernah lihat wujudnya."

"Berguna ga perlu terlihat, sia."

"Awalnya gue juga mikir gitu. Tapi nggak dam, Lo salah. Gue juga pengen terlihat. Gue nggak secantik kakak gue. Gue juga pengen ditanyain kesukaannya apa, udah punya pacar apa belum, lagi apa, nomornya berapa. Hal yang selalu kakak gue dapetin."

"Semua perhatian cuma ke kakak gue dam. Gue juga pengen. Kakak gue kayak api. Cantik, tegas, punya pendirian, kehadirannya entah kecil atau besar tetep terlihat. Mencolok diantara yang lainnya. Kadang orang pun takut karena kehadiran kakak gue. Tapi mereka nggak menjauh. Mereka malah mendekat dengan alasan 'kehangatan' ada yang bilang juga api itu indah, makanya mereka suka."

"--Angin kalo gede juga kelihatan-- iya. Tapi haruskan gue jadi segede angin? Se marah angin supaya keberadaan gue terlihat dam? Haruskah gue ngamuk ngamuk dulu supaya orang peduli sama gue? Gue ga perlu di takuti dan gue gamau ditakuti. Gue cuma mau orang bisa tau kehadiran gue. Gue cuma mau itu. Di ajak jalan, ditelfon sampe tengah malem. Ke mall bareng. Rasanya semua hal itu cuma buat kakak gue."

"Gue pengen benci sama kakak gue, tapi gue gabisa dam. Karena apa? Karena kakak gue sayang sama gue. Gue jahat kalo benci sama orang yang sayang dan perhatian sama gue. Rasanya gue benci sendirian. Benci sendirian lebih sakit."

"Gue benci kakak gue. Gue benci diri gue sendiri. Dari sekian banyak orang kenapa gue harus iri sama kakak gue? Kenapa dam?!"

Air mata sia tak dapat terbendung lagi. Ia menumpahkan segala sesak di dadanya selama ini di atas pasir pantai yang dihiasi suara ombak dan sunset berwarna jingga.

Sesak yang tak pernah ia luapkan ke siapapun. Ia berjanji akan menjaga sesak tersebut sampai ajal kelak menjemput nya. Namun, ia gagal. Hari ini seorang pemuda bersuara merdu berhasil meyakinkan dirinya untuk menumpahkan segala hal yang mengganjal hatinya selama ini.

Ternyata benar kata yedam, setelah menceritakan semuanya. Rasanya sesak dalam hati dan otaknya lama lama mulai berkurang. Mulai ada lagi ruang untuknya bernafas lega. Mulai ada lagi bagian yang mampu membuatnya berpikir bahwa dunia tak sejahat itu.

Ditengah Isak tangis sia, yedam memberanikan mengungkapkan perasaannya.

"Gue suka sama Lo, sia."

Sontak sia yang berada di sampingnya langsung menoleh bingung kearahnya. Mukanya masih tidak karuan dengan air mata yang masih mengucur deras dan pundaknya yang masih naik turun dengan cepat.

Sia tak menjawab, ia masih terlalu shock dengan kalimat yedam.

-kemarin jeongwoo. Sekarang yedam?-

-gue tau, gue emang berdoa supaya ada orang yang suka sama gue apa adanya. Tapi kenapa harus dua orang ini? Dua orang yang gue anggap sahabat. Dan kenapa harus se mendadak ini?- batin sia.

"Gue tau kemarin jeongwoo nyatain perasaannya ke Lo kan? Lo ternyata bener bener bodoh ya. Se gak peka itu Lo sama jeongwoo."

"Dam--"

"Nggak apa apa. Gue tau Lo gabisa bales perasaan gue. Gue terima kok. Lagipula gue ngomong ini cuma mau kasih tau aja. Siapa tau gue gabisa kasih tau Lo."

"Maaf."

"Hei kenapa minta maaf? Lo nggak salah. Nggak ada yang salah disini. Bahkan perasaan gue pun juga ga salah."

Tutur yedam sambil mengusap pipi sia yang masih terdapat bekas air mata.

"Lo suka sama dia kan?"

"Hah? Siapa-"

"Junkyu."

Satu kata dari yedam yang mampu membuat mata sendu sia berubah menjadi terkejut.























-yedam tau junkyu?-

invisible | TreasureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang