8. 12 SEPTEMBER 2010 (2)

21 13 0
                                    

"yaudah sekarang Bryant tidur dulu ya, besok kan mau sekolah." Ucapnya.

"iya Ma. Tapi nyayiin lagu nina bobo dong Ma." Ucapku menjawab.

"gak baik nyanyi lagu itu. tidur langsung aja ya. Mama ke bawah dulu."

"iya deh Ma."

Percakapan itu adalah percakapan awal sebelum hawa malam terngiang padaku. Aku memang sudah diperingati oleh Andin untuk tidak tidur larut. Tapi, saat itu Aku masih sangat kecil. Sulit untuk Ku mematuhi perintah yang Aku sendiri tidak tau apa yang akan terjadi jika Aku membantahnya.

Ibuku keluar dari kamar untuk turun kembali ke lantai dua. Aku yang masih kecil kala itu, hanya berpura-pura tidur dengan memejamkan mataku agar dia keluar dari kamar dan Aku bisa kembali membuka mata. Saat dia keluar, dan saat Aku membuka mata, bau melati menyengat terhirup oleh hidungku. Wangi memang, tapi, siapa yang mau menciumnya dimalam hari? terlalu mengerikan untuk menghirup bau seperti itu.

Sebelumnya Aku sempat berpikir bahwa bau melati itu berasal dari parfum yang dipakai di selimutku. Tapi Aku salah. Tak sedikit pun ada bau melati di selimut Ku. Aku teringat ucapan Mang Ujang kala itu. kalau dia sering mencium bau melati setiap Ibuku lewat dan lebih menyengat dimalam hari. sekarang bukan hanya dia yang mencium itu, tapi Aku juga merasakannya.

Saat pintu kamarku ditutup, Aku sontak langsung duduk dari tempat tidur Ku untuk mencari asal bau melati itu. beberapa menit setelah Ibuku keluar dari kamar, Aku juga ikut keluar dari kamarku. Jalanku sangat pelan saat itu. tujuan ku hanya ingin tau asal bau melati yang Aku cium. Bau danur, bau kasturi, bau melati, Aku heran kenapa bau seperti itu menempel di tubuh Ibuku.

"Aden mau kemana Den?" tanya Mang Ujang yang baru keluar dari kamarnya.

"mau ke bawah sebentar Mang. Dari tadi Gue nyium bau melati pekat banget. Gue pengen tau asalnya."

"paling juga dari nyonya Den. kan nyonya biasanya juga setiap hari bau melati terus. Apalagi kalau malam Den, lebih nyengat baunya."

"hem.. Mang Ujang gak pernah nyium bau lain setiap Mama lewat?" "soalnya Gue nyium bau danur Mang setiap kali Mama lewat. Tapi pas Gue tanya Mang Ujang, Mang Ujang bilang bau melati. Dan malam ini Gue malah nyium bau melati juga Mang."

"Bau danur Den?"

"iya Mang bau danur. Sejak kejadian waktu itu, Mama selalu bau danur."

"kalau gitu, kita coba ke lantai dua aja Den. kita pastikan."

"yaelah Mang Mang. Udah dari tadi Gue pengen ke lantai dua."

Memang, tujuan kami ingin ke lantai dua saat itu. tapi, Aku merasa ada yang aneh di sekitarku. Terutama pada Mang Ujang. Langkah kaki yang berjalan di lantai tiga, serasa hanya ada Aku saja. Tak ada langkah kaki lain yang menggiring dibelakang Ku. Pikirku tak terlalu penting juga hal itu. karena tujuan ku hanya ingin membuktikan asal bau melati yang menggangguku.

Baru beberapa langkah Aku berjalan, sautan suara terdengar di telingaku. Lagi-lagi suara sinden yang Aku dengar saat ingin ke gubuk. Suara yang sama persis dengan yang dilantunkan wanita berkebaya siang itu.

Dupa, lilin merah, tujuh macam jenis bunga, keris-keris tua, dan ember berisi air merah pekat. Semua ini tampak jelas ada di lantai dua saat Aku mengintip dari selingan tangga. Ada beberapa orang berdiri sejajar, dan ada juga yang duduk memegang keris-keris tua. Mereka semua menghadap ke satu arah. Ibuku. Dialah yang mereka tatap bersama-sama.

Aku tak tau mereka itu siapa, dan kenapa mereka ada di rumahku. Tapi, yang Aku tau pasti, bau melati itu berasal dari tempat mereka berkumpul. Bukan hanya melati, bau danur juga tercium jelas dari tempat mereka.

Seseorang tiba-tiba datang dari arah taman, wanita berkebaya yang Aku lihat siang hari tadi. dia membawa beberapa potongan daging dan kemenyan. Semua orang melantunkan lagu jawa kuno yang biasa dinyanyikan di kerajaan. Beberapa dari mereka bersujud dan menari. Semua makin aneh saja setelah wanita itu datang.

"Mang, bener kan apa yang Gue bilang. Bau melati tu dari lantai dua." Ucapku yang tak terbalas apapun. Aku seolah berbicara sendiri. Tak ada Mang Ujang di dekat ku saat mengintip dari tangga rumah.

Pukul 01.28 AM atau jam setengah dua pagi. Semua makin terasa berat. Hawa malam makin jelas terasa di sekitarku. Dan mereka semua masih ada di posisinya.

"Ali, ngapain Lo disono sih? Bikin kaget Gue aje Lo." Ucapku padanya yang tiba-tiba berdiri di lantai tiga.

Dia tak menjawab apapun dari apa yang Aku katakan. Dia hanya tersenyum, melotot, dan pergi dari tempat itu. beberapa kali Aku mendengar suara Andin berbisik di telingaku. Namun, tak begitu jelas. Jujur Aku benar-benar takut malam itu. tapi, masih saja Aku melihat mereka di lantai dua.

Aku sempat teringat kata-kata yang Andin bilang tak boleh Aku sebutkan. Aku ingat apa yang dia katakan, sangat ingat. Tapi, saat itu Aku malah menyebutkannya.

Tubuhku yang awalnya biasa saja, tiba-tiba terasa berat sekali. Kakiku kaku, sulit untuk Ku gerakkan. Tanganku bergetar dengan sendirinya. Suhu di sekitarku tiba-tiba terasa sangat dingin. Aku sempat memalingkan muka dari lantai dua saat mengucapkan kata itu. dan saat Aku menatap kembali ke lantai dua.. mereka sudah tidak ada disana. Dupa, lilin, dan barang lainnya menghilang dari sana. Kejanggalan itu membuatku sangat takut. Aku berlari ke kamarKu dan menutup tubuhku dengan selimut.

Kukira semua akan tenang kembali saat Aku sudah menutup tubuh. Tapi, Aku salah. Kaki ku perih.. sangat perih. Seperti ada yang menggigitnya. Dari depan pintu, seseorang mengetok dengan sangat kencang berulang kali. Seakan ada yang memaksa untuk masuk ke kamarku. Lentingan gelas sangat kencang terdengar di telingaku. Suara-suara aneh juga terdengar begitu jelas.

Hal itu sempat berhenti beberapa menit. Namun, bukan berarti berhenti selamanya.

Langkah kaki terdengar cepat dari depan kamarku. Bergema seperti banyak sekali orang yang berlari di lorong kamarku. Suara tangisan dan tawa terdengar seolah sangat dekat dengan telingaku. "tolong saya. Tolong saya." Suara ini terdengar bersautan dengan teriakan wanita yang begitu kencang dari luar rumah.

Kamarku tak begitu luas, posisi ranjang tempat ku tidur ada di tengah tengah kamar. Samping kiri kamar ku ada lemari besar dengan kaca ditengahnya. Kira-kira 3 meter jaraknya dari ranjang ku. Dan di sebelah kanan ranjang ada pintu kamar mandi. Aku masih ingat. Sangat ingat. Di depan lemari kamarku, ada beberapa mainan yang lupa Aku rapikan. Namanya mainan, tidak mungkin bisa bergerak sendiri tanpa ada yang memainkan. Tapi, malam itu, semua nya tak normal.

Aku punya satu mainan yang hanya bisa bergerak jika di naiki dan di setir dengan tangan sendiri. Tapi malam itu, dia bergerak dan terus menerus menabrak tempat tidurku. Suara nyanyian anak kecil terdengar. Suaranya bergema dengan bahasa yang Aku tak mengerti.

Sangat lama semua itu terjadi. Dan berhenti saat adzan subuh berkumandang.

TRY TO COME BACK HOME [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang