Bab 20 Siapa?

26.4K 3.6K 143
                                    

Saat aku pulang dari kampus, mendapati seberang rumah sedang sibuk membuatku menghentikan langkahku. Rupanya, rumah yang dulu disewa oleh Pasha sudah laku dan ada penyewa baru. Itu bisa terlihat dari mobil pick up yang mengangkut berbagai perabotan. Saat aku tertegun mengamati halaman rumah, ada seorang wanita cantik keluar dari dalam rumah. Dia melihatku dan tersenyum dengan ramah.

"Siang, perkenalkan, saya tetangga baru di sini. Nina."
Aku langsung tersenyum dan menyambut perkenalannya.

"Owh, saya  Zaskia, tetangga depan rumah. Selamat datang ya Mbak."
Aku menunjuk rumahku dan dia tersenyum. 

"Mamaaaa..."
Teriakan anak kecil dibarengi dengan keluarnya seorang bocah kira-kira berusia 3 tahun dari dalam rumah membuat kami teralih. Bocah laki-laki itu langsung menggelendot manja.

"Owh Ical, kenalan sama Tante Zaskia dulu."

Aku menyambut tangan mungil itu yang menjabat tanganku. 

"Aih lucu, berapa tahun Mbak?"

"3 Tahun Mbak."

"Mbak nggak usah sungkan kalau ada perlu apa-apa bisa tanya ke saya ya?"

 Dia menganggukkan kepala lagi dengan ramah. Ah senangnya punya tetangga baru.

******* 

Sore harinya, aku mengernyitkan kening saat mendengar suara motor Pasha memasuki halaman, tapi menunggu 15 menit dia tidak kunjung masuk ke dalam membuatku penasaran. Dengan mengenakan hijab kaos yang sehari-hari aku pakai di rumah, aku melangkah keluar dari dalam kamar dan menuju teras depan. Tapi belum sampai teras, aku melihat Pasha dari jendela dia tampak sedang mengobrol serius dengan Mbak Nina, bahkan yang membuat aku makin penasaran, Ical tampak digendong Pasha dengan akrab. Apakah mereka sudah saling kenal?

Aku masih menunggu di balik jendela ruang tamu, tidak mau mengganggu mereka. Saat akhirnya Pasha menurunkan Ical lalu mengacak rambut bocah itu, aku mulai berbalik. Tidak mau ketahuan mengintip Pasha. Aku berpura-pura sedang merapikan buku yang ada di atas meja.

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam warohmatullahi wabarakatu."

Aku menjawab dan melangkah mendekati Pasha yang baru saja  masuk ke dalam rumah. Dia langsung mengecup keningku. Kebiasaannya akhir-akhir ini kalau pulang dari kantor.

"Enggak sakit kan hari ini?"
Dia menatapku dengan khawatir, sejak aku pingsan tempo hari, Pasha memang lebih protektif kepadaku.

Kugelengkan kepala dan tersenyum kepadanya "Enggak, Za udah sehat kok. Udah masakin Mas, juga. Makan yuk."
Pasha menganggukkan kepala dan menggandeng tanganku.

"Aku mandi dulu."
Saat akhirnya kami sudah duduk di depan meja makan, aku penasaran dengan kejadian tadi.

"Mas..."

"Hemm.."
Pasha sedang menyesap teh hangat yang baru saja aku buatkan. Dia duduk di seberangku.

"Udah kenalan sama tetangga baru? Namanya Mbak Nina dan punya anak namanya Ical. Lucu deh Mas."
Pasha menganggukkan kepala "Udah."
Jawabannya yang singkat makin membuatku penasaran. Dia sedang menyuapkan nasinya ke dalam mulut saat aku bertanya.

"Owh iya, tadi Za lihat Mas bicara gitu. Kayaknya udah kenal ya?"
Kali ini Pasha mengunyah dan menganggukkan kepala lagi.

"Udah. Dia temanku."
Mataku menyipit mendengar jawabannya yang biasa saja.

"Teman? Jadi udah saling kenal?"

 Pasha kembali menganggukkan kepala, tapi kemudian tidak ada kata lagi keluar dari mulutnya. Dia malah asyik menikmati makanannya. Kenapa Pasha itu terlalu sulit untuk berkata jujur kepadaku?

*****

"Za...."

Panggilan itu membuat aku menghentikan aktivitasku. Aku sedang membuat tugas dan duduk berselonjor di atas kasur dengan meja tulis lipat ada di depanku.

"Kamu ngapain sih?"
 Pasha mendekatiku dan dia membuka peci yang dikenakannya. Dia baru saja pulang dari acara tahlil di masjid tiap malam jumat.

"Ngerjain tugas."

Pasha mencondongkan tubuhnya ke arahku untuk melihat kertas-kertas di atas meja lipat.

"Ehmmm nanti aja deh ngerjainnya, aku kangen sama kamu."
Pasha malah mencolek pipiku membuat aku menoleh kesal ke arahnya.

"Apaan sih Mas, ini besok udah dikumpulin."

Tapi bukannya pergi, Pasha malah kini merangkulkan tangannya di pinggangku. Membuat aku jadi susah untuk bergerak.

"Mas..."

"Kangen sama kamu dan Pasha junior."
Dia berbisik di telingaku membuat aku menghela nafas. Lalu aku kini berbalik dan menatapnya.

"Ih kalau ada maunya gitu deh.Za masih sibuk."

"Entar aku bantuin deh sibuknya. Tapi sekarang cium dulu."
Pasha seperti anak kecil yang sedang merajuk. Dia malah memanyunkan bibirnya ke depan dan membuatku tergelak. Aku tidak bisa marah dengannya. Ada saja kelakuannya.

**** 

"Dingin kan, Mas jahat ih. Buat aku keramas malam-malam gini."

"Ya udah, aku peluk sini."
Tentu saja aku langsung masuk ke dalam dekapannya. Kami baru saja saling bermesraan. Pasha itu kalau sudah meminta tidak bisa ditunda lagi. Alhasil aku mandi keramas malam begini. 

"Sekarang Za jadi ngantuk, gimana tugas Za coba?"
Aku mendongak dan kini menatap Pasha yang malah terkekeh.

"Nanti aku kerjain."

"Emang ngerti?"
 Pertanyaanku itu membuat Pasha mengangkat satu alisnya "Anda tidak percaya kalau suami anda ini otaknya cemerlang? Woaaahhh anda meragukan saya?"
 Aku tentu saja terkekeh mendengarnya. Lalu menyentuh dagunya yang sudah bersih oleh rambut-rambut halus.

"Ehmm iya percaya deh yang dulu pernah dapat beasiswa kuliah di luar negeri."
Mendengar ucapanku tiba-tiba tubuh Pasha terasa kaku. Dia bahkan menghentikan usapan di lenganku. Aku menatap Pasha yang kini menunduk untuk menatapku.

"Kamu kok tahu?"
 Aku tersenyum canggung "Dari Bang Raihan. Dia cerita kalau Mas itu emang cerdas dan pernah kuliah di luar negeri. Mas nggak perlu menyembunyikan fakta itu."
Dia menghela nafas dan malah merengkuhku masuk ke dalam pelukannya. Bahkan kini mendekapku erat. Lalu mengecup pucuk kepalaku.

"Aku ingin melupakan saat itu. Entah kenapa, tapi saat berat dalam hidupku ya saat itu. Kamu bisa menunggu aku untuk jujur kan? Aku masih belum siap Za...."

Bersambung

 Sini peluk Pasha saja.......

'



SURPRISE WEDDINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang