Bab 6: I don't want to be with him!

333 68 3
                                        

Setelah acara debutan yang berakhir hingga setengah hari. Yerinicka menutup kedua matanya erat, merasa frutasi, bukan sebuah kelegaan. Beberapa kali Yunea menyuruhnya bangkit, untuk menghadiri acara makan siang bersama anggota keluarganya yang lain. Tapi sayang sekali, gadis itu sedang tidak dalam keadaan yang baik-baik saja. Tujuh jam lagi adalah perjalanannya menuju kehancuran.

Benar saja, jam tujuh malam waktunya memasuki area lantai dansa. Dan yang lebih menakutkan adalah, dia berpasangan dengan Duke dari Jenkins---Matheo Alderado. Pria tukang bohong, setidaknya itu yang Yerinicka ketahui soalnya. "Nyonya mencari keberadaan Anda, Lady lebih baik---"

"Ah, diam, diam! Aku sedang pusing, tahu!" Yerinicka menjawab dengan sarkas, duduk dengan tidak anggun sama sekali. Hanya ingin bermalas-malasan saja. "Lady ... Apakah ada masalah yang serius?" Yerinicka memutar bola mata malas, tidak terlalu menegaskan untuk menanggapi pertanyaan Yunea. Namun tetap membalas meski minat tak minat, "ini lebih serius, bahkan sangat serius dibandingkan aku kembali ke Akademi dalam usia tujuh belas tahun."

Yunea diam tidak mengerti. Kemudian membungkuk perlahan, lalu mulai meninggalkan ruangan pribadi milik gadis itu. Yerinicka sukses menghabiskan waktu berjam-jam tanpa bergerak sedikit pun. Pikirannya tengah hilang entah ke mana, diam tidak berkutik meski hanya mengubah posisi. Matheo cukup membuatnya berbeda hari ini, kacau sekali.

"Yerinicka, kau itu kenapa? Apakah sopan melewatkan makan siang, bahkan menolak ajakan ayahmu sendiri." Marchioness Lawrence turun tangan untuk masuk ke dalam kamarnya, berkacak pinggang dengan mulut yang siap mengomel. Bicara, bicara, dan bicara. Pasti begitu.

Mengembuskan napas kasar, Yerinicka melirik ke arah sang ibu dengan tatapan sayu. "Tidak mau, pokoknya tidak mau datang ke istana lagi malam nanti!" Suasana menjadi lengang di antara keduanya, ada kerutan di dahi Marchioness Lawrence. Aneh sekali mengingat Yerinicka yang merajuk, padahal malam kemarin gadis itu sangat antusias sekali menyambut debutan dan membayangkan suasana malam dansa di istana.

"Memangnya kenapa? Kau yang menginginkan itu juga 'kan? Apakah ada masalah?" Pertanyaan demi pertanyaan terlontar, membuat Yerinicka kembali membaringkan tubuhnya di atas sofa. Lemas sekali, tidak ada tenaga rasanya. "Tolong katakan kepada Ayah ... Kalau putri bungsunya ini tidak ingin menikah." Marchioness Lawrence melangkah menghampiri, menarik kedua tangan gadis itu hingga membuat posisi berubah menjadi bersimpuh. "Lalu kau ingin menjadi apa? Menua di dalam Manor yang sebentar lagi akan menjadi milik Kakak---"

"Eh? Ibu berharap Ayah mati---"

"Bukan begitu, Yerinicka! Ya ampun ... Susah sekali berbicara dengan ini. Ayahmu berkata, kalau Duke dari Jenkins menawarkan satu tarian dansa pertama kepadamu 'kan? Itu berita bagus." Wanita itu ikut duduk di sampingnya, membuat Yerinicka mendecih pelan. "Dia seorang Duke, beruntung sekali kau menjadi gadis yang menarik di matanya. Masa depanmu sudah bisa diterawang sangat cerah."

Sangat kontras sekali dengan Yerinicka, Lady dari rumah Lawrence itu mendengus kesal. Bertopang dagu dan menahan tanganya di bahu sofa. Wajahnya merengut tak suka. Kenapa sih keluarganya ini selalu saja menuntutnya menikah dengan pria pemilik gelar tertinggi? Memutar bola mata malas, sebelum berbalik dengan paksa ketika bahunya di tarik oleh sang ibu. "Jangan begitu, ayahmu akan kembali datang menjadi wali nanti. Kau tidak bisa menghindar!"

Bagaikan ancaman baru, helaan napas putus asa terdengar. Yerinicka menyangga tubuhnya ke belakang sofa, tidak ingin membuka suara, sedang malas berdebat dan adu argumen, apalagi dengan ibunya. "Kau diam, tandanya setuju."

Tidak juga, tuh!

Tidak mendapatkan jawaban, atau pun sejenis bantahan lainnya. Marchioness Lawrence bangkit berdiri, mulai meninggalkan Yerinicka sendiri di dalam ruangannya yang lengang. Memiliki asumsi kalau semuanya sudah aman, gadis itu memukul bahu sofa dengan kekuatan penuh. "Kalau begitu Ibu saja yang menikah, aku tidak mau!" Sedikit menaikkan intonasi nadanya, namun tetap memastikan kalau Marchioness Lawrence tidak benar-benar mendengarkan.

Memangnya apa spesialnya dari pernikahan, cinta, berpacaran, dan hal sejenisnya yang lain? Tidak ada! Yerinicka tak pernah merasa tertarik dengan lawan jenisnya---bukan berarti ia tidak normal, hanya saja jatuh cinta itu akan membuat siapa pun terlihat bodoh---itu menurutnya. Bahkan pria-pria tampan yang selalu ia temui baik di pesta, opera, dan acara lainnya pun hanya menarik dalam paras, bukan hati dan tidak berminat untuk menjalin hubungan yang lebih.

Setelah mendekam di dalam kamar tanpa melakukan kegiatan apa pun, jam sudah benar-benar menunjukkan setengah tujuh malam. Yunea datang bersama dua Maid lainnya di belakang. Membawakan sebuah gaun panjang berwarna creme yang terlipat di atas kedua tangannya. Wanita itu menoleh ke kanan dan kiri, memberi arahan lewat pandangan matanya.

Yerinicka yang sibuk menatap pantulan diri lewat cermin dengan tatapan sayu, terperangah kaget ketika tangannya ditarik ke atas oleh dua Maid yang diberi perintah oleh Yunea. "Lady ... Nyonya besar menyuruh saya untuk melakukan ini, maaf. Tapi anda perlu bersiap." Gadis itu menatapnya dengan tatapan tajam, menyipit. Kemudian mendengus kesal. "Dasar tidak tahu diri kalian ini! Sopankah melakukan ini kepadaku? Aku ini Lady kalian, Tuan rumah di sini---"

"Maaf, Lady. Sebaiknya kita bersiap-siap sekarang. Setengah jam lagi, Anda perlu berangkat menuju istana, bersama His grace Jenkins." Yerinicka memutar bola mata malas, sebelum diam mencerna dengan baik semua perkataan yang dilontarkan Yunea. "T-tunggu ... Bagaimana? D-duke Jenkins? Datang ke Manor-ku? Menjemput? Datang bersama? Mustahil! Memangnya boleh begitu?"

Yerinicka merengut, tidak suka ketika nama itu kembali disebutkan. Yunea tidak menjawab, membantu dia berdiri dan mulai memakaikan korset di area tubuh hingga batas pinggang. Napasnya tercekat sebentar, ketika tali korset itu benar-benar mendesak tubuhnya, mengikat dengan kuat. "S-sesak sekali, Y-yunea ...!" Mendengar erangan dari sang Nona, wanita itu hanya bisa meringis sebagai sahutan, tidak tega, namun tetap harus dilakukan. Salah satu peraturan dari etika berpakaian wanita bangsawan.

Selepasnya, Yerinicka dibantu berpakaian. Dibalut dengan kain berkelas nan memiliki harga tinggi tersebut di tubuhnya. Terlihat indah, pas dan cocok. Gaun yang bertumpuk dua, memiliki ruffle kecil di setiap tumpuknya. Bagian tangan yang panjang hingga siku, lalu kain yang melebar hingga batas pergelangan tangan. Di tengah-tengahnya terdapat ukiran emas yang sangat indah. Terkesan simpel namun elegan.

Yerinicka duduk di atas bangku yang berhadapan langsung dengan meja dan cermin. Hanya diam menerima semua perlakuan dari Yunea. Sudah menyerah untuk membantah, bagaimana pun juga dia sudah kalah telak. Duke dari Jenkins---Matheo Alderado---menunggunya di ruangan utama, seorang Duke perlu sambutan hangat. Tentu saja akan dianggap tidak sopan jika Yerinicka menolak tawarannya. Helaan napas putus asa terdengar, mengerikan sekali.

Rambut kecoklatannya di sanggul rapi, kemudian memakai beberapa pernak-pernik di atasnya. Sangat kecil, nyaris tak terlihat. Yunea memasangkan topi dengan bulu berwarma senada dengan gaun yang dikenakan, kemudian mengulurkan tangan membantunya berdiri. Menatap pantulan diri lewat cermin yang terletak di pintu almari. Mengagumkan, Yerinicka suka dengan gaya berpakaiannya kali ini, tampilan yang sempurna. Tapi, mengingat tujuannya berpenampilan cantik untuk seorang Matheo, itu kurang menyenangkan.

"Lady, Anda cantik sekali!" Yunea berseru senang, wajahnya berseri-seri. Memang iya, tapi ini memuakkan, tahu. Yerinicka tersenyum setengah, sebentar, kemudian kembali mendatarkan ekspresi. Mimpi buruk sebenarnya ketika harus bertemu dengan Matheo untuk malam ini.

[]

Forelsket ✔️Where stories live. Discover now